Rabu, Februari 27, 2019

Penulis Penjual Buku?

Refleksi Pendampingan Komunitas Baca-Tulis di Mojokerto
Sutejo

“Tugas penulis memang menulis yang berkualitas, tetapi jika tidak mengerti medan pasar, untuk apa kita menulis. Tersebab, menulis bukan sekadar idealisme tetapi juga bernilai ekonomi.” (Sutejo)
***

Sebelumnya, mohon maaf kepada para guru kehidupan yang sudah lebih dulu menulis. Ini hanya untuk menggairahkan kehidupan kata.

Ingat saya, sudah empat kali (yang bertema komunitas) diundang Balai Bahasa Jatim untuk mendampingi workshop pengembangan komunitas di Jatim: (i) Pacitan, (ii) Trenggalek, (iii) Tuban, dan (iv) Mojokerto.

Apa yang menarik? Keempat kota ini memiliki kecenderungan respon yang berbeda. Mengapa? Saya tidak tahu, tetapi dapat diduga, bahwa mereka ada yang bukan sesungguhnya komunitas. Artinya, ada beberapa yang diundang, patut diduga sekadar formalitas mengatasnamakan dirinya sebagai komunitas. Karakter komunitas sesungguhnya adalah militansi dalam berkumpul dan berkarya, itulah tesis saya yang ada di kepala.

Kali ini, saya ingin berbagi respon atas salah satu pertanyaan dari peserta di Mojokerto (19/2) begini: Mengapa, kata Bapak, penulis harus bisa menjual bukunya? Bukankah tugas penulis adalah menulis. Sementara, yang menjual sudah ada sendiri. Saya pernah mengikuti pelatihan motivasi, tambah si penanya, itu bukan urusan kita (penulis). “Bagaimana tanggapan, Bapak?”
***

Jawaban saya kira-kira komplitnya seperti ini. Sebab, kala di Mojokerto, jujur saya tidak seeksploratif ini, karena keterbatasan waktu; tersebab ada belasan pertanyaan yang harus diselesaikan dalam “tempo sesingkat-singkatnya” (1 jam) karena pemateri selanjutnya sudah menunggu sejak dua jam sebelumnya. Hehe. Sekaligus, sudah menjadi kebiasaan: merenungkan ulang pertanyaan dan jawaban karena ketakutan atas kesalahan dalam “berkata”, dan –maaf—banyak tulisan saya yang bermuara dari pengalaman pendampingan macam begini.

Pertama, tentang tugas penulis. Betul, sangat betul, bahwa tugas penulis adalah menulis sesuai dengan “namanya”. Jika dilihat dari diksinya, maka bukan “penjual”. Jika penjual, pasti mereka adalah “pedagang”. Tetapi jujur: maukah Anda menderita karena karya Anda tidak laku? Siapa pun kita, dipastikan tidak menginginkannya. Apalagi saya.

Pengalaman saya, awal merintis penerbitan buku mandiri begitu banyak omongan nyinyir menghampiri saya begini: (i) Opo Tedjo ki, nulis buku dhewe didol dewe, (ii) buku saya dinilai tidak melalui proses evaluasi keilmuan, (iii) kalau memang buku saya layak, mestinya dibedah di mana-mana, dan (iv) mengapa tidak menggunakan penerbit mayor (besar) sehingga kualitas buku dapat dipertanggungjawabkan. (Saya anggap, orang-orang ini sebagai “buta literasi”, bahasa ekstrimnya “buta huruf”). Selesai.

Keempat nyinyiran itu puluhan kali mampir di kepala saya. Saya tak memedulikannya. Sebab, ini sebuah pilihan. Pada tahun 1998 saya punya pengalaman, buku saya menjadi pemenang di tingkat nasional kemudian dibeli “proyek nasional”, tetapi royalty saat itu hanya terima dua kali. Ingat saya sebesar Rp 3,9 juta (1999) dan 1,9 juta (2000). Padahal, buku itu untuk sebuah provinsi saja, terketahui jumlah eksemplarnya 17.000 (berdasarkan “surat laporan” penerbit). Saat itu, sungguh saya sangat bodoh. Pertama kali mengenal dunia buku. Jadi sangat bangga buku dibeli oleh penerbit. Buku yang kedua yang dibeli penerbit lagi (1999), lebih mengerikan. Tak jelas, sungguh tak jelas kabar beritanya.

Keduanya adalah buku bacaan untuk anak SMA, kategori buku fiksi, yang mestinya menjadi “hidangan renyah” –meskipun tidak semenggoda buku popular lainnya. Judulnya: (i) Monolog Pengakuan Anak Pemburu, dan (ii) Warok Kucing (Kumpulan Cerpen).

Di situlah, bermula: saya punya pikiran, “Wow, kalau begitu penulis buku wajib bisa menjual buku.” Ini disebabkan, kala tahun 2007, mengisi seminar di beberapa kota, mulai ada pertanyaan, “Karya buku-buku Bapak apa saja, apa yang bisa saya koleksi?” Otak saya seperti tertampar. Pertama, ketika dibeli penerbit besar kita tidak bebas, terkebiri, dan “terbodohi”. Kedua, lebih parah lagi, jika tidak punya bukti memiliki karya buku. Inilah awalnya, mengapa saya harus menulis buku, menerbitkan mandiri, dan mampu menjualnya sendiri. Semua ada sejarahnya, karena saya adalah orang yang dibesarkan oleh pengalaman hidup, pemaknaan hidup, dan tentu wajib mampu mensintesakan problema kehidupannya. Termasuk tentu, berkaitan dengan produk tulisan (buku utamanya).

Selama tujuh tahun saya benci menerbitkan buku! (2000-2007). Setelah itu, selama 3 tahun (2008-2011) saya menerbitkan buku lebih dari 15 buah. Rata-rata ketebalan di atas 200-300 halaman. Yang saya bidik adalah mahasiswa dan para guru. Di sinilah, buku itu relatif laku. Rata-rata tercetak di atas 3.000 eksemplar dengan penjualan mandiri melalui jejaring. Bahkan ada buku yang paling saya tidak suka sudah tercetak 15.000 eksemplar: Bahasa Indonesia: Mahir Berbahasa untuk Profesi (maaf, sudah cetak ulang 8 kali sejak 2013).

Maka jawaban pertama, adalah betul tugas penulis adalah menulis! 100 persen itu betul. Tetapi, ingat masih ada tetugas lain yang harus diselesaikan: (i) menyesuaikan dengan “pesanan”; (ii) bertanggung jawab atas apa yang ditulisnya (kata-dan-perbuatan profesi kita); dan (iii) mampu menjualnya. Maka tugas penulis, bagi saya, sungguh tak cukup hanya menulis!

Menyesuaikan dengan pesanan misalnya (tak usah tersinggung wahai para penulis) adalah filosofi dari kemampuan kita menghargai orang lain (pembaca). Misalnya, menulis untuk kepentingan penerbit –yang tentu layak jual—berarti kita mengabdi pada penerbit dan aktualitas, dan pasar tulisan.

Untuk kepentingan lomba misalnya, wah, ini wajib melewati tahap rumit. Misalnya, kita penting mengenali siapa juri di balik lomba, mengenal gaya, dan menyonteknya sesuai dengan “pesanan batin” juri. Itu pun, belum cukup: wajib menyesuaikan pesanan tema. Wah, merendahkan profesi menulis? Sungguh, tidak. Kita professional kok!

Untuk kepentingan media massa, maka kita wajib mencocokkan dengan gaya media yang dituju. Gaya selingkung dan visi-misi media berikut karakternya, masing-masing berbeda. Saya sempat kecewa diawal memasuki menulis di dunia media massa karena mengusung idealisme pribadi. Akibatnya, kirim ke Kompas, harus bernasib sial. Baru tulisan yang ke-24 yang berhasil dimuat. Judulnya: Sinema Wanita dalam Sastra Indonesia (tahun 1995), edisi lupa.

Secara tidak langsung, fungsi “menjual tulisan” sesungguhnya sudah ada dalam filosofi pikiran kita. Kita tidak usah sombong dengan idealisme, buta kejujuran, takut dianggap melacur dalam tulisan. (hehe, kok kelihatan serius). Lupakan saja. Kita fokus: bagaimana belajar berarti bagi orang lain dalam tulisan. Maaf, inilah yang saya lakukan selama kurang lebih 30 tahun!

So, tugas penulis itu, bagi saya, tak cukup hanya menulis. Tak setuju, monggo dipersilakan saja. Tersebab, ini membawa konsekuensi sangat panjang dalam dunia kepenulisan kita di masa depan.
***

Kedua, jika kita hanya menulis, maka berarti kita hanya sebagai “karyawan kata-kata”; padahal, mestinya kita bisa menjadi “juragan kata”. Masa, kita terus akan menjadi karyawan, kapan menjadi bosnya? Ini logika indah, mengapa salah satu filosofi pengembangan komunitas yang saya bawakan kemarin di Mojokerto adalah pentingnya komunitas berjiwa entrepreneurship. Simple: agar kita menjadi Bos, minimal, atas karya kita sendiri, jika memungkinkan menjadi Bos bagi kolega dan teman-teman sejawat dan penggiat kata-kata. (Yang penting kita tidak memanfaatkan kelemahan orang lain). Jangan cengeng, karya kita tak laku. Kita saja yang tak kreatif menjualnya. Banyak tip yang bisa dilakukan. Jika malu, suruh orang lain untuk menjualkannya dengan berbagai cara. Katakanlah, semacam EO buku Anda, buatkan kegiatan (even) berbasis buku kita, dengan misalnya kegiatan berbasis “barter buku”. Ini sudah jamak, dan banyak yang melakukannya. Pelatihan menulis gratis, dijamin bisa! (syarat: membeli 100 eks buku).

Jika masih malu, jual saja melalui online, bisa sendiri atau orang lain. Tak ada masalah. Banyak pemilik depot merangkap juru masak, atau ahli masaknya. Tetapi, untuk pelayannya tidaklah mereka sendiri. Pilih mana? Monggo direnungkan sebelum dijawab dengan kata-kata. Pikiran kita butuh jujur dan terbuka. Maka jika ini dipikirkan, bayangkan kepala kita seperti cangkir yang kosong, masukkan dulu, lihat, baru dinikmati. Jika cangkir kita penuh, maka tulisan ini akan sia-sia saja adanya.

So, bagi saya: tugas penting penulis adalah mampu menjual karya-karyanya! Pelukis menjual lukisannya, biasa.
***

Ketiga, ini lebih ngawur saya. Semua penulis wajib bisa melatih menulis secara praktis. Langsung, bisa dipratikkan kemudahannya. Penulis tidak saja seorang rhapsodist (kata Budi Darma, bergagasan cemerlang dan bernas kata), tetapi bagaimana dia wajib menjadi pelatih. Seorang perenang, bisa melatihkan renang secara langsung. Guru lukis bisa melahirkan pelukis. Guru tari bisa melahirkan anak penari. Tetapi guru bahasa Indonesia, di mana letaknya? Mari berenung. Mestinya, guru bahasa Indonesia bisa melahirkan banyak penulis, minimal untuk kebutuhan hidupnya, untuk medan ekspresi, untuk katarsis jiwa, untuk mengembangkan idealismenya.
***

Maka, untuk pengembangan komunitas, sekali lagi monggo jujur kita bertanya: untuk apakah kita membangun komunitas. Untuk wah-wahan, untuk hobi, untuk sekadar berkumpul, atau untuk mentasbihkan sendiri kita sebagai “raja kata”. Wow, akan menjadi lucu, ironis, bahkan paradoks jika kita gagal menggenggam filosofi komunitas yang benar. Oke, semua orang memiliki “filosofi hidup matinya komunitas” tetapi jika kita jujur maka “bagaimanakah menghidupkan dan menumbuhkan komunitas”? Ini penting. Ini bukan pertanyaan ringan, butuh kreativitas dan inovitas yang joss. Butuh mental, butuh pengorbanan, dan tentu –dibutuhkan beragam hinaan—yang menguatkan otot jiwa-pikiran sehingga berdaya tarung tinggi. Berdaya tumbuh dahsyat! Pinjamlah logika pir, ketika ditekan ia akan melahirkan lompatan yang sepadan dengan tekan yang diterimanya. Mental-otot penulis mestinya melampui benda mati bernama pir.
Memangnya, komunitas untuk medan pertarungan? Bukan, ibaratnya beraktivitas hidup selalu berhimpitan antara bertarung atau bersahabat, kompetisi atau kooperasi. Jika logika berkomunitas benar, maka dipastikan akan saling bisa menghidupkan. Mendayakreasikan bagi kehidupan yang lebih luas! Kita saling berlomba untuk menebarkan kebaikan dalam kata, bukan simbol-simbol yang dipuja-mitoskan.
***

Terakhir ini, barangkali catatan ngawur selanjutnya. Tugas penulis adalah jujur, konsekuen, dan bertanggung jawab atas apa yang dituliskannya. Karena tulisan itu akan menuntut kita, menjadi hakim kita, dan memang, di akherat kita akan dimintai tanggung jawab atas karya-karya kita. (hehe, seperti khotbah saja ini).

Artinya, penulis itu bukan sekadar bisa menulis. Tetapi seperangkat mental, wajib lekat dalam apa yang dituliskannya. Jika tidak, maka tulisan akan menjadi pisau yang sangat berbahaya bagi kehidupan. Sebut misalnya, hoaks. Ini adalah produks mentalitas yang nihil di balik seorang penulis. Tulisan, bisa jadi menjadi pisau tajam yang digunakan untuk membunuh seseorang. Kita bisa mencemarkan nama baik, dan jika di medsos, kita bisa berkepanjangan. Berurusan dengan hukum dan lain sebagainya.

Di sinilah, saya ingin menyebutnya bahwa penulis itu –bagaimanapun—menuntut moralitas super. Makanya, dulu para penulis disebut dengan empu. Pujangga. Mereka melalui proses kejiwaan yang dahsyat sebelum melahirkan kata. Kita di era digital, bisa mentasbiskan apa saja tentang diri, orang lain, dan –termasuk komunitas. Sayang, moralitas tulisan sering dilupakan, diabaikan, atau bahkan dinomorsekiankan.

Pesan menarik sebagai akhir dari refleksi ngawur ini adalah: menjadi penulis tidak gampang, membangun komunitas bertanggung jawab, tentu juga tidak gampang. Sendiri saja susah, apalagi berjamaah tentu lebih susah. Tetapi, sebenarnya jika mau berpijak pada moralitas yang sama: dunia kata adalah surga yang indah karena kata adalah wasilah diri untuk jariyah yang indah di akherat.

Salam perubahan, mindset baru untuk perubahan. Tugas penulis yang paling asasi bagi saya: wajib mampu mengubah mindset, perilaku, dan kehidupan diri untuk lebih baik dari sebelumnya! Baru, mengubah orang lain.

Bravo penulis, bravo komunitas!
Ponorogo, 20/2/2019

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt