Wabah COVID 19 merupakan kasus yang mendunia; kepanikan, kesedihan, dan keprihatinan sangatlah dirasa oleh semua masyarakat. Untuk meminimalisir penyebaran virus, pemerintah membuat langkah dengan adanya lock down. Dikutip dari Cambridge, lock down diartikan sebagai sebuah situasi dimana orang tidak diperbolehkan masuk atau meninggalkan sebuah bangunan atau kawasan bebas, karena kondisi darurat. Bisa dibayangkan bukan? Bahkan kita tidak diperbolehkan keluar bangunan, bukan hanya pembatasan ke Luar Negeri.
Sanggupkah? Untuk sebagian orang memang dapat melakukan aktivitas di rumah, tapi banyak orang yang tak seberuntung itu untuk mendapatkan penghasilan, jika hanya berdiam di rumah.
Berdasarkan UU NO. 6 tahun 2018 tentang Karantina. Syarat karantina menurut UU No. 6 tahun 2018, ada beberapa macam & aturannya. Penentuan status darurat kesehatan nasional ditetapkan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden, yang diikuti dengan pembentukan satuan tugas untuk melakukan tindakan yang diperlukan mengatasi sebuah wabah penyakit, misalnya. Ada beberapa macam karantina menurut UU No. 6 tahun 2018. Ada karantina rumah, karantina wilayah, dan karantina rumah sakit.
Lalu ada pembatasan sosial? Sekolah dan kantor diliburkan, acara keagamaan dibatasi atau kegiatan berskalanya besar dibatasi. Ini yang minimal, lebih tinggi lagi misalkan penutupan toko dan mall, penutupan tempat hiburan yang banyak dikunjungi orang, atau tindakan apapun yang tujuannya mencegah orang banyak berkumpul. Namun orang-orang masih bisa berpergian, ke kantor, ke pasar, ke mall, ke dokter, ke rumah sakit, bahkan acara tertentu. Ada petugas yang akan menjaga supaya aturan tersebut dipatuhi.
Sejak 16 Maret 2020 pembelajaran on line di mulai, sangatlah menyedihkan bagi siswa dimana kondisi belajar harus on line dari rumah, sedang sarana prasarana tidak semua siswa memiliki. Belajar di rumah memang positif, jika diperkotaan, menjadi alasan untuk terus menjadi manusia 4.0 berbasis teknologi. Tapi, bagi masyarakat desa, tentu menyusahkan. Selain sinyal tidak stabil, biaya kuota internet jadi membengkak.
Meski sudah ada tayangan dari program TVRI, sebagian chanel televisi sulit dijangkau, gadget sebagai alat komunikasi pembelajaran di sebagian wilayah masih banyak yang belum memiliki, apalagi akses internet. Positifnya, belajar di rumah untuk orangtuanya pekerja pemerintah atau hidup di atas garis rata-rata khususnya di perkotaan, menjadikan waktu family time, tapi bagi masyarakat desa yang sehari-hari makan dari hasil sehari dicari, bagaimana? Tentu ini sebuah keputusan bagai pisau bermata dua, ada baiknya ada pula muzaratnya.
Perintah di rumah saja membuat orang mencari kesibukan dengan menonton, membaca atau hal lain. Memanfaatkan buku-buku PDF, yang tersebar dari group ke group, atau japrian bagi yang tak memiliki sarpras lengkap. Bagi yang sarpras yang tak memadai hal apa yang bisa dilakukan, sedang asupan ilmu dan tugas harus terselesaikan, disamping tugas mengajarkan hal pembiasaan anak di rumah.
Di Sekolah Dasar Negeri Menongo, Kecamatan Sukodadi, sejak awal Mei memiliki inisiatif dengan menerapan satu strategi gerakan literasi dengan Dobrakan Literasi Saat Lock Down dan Puasa Dengan Strategi“Bayar Nggawa”. Kepala sekolah Nasti’ah Enny Rahayu,S.Pd sangat mendukung strategi tersebut. Melihat betapa mirisnya beberapa keluhan wali murid tentang tugas-tugas anak yang bersifat on line. “Jangankan beli kuota internet bu, buat beli beras saja harus kerja di luar meski lock down”, ujar Ibu Whita salah satu wali murid. “ Bu, HP saya cuma satu, dibawah ayah kerja dan jam 09.00 malam baru datang, saya tiap ada tugas gabung dengan teman, padahal lock down harusnya kan tak boleh berkerumun”, ungkap M. Irwan siswa kelas lima.
Nastiah Eny Rahayu,S.Pd memaparkan “Metode bayar nggawa merupakan strategi gerakan literasi dalam pandemi COVID 19 ini. Pemanfaatan perpustakaan sekolah di tengah wabah tetap berlanjut. Adapun pelaksanaannya adalah wali murid secara terjadwal tiap kelas bisa meminjam buku yang ada di sekolah, disesuaikan dengan kebutuhan anak. Dalam satu minggu setiap wali murid diberi kesempatan dua kali meminjam, dengan jumlah buku sesuai aturan yang disepakati bersama. Misal kelas satu, buku bacaan sebanyak tiga jenis tiap minggu, untuk kelas atas empat sampai lima buku, karena asupan bahan bacaan lebih banyak sesuai materi yang diterimahnya.
Untuk mengembalikan buku yang sudah dibaca dan harus berganti buku bacaaan atau bahan ajar lain, bisa langsung datang ke perpustakaan sekolah dengan membawa buku yang telah selesai dibaca itu denga diistilahkan “Bayar”. Sedangkan buku baru yang dipinjam untuk berikutnya diistilahkan “Nggawa”. Sistem pelaksanaan kegiatan tersebut tak memaksa, jadi bersifat mana suka bagi wali murid yang membutuhkan bahan bacaan untuk putra putrinya”.
Pelayanan rama yang dilakukan petugas perpustakaan secara bergantian sesuai piket yang telah tersusun rapi, sehingga mempermudah pelayanan dan kepuasan dari wali murid. Alhamdulillah dengan strategi ini, asupan akan ilmu pengetahuan disaat pandemi virus corona dan saat bulan puasa, delapan puluh prosen terpenuhi. Ungkapan terima kasih sering terdengar dari beberapa wali muridm salah satunya Bu Whita yang selalu mendampingi putranya belajar selama masa Lock Down ini, “ Terima kasih bu, meski keterbatasan penggunaan gadget, putra saya tetap belajar, meski tidak punya kuota, tetap ada bahan bacaan untuk menambah wawasan”.
Kegiatan siswa di rumah selama beberapa minggu ini lumayan tak terasa begitu penat, karena ada bahan literasi yang mampu menumbuh kembangkan minat baca, dan guru secara berkala menugaskan kepada siswa menuliskan tentang buku yang sudah dibaca, menyebutkan inti sari dari buku yang dibacanya, disamping juga kirim foto ekspresi saat membaca di dampingi orang tua. Guru pun bisa sebagai tauladan hal ini, memberi contoh proses peminjaman, pemanfaatan sampai pengembalian buku ke perpustakaan sekolah. Sehingga tidak hanya pembuat strategi, tetapi juga pelaku strategi.
Setiap guru harus bisa berinovasi dalam hal ini, peran guru tidak terputus saat jarak dan waktu memisah proses belajar mengajar ketika pandemi, tetapi strategi harus selalu diterapkan demi majunya generasi penerus bangsa. Semoga wabah segera berakhir Aamiin...
Strategi aja mung diwacakna
mestine ya lakonana,
CORONA ndang minggato ben tentrem
pendidikane SDN Menongo.
Mei 2020
*) Nurul Komariyah, M.Pd., lahir 22 September 1985 di Dusun Bagel, Sumberagung, Sukodadi, Lamongan. Mengajar di SDN Sumberaji, Sukodadi, dan aktif di Kepramukaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar