Robin Al Kautsar
Kehadiran teater tubuh banyak mempengaruhi kelompok teater di Surabaya. Cuma masalahnya sebagai pendatang baru konsep-konsep dan terminologi teater tubuh tampak masih belum mapan. Ia hanya terlihat sebagai gugatan karena telah menemukan diri bahwa teater hanyalah bayang-bayang dari raksasa warisan budaya dunia yang bernama sastra drama. Bahkan ada yang gegap gempita mengumumkan sebuah “pemberontakan” terhadap dominasi atau penjajahan sastra drama. Apakah teater dilihat karena kehadiranya di atas panggung? atau karena sastra drama? Bagaimanapun klaim-klaim sepihak yang menyusul kemudian harus kita sikapi secara bijaksana.
Teater tubuh menolak sastra drama sebagai pusat teater, dan menggesernya kepada tubuh aktor sebagai pusat. Seharusnya yang mereka gugat bukanlah sastra drama atau ujaran / tindakan verbal mulut aktor tapi cerita itu sendiri. Karena ceritalah kita mengenal tokoh (yang akan diperankan oleh aktor dan perlunya ada aktor serta akting), karakter tokoh, jalan cerita/plot dan sebagainya. Tanpa cerita, khazanah keaktoran akan miskin atau harus membangun konvensi mulai dari awal. Bahkan ekstrimnya mereka yang bermain di atas panggung bisa bukan aktor dan tak memerlukan disiplin akting atau pemeranan. Akibatnya hanya penolakan terhadap sastra drama saja yang menjadi ciri teater tubuh bagi para pengekor, bahwa teks teater bisa lahir dari apa saja, mulai dari sobekan koran, televisi, kursi, sepatu dan apa saja yang dekat, termasuk tubuh itu sendiri. Beberapa pihak yang latah menyebut gejala ini sebagai “teater eksperimental”, seolah-olah kalau menggunakan naskah drama tidak memungkinkan dilakukan eksperimen
Kalau memang tubuh sebagai pusat teater, celakanya kita tak pernah merumuskannya dengan berguru kepada kesenian lain yang juga mementingkan tubuh, seperti pantomim dan tari, agar paradigma teater ini segera mapan dan kaya. Apakah Teater2 di Surabaya bersedia mengambil peluang ini ? Dan yang juga tak kalah penting untuk dipertimbangkan, apakah teater tubuh akan diperhatikan tawarannya oleh masyarakat pendukung teater alias penonton teater alias konsumen teater?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar