Muhammad Subarkah
http://www.republika.co.id/
Ilmu pengetahuan yang terdapat dalam kitab kuning terus dipelajari hingga kini.
Hampir semua pesantren mempelajari kitab kuning, yaitu kitab-kitab yang berisi tentang pelajaran akidah, akhlak (adab), tasawuf, fikih, muamalah, tata bahasa, hubungan kemasyarakatan, pernikahan, tafsir, hadis, dan lain sebagainya. Kitab-kitab ini ditulis dengan menggunakan bahasa Arab tanpa harakat (baris). Dinamakan kitab kuning karena kertasnya berwarna kekuning-kuningan.
Jika ditelusuri secara saksama, mungkin terdapat lebih dari 200 kitab kuning yang dipelajari di pesantren. Kitab-kitab tersebut diajarkan kepada para santri sebagai pegangan dan panduan dalam kehidupan sehari-hari. Kitab kuning ini umumnya lebih banyak dan lebih intens dipelajari di pesantren salaf (salafiyah) dibanding pesantren semimodern dan khalaf (modern).
Beberapa kitab kuning yang biasa dipelajari di pesantren sebagai berikut.
1. Syarhu al-Hikam adalah kitab yang mengupas secara detail masalah tauhid. Kitab ini terdiri atas dua juz, masing-masing tebalnya 107 halaman. Kitab ini ditulis oleh Muhammad bin Ibrahim al Ma'ruf ibnu 'Ibad al Nifazi al Randi dari matan Hikam yang disusun oleh Al Imam al Muhaqqiq Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim ibn Atha'illah al Sakandary.
Kitab ini diperuntukkan bagi mereka yang ingin lebih mendalami tasawuf dan tarikat sebagai wasilah menuju kehidupan yang abadi. Kitab ini lebih mengedepankan masalah hati dan bagaimana tingkah laku orang-orang yang arif dalam mendekatkan diri pada Allah.
2. Sahih Bukhari adalah kumpulan hadis sahih yang ditulis oleh Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari yang lebih dikenal dengan Imam Bukhari. Lahir di Kota Bukhara, salah satu daerah bekas Uni Soviet pada Jumat 13 Syawal 194 H. Dan, meninggal pada 30 Ramadhan (malam Idul fitri) tahun 256 H pada usia 62 tahun.
Judul asli kitab ini adalah al-Jami al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min Umur Rasulillah SAW. Kitab yang dikenal sebagai kitab hadis paling sahih ini terdiri atas empat jilid, delapan juz. Telah diterbitkan oleh beberapa penerbit, antara lain Dar al-Fikr, Dar al-Hadis, dan Dar al-Manar.
3. Kitab al-Mabadi' al-Fiqhiyyah karya Umar Abdul Jabbar merupakan bahan pelajaran dasar fikih Mazhab Imam Syafi'i untuk murid madrasah Ibtidaiyyah (setingkat SD). Kitab ini dibuat sebanyak 4 juz dengan tetap memerhatikan kualitas isi dan minat serta perkembangan pemikiran para pelajar.
4. Al-Waraqat merupakan salah satu karya Abu Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Hayyawaih al-Sinbisi al-Juwaini. Ia dikenal dengan julukan Imam Haramain (imam dua tanah haram). Karena, selama empat tahun, ia menjadi imam di Makkah dan Madinah.
Al-Waraqat membahas masalah ushul fikih yang sangat ringkas. Karya ini dimulai dengan penjelasan makna ushul fikih, baik dari sisi bahasa maupun istilah. Begitu juga tentang masalah lainnya, seperti kalam, amr (perintah), nahy (larangan), `amm (lafaz yang umum), khashsh (lafaz yang khusus), mujmal (kata yang global), mubayyan (kata yang sudah dijelaskan), zahir (lafaz yang jelas), muawwal (lafaz yang ditakwil), af'al (perbuatan-perbuatan), nasikh dan mansukh (yang menghapus dan dihapus), ijmak (kesepakatan ulama),akhbar (berita-berita), qiyas (penyamaan hukum), ibahah (pembolehan), adillah (dalil-dalil), sifat seorang mufti (pemberi fatwa) dan mustafty (yang menerima fatwa), dan hukum-hukum mujtahid.
5. Kitab Jam'u al-Jawami membahas masalah ushul fikih. Kitab ini merupakan hasil ringkasan dari beberapa kitab yang membahas ushul fikih. Kitab ini terdiri atas tujuh jilid (kitab). Lima kitab membahas dalil-dalil fikih, satu kitab (kitab keenam) membahas pertentangan dan pengunggulan dalil dan satu kitab lainnya (ketujuh) membahas masalah ijtihad.
6. Kitab Ta'lim al-Muta'allim Thariq al-Ta'allum ditulis oleh Burhanuddin Az-Zarnuji (hidup pada abad ke-12 hingga 13 M). Kitab ini membahas masalah metode belajar dan hubungan antara guru dan murid serta tata cara belajar yang baik. Kitab ini terdiri atas 13 bab.
7. Kitab Afiyah Ibnu Malik. Di pesantren salaf, kitab ini sangat terkenal karena membahas masalah tata bahasa Arab (kalam, i'rab, tanda-tanda i'rab, hingga kedudukan sebuah kata sebelum menjadi kalimat). Mereka yang ingin menguasai bahasa Arab dan tata bahasanya tentu kitab ini menjadi rujukan atau pegangan wajib bagi para santri. Disebut pula dengan nama Alfiyah karena pembahasan mencakup lebih dari 1.000 jenis kedudukan huruf, i'rab, dan lainnya.
Kitab ini ditulis oleh Imam Abu Abdillah Muhammad Jamaluddin bin Abdillah bin Malik al-Jayyani ad-Dimasyqi al-Syafi'i dan dikenal sebagai Ibnu Malik.
8. Al-Arba'in Nawawiyah membahas 40 hadis Nabi Muhammad SAW. Namun, sebenarnya terdapat 43 hadis dalam kitab ini yang membahas berbagai macam fadlilah (keutamaan) amal. Kitab ini ditulis oleh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Murri al-Hizami an-Nawawi. Dan, ia kemudian dikenal sebagai Imam Nawawi (Imam dan Nawa). Selain kitab Al-Arba'in Nawawiyah, Imam Nawawi juga menulis kitab, seperti Riyadhul Sholihin min Kalam Sayyid al-Mursalin, Al-Adzkar, At-Tibyan, dan lainnya.
9. Bulugh al-Maram ditulis oleh Abul Fadl Ahmad bin Ali bin Muhammad al-Asqalani al-Mishri al-Qahiri. Namun, penulis kitab ini lebih dikenal dengan nama Ibnu Hajar al-Asqalani. Kitab Bulugh al-Maram ini membahas masalah fikih berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW.
10. Tafsir Jalalain ini ditulis oleh Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad bin Hasyim al-Mahalli al-Mishri (Jalaluddin al-Mahalli) dan As-Suyuthi bin Kamaluddin Abu Bakar bin Himamuddin (Jalaluddin as-Suyuthi). Karena itu, kitab yang membahas masalah tafsir alquran ini dinamakan Tafsir Jalalain (Dua Jalal).
Selain kitab-kitab di atas, kitab lainnya yang juga banyak dibahas di pesantren mencapai 200 kitab, antara lain Taqrib, al-Awamil al-Mi'ah, Matan Tashil, al-Umdah, al-Jurumiyah, Nidzom Imrithy, Fath al-Qarib, Ummul Barahin, Tuhfatut Tullab, dan Ghayah al-Wushul. sya
Menuju Pemikiran Global
Pada dekade awal 80-an, tokoh Nahdlatul Ulama sekaligus mantan presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menulis kekayaan khazanah kitab kuning. Dia membahas seluk-beluk isi kitab itu lengkap dengan gurauannya, yakni bagaimana kitab dicetak dan dihayati isinya oleh para santri dalam kehidupan keseharian.
Namun, yang paling mencengangkan, Gus Dur menulis pengaruh kitab kuning pada gerakan perlawanan terhadap penjajah. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain, seperti negara di Afrika Utara yang dijajah Prancis. Berbagai karya ulama Indonesia yang mendunia juga disertakannya.
Gus Dur menilai, dengan melihat berbagai karya itu, dapat disimpulkan bahwa para kiai dan santri yang tersebar di berbagai pondok pesantren itu ternyata tak hanya menggantungkan diri pada teks-teks pemikiran Islam yang dianggap 'berasal dari negeri Arab' (padahal pemikiran Islam ini sebenarnya datang dari berbagai penjuru dunia, seperti Afrika Barat, Asia Tengah, dan India).
Tradisi pemikiran pesantren itu kemudian mencapai puncaknya dengan munculnya berbagai 'ulama tangguh' yang diakui secara internasional oleh dunia Islam di masanya. Sebut saja misalnya, Kiai Nawawi dari Banten, Kiai Mahfudz Termas (Pacitan), Kiai Muhtaram (Banyumas), Kiai Ahmad Khatib (Padang), serta Kiai Abdussamad asal Palembang.
Kiprah dan integritas para kiai ini sungguh luar biasa. Mereka itu menguasai dunia keilmuan agama Islam di Makkah selama puluhan tahun, tepatnya di sekitar peralihan abad ke-19 hingga ke abad ke-20. Tingginya pengakuan integritas intelektual para 'kiai besar' itu masih terasa hingga kini.
Syekh Yassin asal Padang, misalnya, mendapat kehormatan untuk menaturalisasi (tajannus) status kewarganegaraannya sebagai warga negara Arab Saudi. Sampai sekarang, karya tulis Syekh Yassin ini tersebar dan dijajaki di seluruh dunia Islam.
Senasib dengan berbagai karya Syekh Yassin, karya Syekh Nawawi asal Banten juga mendunia. Kitab yang ditulisnya membahas persoalan tauhid (teologi), Nur Al-Dhalam, yang digunakan sebagai teks dasar pesantren hingga saat ini. Bahkan, sebagai bukti pengakuan akan ketinggian ilmunya, Kiai Nawawi diberi gelar prestisius sebagai 'pemuka ulama Makkah dan Madinah' (sayid al-'Ulama Al-Hijaz). Karya tulisnya yang juga terkenal adalah kumpulan pilihan hadis empat puluh (Hadits Al-Arba'in). Karya ini dipergunakan sebagai teks dasar bagi siapa pun yang ingin belajar ilmu hadis.
Pemikir Islam Indonesia yang tak kalah penting lainnya adalah Kiai Ihsan dari Pesantren Jampes (Kediri). Dia menulis kitab Siraj Al-Thalibin yang merupakan komentar atas karya klasik Al-Ghazali yang ditulis pada periode awal tahun 1000 M, Minhaj Al-'Abidin. Mutu karya yang terdiri atas dua jilid ini bernilai tinggi sehingga dijadikan buku wajib untuk kajian post-graduate di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Buku ini menjadi buku penting dengan materi berisi pembahasan mengenai tasawuf dan akhlak.
Namun, di antara figur tersebut, ada sebuah nama pemikir penting Islam Indonesia yang tidak boleh dilewatkan begitu saja, yakni KH Bisri Mustofa dari Rembang (Bisyri Musththafa Al-Rambani). Kiai ini menulis lebih dari dua puluh karya, termasuk sebuah tafsir Alquran yang berjumlah tiga jilid. Sosok pemikir berikutnya adalah Kiai Misbah bin Zain Al-Musfata dari Bangil, Ahmad Subki Masyhadi dari Pekalongan, dan Asrofi dari Wonosari yang menerjemahkan beberapa teks Islam klasik dan menulis berjilid-jilid tafsir Alquran berbahasa Jawa.
Sedangkan, penulis kondang beretnis Sunda yang terkenal sebagai penulis adalah Kiai Ahmad Sanusi dari Sukabumi yang juga menjadi pendiri organisasi Al-Ittihadiyyatul Islamiyah. Dia menulis tafsir Alquran. Sedangkan, salah satu pemikir Islam yang berasal dari Sumatra adalah Akhmad Khatib. Pemikiran dia bahkan sempat menjadi polemik yang menarik pada awal abad ke-20 sehingga Indonesia mulai menyemai semangat kemerdekaan secara lebih sistematis. Selain itu, pemikir Islam Minangkabau lainnya adalah Mahmud Yunus dan Abdul Hakim. Keduanya telah menulis sejumlah buku teks dalam bahasa Melayu dan Arab. Beberapa karyanya dijadikan bahan pelajaran di madrasah dan pesantren dan dipelajari secara luas oleh masyarakat.
http://www.republika.co.id/
Ilmu pengetahuan yang terdapat dalam kitab kuning terus dipelajari hingga kini.
Hampir semua pesantren mempelajari kitab kuning, yaitu kitab-kitab yang berisi tentang pelajaran akidah, akhlak (adab), tasawuf, fikih, muamalah, tata bahasa, hubungan kemasyarakatan, pernikahan, tafsir, hadis, dan lain sebagainya. Kitab-kitab ini ditulis dengan menggunakan bahasa Arab tanpa harakat (baris). Dinamakan kitab kuning karena kertasnya berwarna kekuning-kuningan.
Jika ditelusuri secara saksama, mungkin terdapat lebih dari 200 kitab kuning yang dipelajari di pesantren. Kitab-kitab tersebut diajarkan kepada para santri sebagai pegangan dan panduan dalam kehidupan sehari-hari. Kitab kuning ini umumnya lebih banyak dan lebih intens dipelajari di pesantren salaf (salafiyah) dibanding pesantren semimodern dan khalaf (modern).
Beberapa kitab kuning yang biasa dipelajari di pesantren sebagai berikut.
1. Syarhu al-Hikam adalah kitab yang mengupas secara detail masalah tauhid. Kitab ini terdiri atas dua juz, masing-masing tebalnya 107 halaman. Kitab ini ditulis oleh Muhammad bin Ibrahim al Ma'ruf ibnu 'Ibad al Nifazi al Randi dari matan Hikam yang disusun oleh Al Imam al Muhaqqiq Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim ibn Atha'illah al Sakandary.
Kitab ini diperuntukkan bagi mereka yang ingin lebih mendalami tasawuf dan tarikat sebagai wasilah menuju kehidupan yang abadi. Kitab ini lebih mengedepankan masalah hati dan bagaimana tingkah laku orang-orang yang arif dalam mendekatkan diri pada Allah.
2. Sahih Bukhari adalah kumpulan hadis sahih yang ditulis oleh Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari yang lebih dikenal dengan Imam Bukhari. Lahir di Kota Bukhara, salah satu daerah bekas Uni Soviet pada Jumat 13 Syawal 194 H. Dan, meninggal pada 30 Ramadhan (malam Idul fitri) tahun 256 H pada usia 62 tahun.
Judul asli kitab ini adalah al-Jami al-Musnad al-Sahih al-Mukhtasar min Umur Rasulillah SAW. Kitab yang dikenal sebagai kitab hadis paling sahih ini terdiri atas empat jilid, delapan juz. Telah diterbitkan oleh beberapa penerbit, antara lain Dar al-Fikr, Dar al-Hadis, dan Dar al-Manar.
3. Kitab al-Mabadi' al-Fiqhiyyah karya Umar Abdul Jabbar merupakan bahan pelajaran dasar fikih Mazhab Imam Syafi'i untuk murid madrasah Ibtidaiyyah (setingkat SD). Kitab ini dibuat sebanyak 4 juz dengan tetap memerhatikan kualitas isi dan minat serta perkembangan pemikiran para pelajar.
4. Al-Waraqat merupakan salah satu karya Abu Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Hayyawaih al-Sinbisi al-Juwaini. Ia dikenal dengan julukan Imam Haramain (imam dua tanah haram). Karena, selama empat tahun, ia menjadi imam di Makkah dan Madinah.
Al-Waraqat membahas masalah ushul fikih yang sangat ringkas. Karya ini dimulai dengan penjelasan makna ushul fikih, baik dari sisi bahasa maupun istilah. Begitu juga tentang masalah lainnya, seperti kalam, amr (perintah), nahy (larangan), `amm (lafaz yang umum), khashsh (lafaz yang khusus), mujmal (kata yang global), mubayyan (kata yang sudah dijelaskan), zahir (lafaz yang jelas), muawwal (lafaz yang ditakwil), af'al (perbuatan-perbuatan), nasikh dan mansukh (yang menghapus dan dihapus), ijmak (kesepakatan ulama),akhbar (berita-berita), qiyas (penyamaan hukum), ibahah (pembolehan), adillah (dalil-dalil), sifat seorang mufti (pemberi fatwa) dan mustafty (yang menerima fatwa), dan hukum-hukum mujtahid.
5. Kitab Jam'u al-Jawami membahas masalah ushul fikih. Kitab ini merupakan hasil ringkasan dari beberapa kitab yang membahas ushul fikih. Kitab ini terdiri atas tujuh jilid (kitab). Lima kitab membahas dalil-dalil fikih, satu kitab (kitab keenam) membahas pertentangan dan pengunggulan dalil dan satu kitab lainnya (ketujuh) membahas masalah ijtihad.
6. Kitab Ta'lim al-Muta'allim Thariq al-Ta'allum ditulis oleh Burhanuddin Az-Zarnuji (hidup pada abad ke-12 hingga 13 M). Kitab ini membahas masalah metode belajar dan hubungan antara guru dan murid serta tata cara belajar yang baik. Kitab ini terdiri atas 13 bab.
7. Kitab Afiyah Ibnu Malik. Di pesantren salaf, kitab ini sangat terkenal karena membahas masalah tata bahasa Arab (kalam, i'rab, tanda-tanda i'rab, hingga kedudukan sebuah kata sebelum menjadi kalimat). Mereka yang ingin menguasai bahasa Arab dan tata bahasanya tentu kitab ini menjadi rujukan atau pegangan wajib bagi para santri. Disebut pula dengan nama Alfiyah karena pembahasan mencakup lebih dari 1.000 jenis kedudukan huruf, i'rab, dan lainnya.
Kitab ini ditulis oleh Imam Abu Abdillah Muhammad Jamaluddin bin Abdillah bin Malik al-Jayyani ad-Dimasyqi al-Syafi'i dan dikenal sebagai Ibnu Malik.
8. Al-Arba'in Nawawiyah membahas 40 hadis Nabi Muhammad SAW. Namun, sebenarnya terdapat 43 hadis dalam kitab ini yang membahas berbagai macam fadlilah (keutamaan) amal. Kitab ini ditulis oleh Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Murri al-Hizami an-Nawawi. Dan, ia kemudian dikenal sebagai Imam Nawawi (Imam dan Nawa). Selain kitab Al-Arba'in Nawawiyah, Imam Nawawi juga menulis kitab, seperti Riyadhul Sholihin min Kalam Sayyid al-Mursalin, Al-Adzkar, At-Tibyan, dan lainnya.
9. Bulugh al-Maram ditulis oleh Abul Fadl Ahmad bin Ali bin Muhammad al-Asqalani al-Mishri al-Qahiri. Namun, penulis kitab ini lebih dikenal dengan nama Ibnu Hajar al-Asqalani. Kitab Bulugh al-Maram ini membahas masalah fikih berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW.
10. Tafsir Jalalain ini ditulis oleh Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad bin Hasyim al-Mahalli al-Mishri (Jalaluddin al-Mahalli) dan As-Suyuthi bin Kamaluddin Abu Bakar bin Himamuddin (Jalaluddin as-Suyuthi). Karena itu, kitab yang membahas masalah tafsir alquran ini dinamakan Tafsir Jalalain (Dua Jalal).
Selain kitab-kitab di atas, kitab lainnya yang juga banyak dibahas di pesantren mencapai 200 kitab, antara lain Taqrib, al-Awamil al-Mi'ah, Matan Tashil, al-Umdah, al-Jurumiyah, Nidzom Imrithy, Fath al-Qarib, Ummul Barahin, Tuhfatut Tullab, dan Ghayah al-Wushul. sya
Menuju Pemikiran Global
Pada dekade awal 80-an, tokoh Nahdlatul Ulama sekaligus mantan presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menulis kekayaan khazanah kitab kuning. Dia membahas seluk-beluk isi kitab itu lengkap dengan gurauannya, yakni bagaimana kitab dicetak dan dihayati isinya oleh para santri dalam kehidupan keseharian.
Namun, yang paling mencengangkan, Gus Dur menulis pengaruh kitab kuning pada gerakan perlawanan terhadap penjajah. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain, seperti negara di Afrika Utara yang dijajah Prancis. Berbagai karya ulama Indonesia yang mendunia juga disertakannya.
Gus Dur menilai, dengan melihat berbagai karya itu, dapat disimpulkan bahwa para kiai dan santri yang tersebar di berbagai pondok pesantren itu ternyata tak hanya menggantungkan diri pada teks-teks pemikiran Islam yang dianggap 'berasal dari negeri Arab' (padahal pemikiran Islam ini sebenarnya datang dari berbagai penjuru dunia, seperti Afrika Barat, Asia Tengah, dan India).
Tradisi pemikiran pesantren itu kemudian mencapai puncaknya dengan munculnya berbagai 'ulama tangguh' yang diakui secara internasional oleh dunia Islam di masanya. Sebut saja misalnya, Kiai Nawawi dari Banten, Kiai Mahfudz Termas (Pacitan), Kiai Muhtaram (Banyumas), Kiai Ahmad Khatib (Padang), serta Kiai Abdussamad asal Palembang.
Kiprah dan integritas para kiai ini sungguh luar biasa. Mereka itu menguasai dunia keilmuan agama Islam di Makkah selama puluhan tahun, tepatnya di sekitar peralihan abad ke-19 hingga ke abad ke-20. Tingginya pengakuan integritas intelektual para 'kiai besar' itu masih terasa hingga kini.
Syekh Yassin asal Padang, misalnya, mendapat kehormatan untuk menaturalisasi (tajannus) status kewarganegaraannya sebagai warga negara Arab Saudi. Sampai sekarang, karya tulis Syekh Yassin ini tersebar dan dijajaki di seluruh dunia Islam.
Senasib dengan berbagai karya Syekh Yassin, karya Syekh Nawawi asal Banten juga mendunia. Kitab yang ditulisnya membahas persoalan tauhid (teologi), Nur Al-Dhalam, yang digunakan sebagai teks dasar pesantren hingga saat ini. Bahkan, sebagai bukti pengakuan akan ketinggian ilmunya, Kiai Nawawi diberi gelar prestisius sebagai 'pemuka ulama Makkah dan Madinah' (sayid al-'Ulama Al-Hijaz). Karya tulisnya yang juga terkenal adalah kumpulan pilihan hadis empat puluh (Hadits Al-Arba'in). Karya ini dipergunakan sebagai teks dasar bagi siapa pun yang ingin belajar ilmu hadis.
Pemikir Islam Indonesia yang tak kalah penting lainnya adalah Kiai Ihsan dari Pesantren Jampes (Kediri). Dia menulis kitab Siraj Al-Thalibin yang merupakan komentar atas karya klasik Al-Ghazali yang ditulis pada periode awal tahun 1000 M, Minhaj Al-'Abidin. Mutu karya yang terdiri atas dua jilid ini bernilai tinggi sehingga dijadikan buku wajib untuk kajian post-graduate di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Buku ini menjadi buku penting dengan materi berisi pembahasan mengenai tasawuf dan akhlak.
Namun, di antara figur tersebut, ada sebuah nama pemikir penting Islam Indonesia yang tidak boleh dilewatkan begitu saja, yakni KH Bisri Mustofa dari Rembang (Bisyri Musththafa Al-Rambani). Kiai ini menulis lebih dari dua puluh karya, termasuk sebuah tafsir Alquran yang berjumlah tiga jilid. Sosok pemikir berikutnya adalah Kiai Misbah bin Zain Al-Musfata dari Bangil, Ahmad Subki Masyhadi dari Pekalongan, dan Asrofi dari Wonosari yang menerjemahkan beberapa teks Islam klasik dan menulis berjilid-jilid tafsir Alquran berbahasa Jawa.
Sedangkan, penulis kondang beretnis Sunda yang terkenal sebagai penulis adalah Kiai Ahmad Sanusi dari Sukabumi yang juga menjadi pendiri organisasi Al-Ittihadiyyatul Islamiyah. Dia menulis tafsir Alquran. Sedangkan, salah satu pemikir Islam yang berasal dari Sumatra adalah Akhmad Khatib. Pemikiran dia bahkan sempat menjadi polemik yang menarik pada awal abad ke-20 sehingga Indonesia mulai menyemai semangat kemerdekaan secara lebih sistematis. Selain itu, pemikir Islam Minangkabau lainnya adalah Mahmud Yunus dan Abdul Hakim. Keduanya telah menulis sejumlah buku teks dalam bahasa Melayu dan Arab. Beberapa karyanya dijadikan bahan pelajaran di madrasah dan pesantren dan dipelajari secara luas oleh masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar