Andhi Setyo Wibowo
Pentas studi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia sebuah perguruan tinggi swasta di Jombang berlangsung selama dua
hari, 7 dan 8 Juli 2018. Memainkan lakon Kethek Ogleng yang merupakan naskah
adaptasi dari cerita Panji. Kisah percintaan klasik antara Dewi Sekartaji
dengan Inu Kertapati dengan bumbu trik-trik politik perebutan kekuasaan di
Kerajaan Kadiri.
Pertunjukan berdurasi 90 menit ini juga merupakan upaya revitalisasi pertunjukan wayang topeng Jatiduwur. Sebuah sikap yang patut untuk mendapatkan apresiasi. Ditengah semakin meredupnya pamor pertunjukan tradisi, keberanian dan kesungguhan para mahasiswa ini untuk mengadakan riset (kembali) tentang wayang topeng Jatiduwur dan kemauan untuk mementaskannya saya rasa sangat pantas untuk mendapatkan apresiasi. Selain melakukan pementasan, hasil riset (kembali) wayang topeng Jatiduwur ini juga dirupakan sebuah buku " 7 Lakon Panji Kethek Ogleng ".
Pertunjukan
berlangsung di Aula sebuah sekolah. Sebuah lokasi yang jauh untuk bisa
dikatakan layak sebagai tempat pertunjukan kesenian. Namun lokasi yang apa
adanya ini tidak mengurangi keseriusan kawan-kawan untuk mempersiapkan panggung
pertunjukan. Apabila tidak malas, lain waktu akan saya tulis tentang kondisi
tempat pertunjukan kesenian yang ada di Jombang hehe...
Sebagai
kumpulan mahasiswa mata kuliah penyutradaraan yang ( mungkin ) ini adalah
proses berteater pertama bagi mereka, apa yang mereka tampilkan dipanggung bagi
saya sudahlah sangat memadai. Ada kecermatan dari sutradara sehingga bisa memunculkan
kekuatan aktor yang setara di atas panggung. Tak ada satu yang lebih menonjol
dibanding yang lain. Setara yang asyik hehe...
Tidak
banyak properti yang hadir di atas panggung. Sangat minimalis namun sangat
fungsional.Setting panggung yang minimalis justru memberikan nilai lebih pada
pertunjukan yang berlangsung. Saya ( sampai saat ini ) masih meyakini bahwa
para aktorlah yang bertanggungjawab untuk menghidupkan panggung. Segala macam
properti yang ada dipanggung berfungsi untuk mendukung "kerja" aktor.
Kehadiran properti dipanggung seharusnya tidak boleh "menenggelamkan"
keberadaan aktor. Harus ada keseimbangan antara kerja para aktor dengan kerja
penata panggung. Meski pada beberapa bagian ada "kebocoran" lampu
namun secara keseluruhan masih bisa dimaklumi.
Dengan
kualitas pertunjukan yang lumayan rapi, saya berpikir eman sekali apabila
pertunjukan ini berhenti sampai disini saja. Apabila memungkinkan terjadi
kolaborasi dari pemangku kebijakan kesenian di Jombang tentu akan sangat
menarik apabila pertunjukan ini juga dipentaskan di banyak tempat di Jombang.
Setelah upaya revitalisasi Besutan yang (boleh) dikatakan memberikan hasil yang
menggembirakan, tidak ada salahnya upaya yang sama dilakukan juga terhadap
wayang topeng Jatiduwur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar