BALADA SEGELAS KAHWA
1
Aku tahu bahwa pahit
Teronggok dalam cangkir sukma
hanya menunggu bedug malam
dengan terompah kayu dan bersalam
Aku tahu risau nan kelam
menggelepar dalam kamar samar
dan tak kukenal seraut kenang
tatkala mengetuk pintu pertama.
2
Mungkin adakah dendangsayang
dendang gebalau hari-hari cendawan
Sungguh, alangkah gawal
mendera ufuk tanpa sepeluk faal
Padahal bumiku punya pelatuk
juga bukan cancangan ufuk
bila lusa dituntut ujung telutsujud
3
Dengan mentari teramat pahit
aku gulung helai kain aksaramu
kendati kopi pun pahit. Cuma sehaluan
menyebut simpati pada bocah-bocah rimba
Aku menggapai sulur gadung
dan rebahan batang-batang lengkung
Tanda sebuah janji bakal pupus
ditunda oleh kemarau berpeluh
4
Dan alangkah sibuk dan suntuk
pedalaman benua di ini ufuk
Kala kita punya persinggahan barang dua bentar
seraya menengadah ke langit gemular
Aku biar segelas kahwa panas
aku teguk dalam pahitnya gemas
Seraya mencari sesuatu nan tercecer
Dari seberang menyebrang harungan
5
Lantas bertanyalah pada anak dolan
yang kini sanggup mengepuk matahari. Sepenggal tanya
sandar di dermaga selepas maghrib sekelupas
Dan aku akan minum kahwa panas
sebelum kembali bercakap keras
di beranda, sarat oleh tamu-tamu berdandan.
BALADA BRONJONG
1
Seakan peta tua lepas dari pigura
Begitu para anakmuda singgah dalam ziarah
Adakah sebuah belairung pengadilan
yang memulang ragu jiwa dan menghentaknya?
Asalkan diri bukan tersisih
asalkan bukan sebagai si Pahit Lidah
hanya meludahi pawang seribu
bakal mengantar sesosok pawang berderu
2
Bronjong seperti pajangan hayat
dan dari bianglala sana, Gusti
tertangkap oleh lipatan setangan
aduhai, pantai keramakhmanan, paduka
Lalu kabut menghalang lesu
pada kabar kawalan umur
pertanda justa pula yang dilembur!
3
Namun sebilik gubuk-gubuk duka
kau menggembalakan dukacita
Terkadang harus ada yang ditembangkan
pabila malam gading hadir sejangkah
Irama apa yang dideru gelisah, biyung
bronjong-bronjong bendungan lantung
niscaya kasih kesaksian satu
pada senda hari yang memuput
4
Mari,hidupkan pelitamu lagi
jikalau perjalanan menigas musibah, konon
tertukik dari laras senapang, tinggal sebendul lakon
Bagi kurungan dengan penghuni: serangkum
melagukan ketuk-kutuk duniawi
Barangkali ada yang diacungkan tibatiba
kalu si pungguk merobek bendungan
lantas masuk ke bronjong nan tersamar!
1
Aku tahu bahwa pahit
Teronggok dalam cangkir sukma
hanya menunggu bedug malam
dengan terompah kayu dan bersalam
Aku tahu risau nan kelam
menggelepar dalam kamar samar
dan tak kukenal seraut kenang
tatkala mengetuk pintu pertama.
2
Mungkin adakah dendangsayang
dendang gebalau hari-hari cendawan
Sungguh, alangkah gawal
mendera ufuk tanpa sepeluk faal
Padahal bumiku punya pelatuk
juga bukan cancangan ufuk
bila lusa dituntut ujung telutsujud
3
Dengan mentari teramat pahit
aku gulung helai kain aksaramu
kendati kopi pun pahit. Cuma sehaluan
menyebut simpati pada bocah-bocah rimba
Aku menggapai sulur gadung
dan rebahan batang-batang lengkung
Tanda sebuah janji bakal pupus
ditunda oleh kemarau berpeluh
4
Dan alangkah sibuk dan suntuk
pedalaman benua di ini ufuk
Kala kita punya persinggahan barang dua bentar
seraya menengadah ke langit gemular
Aku biar segelas kahwa panas
aku teguk dalam pahitnya gemas
Seraya mencari sesuatu nan tercecer
Dari seberang menyebrang harungan
5
Lantas bertanyalah pada anak dolan
yang kini sanggup mengepuk matahari. Sepenggal tanya
sandar di dermaga selepas maghrib sekelupas
Dan aku akan minum kahwa panas
sebelum kembali bercakap keras
di beranda, sarat oleh tamu-tamu berdandan.
BALADA BRONJONG
1
Seakan peta tua lepas dari pigura
Begitu para anakmuda singgah dalam ziarah
Adakah sebuah belairung pengadilan
yang memulang ragu jiwa dan menghentaknya?
Asalkan diri bukan tersisih
asalkan bukan sebagai si Pahit Lidah
hanya meludahi pawang seribu
bakal mengantar sesosok pawang berderu
2
Bronjong seperti pajangan hayat
dan dari bianglala sana, Gusti
tertangkap oleh lipatan setangan
aduhai, pantai keramakhmanan, paduka
Lalu kabut menghalang lesu
pada kabar kawalan umur
pertanda justa pula yang dilembur!
3
Namun sebilik gubuk-gubuk duka
kau menggembalakan dukacita
Terkadang harus ada yang ditembangkan
pabila malam gading hadir sejangkah
Irama apa yang dideru gelisah, biyung
bronjong-bronjong bendungan lantung
niscaya kasih kesaksian satu
pada senda hari yang memuput
4
Mari,hidupkan pelitamu lagi
jikalau perjalanan menigas musibah, konon
tertukik dari laras senapang, tinggal sebendul lakon
Bagi kurungan dengan penghuni: serangkum
melagukan ketuk-kutuk duniawi
Barangkali ada yang diacungkan tibatiba
kalu si pungguk merobek bendungan
lantas masuk ke bronjong nan tersamar!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar