Tanpa kata, lekuk tubuh berarti,
lama dinanti berharap yang pasti
uraian kalimat menjadi paragraf
paragraf ke dalam ujaran dokma.
Entahlah siapa yang memulai
gejolak batin penyedap utama
di pelupuk mata, di sudut rasa
dan datang sekilas berlalu sudah.
Tinggal nikmat luka membekas ada
gurat-guratan di wajah ini berlalulah,
sepintas menembus bayang kala semu
sendiri tak tampak tertutup emosi diri.
Sial ingin diucap, jengkel dilontarkan.
Namun kepada siapa? Dan untuk apa?
Gunung luruh, debur ombak tumpah,
semua menyimpulkan salah. Tuhan.
10/11/2018
SANG BEGAWAN ITU
Sang begawan lewati kata-kata
pada jutaan mata tiada mati rasa,
namamu terus terukir dalam jiwa.
Di setiap helaian napasan kata-kata
elok tuangan tinta pada kalimatnya.
Menakjubkan tak pernah membosan,
aku baca tetesan air mata basuhi jiwa
di dalam angan berjabat tangan bersua.
Meski tak pernah bersama, tak berjumpa
hangat karyamu pada kesendirianku nyata
menemani hari-hariku dalam semesta jiwa.
Impian cita-cita berkarya bangkitkan gerilya
kata-kata barpadu padan dalam inilah karya,
seperti irama musik kesepian paling purba.
20 Jan 2020
GERBANG DUNIA
MENANTI WANITA
Bisakah itu?
Mungkinkah itu?
Dan kapankah itu?
Pertanyaan tak berujung dicari tahu,
soal-soal butuh berjuta jawaban ilmu
wanita bisa menuju gerbang duniamu,
sanggup menggapai tinggi cita-citamu.
Setiap saat dapat kau raih dan gapailah
nyala dan nyali, tutupi dengan gaunmu,
simpan kecerdasan, keluarkan jika perlu
kuat otot pukulkan ketika terjepit waktu.
Lelah diri terbilas usaha kian maju
kesuksesan pantang dicampur pilu,
temaram lentera di waktu-waktu itu,
berubah sinar terang sepanjang waktu.
Seterang titik-titik silau sang matahari
turuti langkah, ayun maju raih mimpimu.
Dan indahkan hidupmu demi sang waktu
yang menuntutmu di gerbang duniamu...
SENANDUNG KELABU
Terukir pena tanpa aksara
tertutup mulut beribu bahasa,
terserak-serak aku tak berdaya
kalah duka nan lara menerpa,
tak dapat kubawa bersama.
Hari-hari kelabu penuhi air mata
senandung indah telah sirna sudah
pesona, wibawa luluh tak terasa jua
siang-malam kehampaan yang ada.
Dapatkah bersatu, selalu bersua... Oh...
indah senandung berganti selimutan duka
termenung sendiri, silih berganti menyapa.
Aku tak mampu menolak, tak kuasa
do’a kupasrahkan kepada Yang Esa,
aku tunggu segala garis hidupku saja
tiada lupa berusaha, sembari berdo’a,
untukku yang selalu dirundung manja.
SELEMBAR JANJI KEKASIH
Fatamorgana memadu kisah kasih
kini berubah jadi ada dan nyata
ikatan suci bak hidupi nirwana
selembar janji terucap berdua
penuh arti syarat akan makna.
Temui, lalui berjanji setia
solek wajah ayu rupawan,
tutur kata-kata manja pula.
Lenggok tubuh penuh pesona
gandrung hati melodi asmara.
Helaian napas merdu kata cinta
selembaran janji tak kan sirna.
Walau diterpa badai, prahara
meski pun runtuh Himalaya
ataulah banjir gurun sahara,
sehati jua terpatri selamanya.
___________________________
*) Nurul Komariyah, S.Pd., lahir 22 September 1985, beralamat di Dusun Bagel, Sumberagung, Sukodadi, Lamongan. Mengajar di SDN Sumberaji, Sukodadi. Kini sedang menunggu jadwal wisuda Strata Dua di UT Surabaya. Aktif menulis buku harian, puisi, dan pantun, sejak di bangku SD, dan beranjak SMP gemar mengisi majalah dinding. Sewaktu SMA dan kuliah, menulis di beberapa jurnal, tabloid, majalah sekolah, dan kampus. Bergabung di komunitas: FLP, FP2L, Literacy Institute Lamongan.
http://sastra-indonesia.com/2020/03/puisi-puisi-nurul-komariyah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar