Selasa, November 24, 2015

MIMPI INDONESIA UNTUK 200 PENYAIR

Awal mula bertemu, berjabat tangan dan ikut tersenyum dengan kalian, penyair-penyair hebat. 10 tahun waktu telah gugur dan berlalu! (Juni 2004-Juni 2014)

Judul buku : Liku Luka Kau Kaku
(200 sajak untuk 200 Penyair)
Penulis : Aguk Irawan MN.
Penerbit : Pustaka Sastra Yogyakarta (Ombak), 2004
Jumlah halaman: xxix + 280 : 13 x 20 cm
Peresensi A. Purwantara *

Adalah Aguk Irawan Mn., penyair yang lahir dari bumi Lamongan (1 April 1979), tanah yang sekarang dikenal setelah bom Bali mengejutkan dunia. Beberapa tahun yang lalu dia meninggalkan tanah kelahirannya menuju negeri Fir'aun untuk studi di Universitas Al-Azhar Kairo, dari tahun 2002, hingga sekarang sedang menyelesaikan kuliah tingkat akhir di jurusan Ushuludin Departemen Aqidah Filsafat. Sebelumnya dia nyantri di ponpes Darul Ulum, Langitan, Tuban sambil sekolah di MAN Babat, Lamongan (1997).

Mulai belajar sastra kepada gurunya, Bp. Harmaji, penyair lamongan dan guru Bahasa Indonesia. Kepenyairannya semakin kuat ketika di Kairo mendirikan sanggar seni Kinanah bersama teman-teman Indonesianya. Setelah itu dia seperti memproduksi kata-kata dengan tiada henti. Dan sebagain besar karyanya itu bisa dinikmati dipelbagai koran dan majalah baik daerah maupun Ibu Kota. Setelah beberapa buku dia lahirkan, kali ini dia menelorkan lagi sebuah kejutan dari kata-kata yang terus diproduksinya.

Liku Luka Kau kaku, sebuah kumpulan puisi. Kalau menyuplik komentar Sigit Susanto di sampul belakang buku itu; Puisi-puisi Aguk tak jauh dari tema pertemanan, kerohanian, kehidupan dan alam. Metafor-metafor yang dihasilkan banyak berangkat dari perenungan alam yang dalam. Kemudian dia coba menikung pada kehidupan manusia lewat ironi-ironi kekinian.

Mungkin tema-tema di atas sungguh sangat biasa diangkat oleh penyair yang pernah ada. Sebuah tema yang tidak terlalu aneh. Karena karya seni itu tiruan dari alam, begitu kira-kira kata seorang filsuf. Tidak aneh! Lalu apa yang bisa dilihat dari sebuah buku puisi yang tak aneh?

Tungu dulu, Liku Luka Kau kaku, mungkin beda. Buku ini mungkin agak unik jika dibandingkan dengan buku-buku dengan tema yang tidak aneh itu tadi. Menurut A. Mustofa bisri; Antologi puisi penyair muda Aguk Irawan ini benar-benar merupakan sebuah karya yang unik. Mungkin inilah pertama kali dan satu-satunya antologi puisi yang seluruh sajaknya dipersembahkan dan "merespon" kepada hampir semua penyair Indonesia yang dikenalnya. Maka antologi inipun menjadi semacam leksikon puitis atau kumpulan "puisi leksikon".

Ya, buku ini berisi 200 sajak untuk 200 penyair. Kenapa 200 penyair, menurut Aguk; Sebab sejarah sastra adalah sejarah yang purba dengan rentang waktu yang sangat panjang dan pelik, maka hanya 200 saja, rasanya memang betul tak cukup!

Bagaimana Aguk mengumpulkan 200 nama penyair Indonesia itu? Katanya, 200 nama penyair Indonesia ini dihimpun dengan kategori periode (mudah-mudahan tidak salah) di mulai dari zaman Balai Pustaka, hingga sekarang (2004). Dia juga menyandarkan pada hasil penelitian di Paris yang diberi nama The Paris Review Interview dan di bawah judul "Some Work of Indonesian Poets (2002) yang menghimpun 197 nama-nama penyair Indonesia tetapi; bukan berarti yang ada dalam penelitian itu pasti ,begitu kanyanya.

...yang jelas 200 para penyair yang saya jadikan teman dialog dalam kata-kata latah di buku ini, mereka adalah guru dan tauladan saya, sejak pertama saya berkawan dengan mereka, atau sejak pertama kali membaca tulisannya, sejak itu pula saya putuskan niat yang tulus untuk berguru....

Begitulah, sebagai mantan santri Aguk memang tak bisa melepas tradisinya untuk bersilaturahmi. Untuk itulah dia menciptakan jembatan yang menghubungkan jarak keberadaannya dengan para penyair itu yang berupa puisi tegur sapa. Puisi yang mengajak berdialog, bercakap-cakap. Dengan bahasa yang kadang-kadang bergelora, lelah, putus asa juga cinta dan kehangatan.

Apa hanya itu alasan dia menulis 200 sajak untuk 200 penyair yang dia kenal, baik langsung maupun hanya kenal karyanya itu? Dia mengungkapkan, "Saya tak bisa membayangkan tanpa mereka bagaimana bisa Indonesia menjalani liku sejarah sebagai bangsa yang penuh kedukaan ini berlangsung?"

Pada saat peluncuran buku di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Jumat 21 Oktober 2004, seorang penyair Akhmad Sekhu bertanya kepadanya, "Kenapa kau berani menulis 200 puisi untuk 200 penyair, apa kau kenal mereka? Apa yang mengilhami kau menulis itu?"

Jawabnya, "Saya bukan penyair. Bahkan saya benci penyair. Karena penyair di mata saya adalah orang yang suka sesenaknya, tidak peduli. Tapi kenapa saya tiba-tiba ingin menyapa mereka? Ketika saya melihat Indonesia sedang berduka, terluka berdarah-darah, merekalah yang setia mencatat, merekam dan menyodorkan obat dan member hiburan yang sedang duka. Sejak itu saya mencintai mereka. Dan ingin berdialog dengan mereka." Begitu kurang lebih dialog yang terjadi antara Aguk dengan Akhmad Sekhu, seorang penyair yang sempat pula disapa dalam antologi puisi Liku Luka Kau kaku ini, dengan judul Kosong untuk Akhmad Sekhu di halaman 30.

Dari dialog itu terungkap bahwa Aguk Irawan, anak kelahiran Lamongan yang sekarang di Mesir, menyimpan semangat yang pedih melihat bangsanya dicerca duka dan luka yang tak pernah henti. Lihat saja kata-kata Liku Luka Kau Kaku, empat kata yang dengan tepat menggambarkan perjalanan sejarah yang penuh liku dan luka-luka. Sedemikian itu liku dan luka yang bahkan hampir-hampir membuat semangat kebangkitan kaku beku.

Kita lihat puisi di halaman pertama buku Liku Luka Kau Kaku; ....../dari cuaca yang paling teduh/Indonesia memang hanya mimpi/ya, mimpi yang entah milik siapa?/dengan segala muslihat/yang tajam dan yang tumpul//dan jika Indonesia adalah/rembulan maka hampir/sudah tiada malam lagi/dan cahaya, lalu mimpi untuk siapa (Mimpi untuk Abdul Hadi W.M, Kairo 2004, hal 1-2)

Aguk seakan melihat Indonesia dengan sejarah yang suram itu bagaikan mimpi. Bahkan dia hampir tidak melihat perbedaan mimpi buruk ataukah kenyataan yang sedang dialami bangsanya. Seakan ketenangan, keamanan dan kesejahteraan adalah mimpi indah rakyat Indonesia yang dihantam krisis, bom, separatisme dan macam-macam teror. Tenang? Itu hanya mimpi indah yang entah milik siapa.

Ekspresi kebangsaan Aguk dapat dilihat dalam beberapa sajaknya, seperti Kehormatan yang diperuntukkan A. Ajib Hamzah dari Jogjakarta. Aguk memandang; bumi kita yang hangus. Terasa harapan yang pupus. Dan untuk Ajip Rosidi dia menulis; tanah kita/tempat menaruh segala/harapan dan cinta/bunga-bunga mekar/lanmgit yang bening/tanpa ketakutan. Sebuah harapan yang mendambakan negerinya bebas dari ketakutan, tempat cinta dan bunga-bunga mekar dengan indah, itulah Indonesia dalam mimpi Aguk.

Kemudian serunya kepada semua orang; ......bangunlah wahai pemimpi/lihat huruf-huruf sudah/tak bisa dieja lagi apalagi terbaca/anak-anak negeri (Bangunlah untuk Budiman S. Hartoyo, Kairo 2004, hal 70-71).

Aguk menjadi orang yang gelisah ketika harus berbicara tentang keadaan bangsanya, Indonesia. Seperti menyimpan cemas dan gamang. Sehingga dia lebih senang memandang keindahan itu sebagai mimpi. Kepada penyair yang telah berumur dia berkeluh kesah; ...... pada harihari ini memang kita saksikan/kekalahan seribu wajah kita untuk/mengundang pagi yang cerah dengan/firdausfirdaus baru yang mengantarkan pelaut/malam pada matahari (Tangis untuk D. Zawawi Imron, Kairo 2004, hal 79-80. Dia mencoba mengajak Zawawi Imron sang Celurit Emas untuk berdialog. Dia mengungkapkan; mari kita hitung berapa harihari yang/tersisa tanpa tangis sebelum usaiusai hari/luruh dalam gelap.

Itulah penyair dari Lamongan yang berkeluh kesah tentang bangsanya yang sedang terluka dan menderita. Diraciknya keluh kesah dan mimpinya dalam sajak-sajak yang dipersambahkan kepada penyair-penyair tanah airnya yang setia mencatat dan merekam peristiwa pedih yang mengiringi perjalanan bangsa.

Kepekaan penyair dalam menyikapi keadaan bangsanya, menurut Aguk tidak bisa muncul begitu saja. Dia harus banyak belajar dari para pendahulunya yang mempunyai tradisi mencermati keadaan. Aguk merasa telah berguru kepada semua penyair yang sempat dikenalnya maupun yang hanya dibancanya. Seperti penuturannya dalam salah satu puisi untuk penyair Gunawan Mohamad; ....Diamdiam aku meracik mimpi/dari denyut jantungmu/seperti daun, diamdiam memang aku/menyaring desah anginmu (Guru untuk Gunawan Mohamad, Kairo 2004, hal 119-120).

Dia juga mengungkapkan kekagumannya kepada WS. Rendra yang selalu berteriak lantang pada ketidakberesan yang terjadi di negeri ini. Juga kepada Agus R. Sardjono; di negeri Fir'aun kita bercakap di bundaran/deretan kursi, kau baca pikiranku yang/berkelebat ke sana ke mari dan kau rangkum/setiap kata dengan kalimat yang singkat:/salah! (Kenangan untuk Agus R. Sardjono, Kairo 2004, hal 20-21). Dia memang berguru pada semua penyair. Dengan begitu dia tetap mampu melihat terang meski semua orang merasa gelap sebagaimana ketika membaca Afrizal Malna; malam telah memberiku gelap memang,/gelap di seluruh penjuru, tetapi tidak pada kau,/dalam gelap kau selalu benderang dan tidak/sembunyi, bahkan dalam gelap kau selalu/menghadirkan siang, dalam percakapan/dari percikan sinar, dalam malam kau/terbangkan angin yang jauh dalam/sajaksajakmu (Gelap untuk Afrizal Malna, Kairo 2004, hal 18-19).

Dan untuk penyair-penyair sahabatnya sedaerah (Lamongan) dia menulis ; apa yang terlintas dalam kenangmu saat kita/baca/katakata berasama//yang kau katakan saat perjalananku sampai/"segeralah mampir ke rumah tengok derai gerimis sore/hari yang/menetes dari atap rumahku, dan kita/menghirup udara/yang dingin membeku dari langitlangit kamar, sambil/mengintip halilintar di luar"//saat aku ingin berjalan dan sampai/kepadamu, rasanya/aku tak perlu lagi katakata, karena bukankah/kita/sudah begitu mengerti tentang beranda/rumah kita yang/sama. Dan di sana telah kita tanam bersama/kesegaran/hidup kanakkanak dari titik hujan di luar/dan tangis/hujan (Halaman untuk Viddy Alymahfoedh Daery).

Membaca buku Liku Luka Kau kaku seperti menyelami pedalaman seorang anak negeri yang lahir dari tanah pergerakan Lamongan, yang menebar pasir kerinduan Mesir dan merangkul negeri yang luka Indonesia. Seperti bersilaturahmi dengan hati kepada setiap orang yang merasa Indonesia dari bahasa.

Itulah kerja keras Aguk yang telah melahirkan sekian kata-kata yang dirangkainya dalam 200 judul sajak yang dipersembahkan untuk 200 penyair senegerinya. Dalam satu tahun dia menghasilkan 200 sajak, wah, sebuah kerja yang tidak main-main. Mungkin karena itu, Aguk sering menggunakan idiom yang seakan berulang-ulang muncul. Atau mungkin saja dia punya maksud mengulang-ulangnya, seperti mimpi. Ya, mimpi Aguk yang selalu terulang jika ingat negerinya. Sementara dia nun jauh di seberang, di tengah hamparan pasir yang gersang. Namun dia tetap ingat. Dan ketika kita membacanya, kita pun ingat, negeri ini punya mimpi.

*) Peresensi adalah budayawan, dan anggota DKS (Dewan Kesenian Surabaya).

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt