Diana Ifrina Ernawati *)
http://one.indoskripsi.com/
Besik merupakan istilah yang dipakai oleh orang-orang Jawa Timur bagi anak-anak yang menawarkan jasa untuk membersihkan makam. Umumnya budaya ini muncul 2 sampai 4 hari menjelang bulan ramadhan dan dua hari raya (Idhul fitri dan Idhul Adha). Oleh karena itu sangat wajar jika pada makam- makam umum didaerah jawa timur seperti di daerah ngawi, magetan, madiun, nganjuk, lamongan, tuban dan lain-lain, menjelang bulan syawal mendatang akan terlihat anak-anak yang memegang sabit sembil menunggu peziarah yang menyuruhnya untuk membersihkan makam keluarga peziarah.
Secara historis, budaya besik muncul dari budaya ziarah kubur, dalam agama Islam budaya ziarah kubur hukumnya sunnah selagi tidak disalah gunakan untuk hal-hal yang menyebabkan kemusrikan. Penyebaran agama Islam oleh pada sunan yang kebanyakan mengunakan metode perpaduan budaya jawa dengan Islam menjadikan budaya ziarah kubur terlegistimasi oleh budaya jawa. Pemanjatan do’a bagi keluarga yang meninggalkan pada dasarnya adalah anjuran agama, sedangkan menebarkan bunga di maesan (jawa ; rumah rumahan kecil sebagai tanda), membersihkan makam adalah unsur budaya jawa.
Perpaduan antara dua budaya akan selalu memunculkan budaya baru, baik yang bersifat melengkapi budaya yang ada, mengantikan budaya lama maupun budaya yang berdiri sendiri. Seperti halnya budaya besik, budaya ini muncul atas perpaduan budaya jawa dan budaya agama, awalnya para peziarah kubur melakukan pembersihan makam keluarganya menjelang puasa atau lebaran. Hal ini dilakukan oleh para peziarah sendiri. Namun seiring perkembangan zaman dan tradisi, para peziarah lebih suka menyuruh orang lain untuk membersihkan makam keluarganya dan tentunya para peziarah akan memberikan upah kepada para pembesik atas jasa yang dilakukanya. Umumnya para pembesik adalah orang-orang pedesaan pinggiran makam, dan para pemakai jasa pembesik adalah keluarga yang ditinggalkan dan hidup di perkotaan dengan ekonomi yang berkecukupan.
Dalam perspektif agama Islam, budaya besik tidak sama sekali melanggar aturan dan hukum- hukum agama. Bahkan agama Islam menganjurkan untuk selalu menjaga dan hidup dalam kebersihan. Menurut Islam, kebersihan adalah sebagian dari iman. Artinya munculnya budaya besik merupakan salah satu wujud alpikasi nilai-nilai kebersihan. Selain itu dengan adanya besik ini akan membangun imed kepada masyarakat umum terhadap makam- makam Islam yang selama ini terkesan seram dan penuh dengan semak belukar.
Lain halnya dalam perspektif budaya jawa, budaya besik dalam satu sisi dianggap sebagai budaya komersialisasi, Sebelumnya dalam kehidupan masyarakat pedesaan masih kental dengan nilai-nilai gotong royong, sehingga untuk membersihkan kuburan adalah hal yang tidak harus dibayar. Akibat dari perkembangan kota baik secara fisik maupun tingkah laku dan sifat manusianya, maka terjadilah aliran budaya kota ke desa termasuk budaya komersialisme ini yang mampu menggeser nilai-nilai yang bersifat sosial dan perbuatan yang tanpa imbalan
Dalam proses interaksi antara masyarakat kota dengan masyarakat desa yang dalam hal ini antara peziarah kubur dengan para pembesik terjadi pengenalan nilai-nilai baru antara mereka. Budaya besik ini juga bisa dilihat sebagi media transformasi budaya yang akan membawa perubahan nilai-nilai yang dianut yang kemudian membawa pada perubahan sikap dan prilaku.
Pada saat ini daerah pinggiran kota ini lebih terlihat kota dalam artian perilaku dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan sosial budayanya. Hal ini terjadi karena interaksi yang berlangsung secara terus-menerus dan dalam waktu yang lama serta adanya perkembangan kota secara wilayah sehingga terjadi proses pengkotaan dari daerah pinggiran kota ini. Hingga saat ini besik telah dipahami sebagai mata pencaharian musiman oleh para pembesik. Dan sebaliknya bagi para peziarah kubur harus menyiapkan uang tambahan untuk para penjaja jasa itu apabila mereka malas untuk membersihkannya sendiri.
Dari uraian singkat di atas, sedikitnya ada dua hal menarik yang perlu di catat. Pertama, besik merupakan budaya yang lahir atas pertemuan atau percampuran dari dua unsur budaya yang telah ada. Dimana besik hadir atas tuntutan sebuah sistem budaya modern yang kompleks. Kedua, budaya besik mampu menjadi media pergeseran nilai dari masyarakat desa ke masyarakat kota dalam artian tingkah lagu dan pandangan hidup. Budaya uang ( komersialisme) yang dulunya hanya milik orang-orang kota telah mulai dianut oleh orang-orang pinggiran kota.
Dan sebagai akhir tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa dalam budaya besik muncul atas perpaduan antara budaya jawa dan agama, dalam perspektif agama tidak pernah adanya larangan terhadap budaya besik, bahkan budaya besik dianggap oleh Islam sebagai salah satu aplikasi dari penanaman nilai-nilai kebersihan. Namun bagi budaya jawa, besik telah menggeser budaya jawa yang melekat pada masyarakat pedesaan. Budaya besik dianggap telah menghilangkan nilai-nilai social masarakat pedesaan,
*) Penulis adalah Sekretaris Umum Komunitas Seni dan Budaya, “ Teater Galileo (TEGAL) ” Fakultas SAINTEK Universitas Islam Negeri Malang.
http://one.indoskripsi.com/
Besik merupakan istilah yang dipakai oleh orang-orang Jawa Timur bagi anak-anak yang menawarkan jasa untuk membersihkan makam. Umumnya budaya ini muncul 2 sampai 4 hari menjelang bulan ramadhan dan dua hari raya (Idhul fitri dan Idhul Adha). Oleh karena itu sangat wajar jika pada makam- makam umum didaerah jawa timur seperti di daerah ngawi, magetan, madiun, nganjuk, lamongan, tuban dan lain-lain, menjelang bulan syawal mendatang akan terlihat anak-anak yang memegang sabit sembil menunggu peziarah yang menyuruhnya untuk membersihkan makam keluarga peziarah.
Secara historis, budaya besik muncul dari budaya ziarah kubur, dalam agama Islam budaya ziarah kubur hukumnya sunnah selagi tidak disalah gunakan untuk hal-hal yang menyebabkan kemusrikan. Penyebaran agama Islam oleh pada sunan yang kebanyakan mengunakan metode perpaduan budaya jawa dengan Islam menjadikan budaya ziarah kubur terlegistimasi oleh budaya jawa. Pemanjatan do’a bagi keluarga yang meninggalkan pada dasarnya adalah anjuran agama, sedangkan menebarkan bunga di maesan (jawa ; rumah rumahan kecil sebagai tanda), membersihkan makam adalah unsur budaya jawa.
Perpaduan antara dua budaya akan selalu memunculkan budaya baru, baik yang bersifat melengkapi budaya yang ada, mengantikan budaya lama maupun budaya yang berdiri sendiri. Seperti halnya budaya besik, budaya ini muncul atas perpaduan budaya jawa dan budaya agama, awalnya para peziarah kubur melakukan pembersihan makam keluarganya menjelang puasa atau lebaran. Hal ini dilakukan oleh para peziarah sendiri. Namun seiring perkembangan zaman dan tradisi, para peziarah lebih suka menyuruh orang lain untuk membersihkan makam keluarganya dan tentunya para peziarah akan memberikan upah kepada para pembesik atas jasa yang dilakukanya. Umumnya para pembesik adalah orang-orang pedesaan pinggiran makam, dan para pemakai jasa pembesik adalah keluarga yang ditinggalkan dan hidup di perkotaan dengan ekonomi yang berkecukupan.
Dalam perspektif agama Islam, budaya besik tidak sama sekali melanggar aturan dan hukum- hukum agama. Bahkan agama Islam menganjurkan untuk selalu menjaga dan hidup dalam kebersihan. Menurut Islam, kebersihan adalah sebagian dari iman. Artinya munculnya budaya besik merupakan salah satu wujud alpikasi nilai-nilai kebersihan. Selain itu dengan adanya besik ini akan membangun imed kepada masyarakat umum terhadap makam- makam Islam yang selama ini terkesan seram dan penuh dengan semak belukar.
Lain halnya dalam perspektif budaya jawa, budaya besik dalam satu sisi dianggap sebagai budaya komersialisasi, Sebelumnya dalam kehidupan masyarakat pedesaan masih kental dengan nilai-nilai gotong royong, sehingga untuk membersihkan kuburan adalah hal yang tidak harus dibayar. Akibat dari perkembangan kota baik secara fisik maupun tingkah laku dan sifat manusianya, maka terjadilah aliran budaya kota ke desa termasuk budaya komersialisme ini yang mampu menggeser nilai-nilai yang bersifat sosial dan perbuatan yang tanpa imbalan
Dalam proses interaksi antara masyarakat kota dengan masyarakat desa yang dalam hal ini antara peziarah kubur dengan para pembesik terjadi pengenalan nilai-nilai baru antara mereka. Budaya besik ini juga bisa dilihat sebagi media transformasi budaya yang akan membawa perubahan nilai-nilai yang dianut yang kemudian membawa pada perubahan sikap dan prilaku.
Pada saat ini daerah pinggiran kota ini lebih terlihat kota dalam artian perilaku dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan sosial budayanya. Hal ini terjadi karena interaksi yang berlangsung secara terus-menerus dan dalam waktu yang lama serta adanya perkembangan kota secara wilayah sehingga terjadi proses pengkotaan dari daerah pinggiran kota ini. Hingga saat ini besik telah dipahami sebagai mata pencaharian musiman oleh para pembesik. Dan sebaliknya bagi para peziarah kubur harus menyiapkan uang tambahan untuk para penjaja jasa itu apabila mereka malas untuk membersihkannya sendiri.
Dari uraian singkat di atas, sedikitnya ada dua hal menarik yang perlu di catat. Pertama, besik merupakan budaya yang lahir atas pertemuan atau percampuran dari dua unsur budaya yang telah ada. Dimana besik hadir atas tuntutan sebuah sistem budaya modern yang kompleks. Kedua, budaya besik mampu menjadi media pergeseran nilai dari masyarakat desa ke masyarakat kota dalam artian tingkah lagu dan pandangan hidup. Budaya uang ( komersialisme) yang dulunya hanya milik orang-orang kota telah mulai dianut oleh orang-orang pinggiran kota.
Dan sebagai akhir tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa dalam budaya besik muncul atas perpaduan antara budaya jawa dan agama, dalam perspektif agama tidak pernah adanya larangan terhadap budaya besik, bahkan budaya besik dianggap oleh Islam sebagai salah satu aplikasi dari penanaman nilai-nilai kebersihan. Namun bagi budaya jawa, besik telah menggeser budaya jawa yang melekat pada masyarakat pedesaan. Budaya besik dianggap telah menghilangkan nilai-nilai social masarakat pedesaan,
*) Penulis adalah Sekretaris Umum Komunitas Seni dan Budaya, “ Teater Galileo (TEGAL) ” Fakultas SAINTEK Universitas Islam Negeri Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar