Jumat, Januari 03, 2020

Menyangsikan Kesungguhan Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan (I,II,II)

Mempertanyakan cara penulisan Alur Alun Tanjidor, A.H. J Khuzaini
Nurel Javissyarqi *

I
Sebelum tanggal 12 Desember 2019, pria kelahiran Gresik yang kini menjadi warga Lamongan, A.H. J Khuzaini S.Hum., M. Pd. (Djennar), mendapat penghargaan atas buku terbarunya. Semalamnya, saya sudah peroleh beberapa lembar foto isi bukunya “Alur Alun Tanjidor” (AAT) yang dikirimkan Rakai. Sastrawan asli Gresik, Rakai Lukman, kurang-lebih menganggap penulis awalnya berupa hasil skripsi, menjadi sederajat asisten saja. Maka, sejauh apakah keterlibatan Djennar atas skripsinya Immaroh?

Djennar, setelah saya tag lewat paragraf (status fb) di atas, berkomentar: “Tinggal nunggu waktu diberi kesempatan saja sih. Ass itu. Asal Skripsi. Roudlotul Immaroh juga undanglah.” Jadi, istilah Ass bukanlah dimaksud asisten, tetapi “Asal Skripsi,” sembari membandingkan singkatan lain pada komentarnya berikut: “PBB. Perserikatan bangsa-bangsa. Partai bulan bintang. Persiapan baris berbaris. Hahah.” Sholihul Huda menanggapi dengan komentar: “Sekarang berbicara tentang istilah Ass, pembelaan saudara Djenar yg mengatakan Ass tersebut singkatan dari Asal Skripsi, hanya mengada-ada dari upaya membela diri, karena terdesak (alibi apapun yg dia katakan saya tidak percaya). Pada salah satu kesempatan di warkop pasar, karanggeneng (menjelang saya pulang ke Blora pada Bulan Juli 2019), mengatakan kepada saya bahwa asistennya adalah orang yang namanya tercantum dalam skripsi di atas, jadi Ass itu saya pertegas singkatan dari asisten (ada niat dibalik penggunaan kata singkatan ini, tujuannya memang agar pembaca menganggap itu singkatan dari asisten, untuk menjaga wibawa) salam tabik.”

Sebelum merantak jauh, saya anggap kegiatan yang dilakoni Djennar merupakan langkah terindah, kalau tak boleh dibilang perbuatan mulia. Karena tengah menyelamatkan hasil penelitian seseorang, dengan ditampilkannya berupa buku yang dapat dinikmati masyarakat lebih luas. Kita tahu, banyaklah prodak penelitian; apakah skripsi, tesis, disertasi, dan karya ilmiah lain yang ujung takdirnya mengenaskan sebagai barang kertas kiloan, meski ada sebagian diselamatkan pasar dan atau toko buku loak (bekas/murah). Namun, apakah yang dijalani Djennar termasuk jenis perbuatan menyerupai perangai menjiplak? Dan penulis pertama berkedudukan sebagai asisten? Apakah tidak terbalik, Djennar berkedudukan asisten daripada penulis skripsinya? Dalam salah komentar, Djennar mengatakan: “Artinya buku ini ditulis dua orang. Tapi nggak tau, kok saya yang dipanggil Perpustakaan Daerah.” M. Lutfi menanggapi: “Alhamdulillah, Kak Djenar dapat penghargaan atas kesabarannya nggarap buku hasil penelitian Skripsi.” Djennar dengan kerendahan hati ganjil menjawab: “Cuma ikut meluaskan hasil penelitiannya. Penulisannya bagus. Sayang, kalau tidak disebarluaskan melalui buku. Penghargaan mungkin bonus.” Di sini bukan mempersoalan siapa yang peroleh penghargaan. Namun, pencantuman nama penulis skripsi tertera Ass, itulah yang diperbincangkan.

Kita patut hargai perjuangan Djennar menjelmakan skripsi dijadikannya buku, tengok dua komentarnya berikut: 1. “Yang sungguh benar membantu ialah pegiat tanjidor itu sendiri. Setelah seniman memahami niat saya. Dia menyuruh saya menginap. Ada persoalan lain yang sebenarnya pingin saya utarakan terkait bagaimana buku ini ditulis. Tapi rasanya kurang elok di kolom komentar ini.” 2. “Judule opo ya. Antara skripsi bagus yang sayang gak disebarluaskan jadi buku. Antara pesanan perpustakaan daerah yang butuh dokumentasi kearifan lokal dan memberi uang lelah 1 juta rupiah.. Meski jauh dari kata cukup. Saya habis lebih dari 5 juta. Antara saya yang menganggap kesenian tanjidor sungguh hebat. Embuh man.”

II
Karena belum pegang bukunya, maka masih berupa potongan paragraf dari pepecahan komentar Djennar di status fb. Ada karya yang mulanya berangkat dari skripsi, lalu ditangan orang lain disulap menjelma novel atas nama novelisnya, ada yang berupa catatan sejarah dirombak jadi kisah penuh filosofis, ada pula yang digalinya lewat pengetahuan psikologi, dan pelbagai ragamnya. Kita mengetahui kisah Faust lebih tenar oleh Goethe, padahal riwayat tokoh protagonis dari legenda Jerman klasik tersebut berdasarkan tokoh sejarah Johann Georg Faust (1480–1540). Dan lakon Faust telah menjelma dasar-dasar keilmuan; karya susastra, artistik, sinematik, musikal; prosa, sandiwara, opera, ballet, film, musik klasik dan rupa-rupa lukisan. Di Indonesia, Hikayat Malin Kundang telah menjadi daya kreativitas para pengarang, ada yang dirupai landasan pemikiran filosofis, dileburnya dalam puisi, pula ditulis ulang oleh banyak sastrawan. Demikian juga perjuangan Pangeran Diponegoro, selain sang pahlawan mencatatnya sendiri riwayatnya berupa Babat, banyak jua terhayut menulis sejarahnya berupa novel, puisi, hingga seni rupa. Ini barangkali watak insan selalu belajar dalam kehidupannya, menyerapi segenap kandungan luhur temuan para leluhur demi tegaknya nilai kemanusiaan, makna kata bagi penjaga ingatan jaman dalam melawan virus lupa atau kesilapan. Hanya yang patut diperhatikan, bagaimana sikap pengarang penghadapi kisah, riwayat, karya seseorang, atau mendudukkan dirinya secara layak penuh pekerti, agar tidak timbul anggapan kurang baik, atau bisa mengurangi mentalitas kejujurannya dalam berkarya.

Sebab belum baca bukunya pula, kemarin saya bertanya kepada Rakai; “Apakah bahan yang diambil dari skripsi, masuk di satu bab buku ataukah keseluruhan?” Makanya, saya bersikeras meminta segera difotokan covernya, dan seperti ungkapan Rakai; buku “Alur Alun Tanjidor di Desa Lembor – Brondong - Lamongan (1952-2019),” berawal dari hasil skripsi yang berjudul “Sejarah Perkembangan Kesenian Tanjidor di Desa Lembor, Brondong, Lamongan, Jawa Timur,” yang dikeluarkan Fakultas Adab dan Humaniora di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya tahun 2017, atas nama Roudlotul Immaroh, Nim: A02213085. Djennar pun mengunggah lampiran foto isi buku, sambil berkomentar: “Artinya buku ini ditulis 2 orang kan Cak Sholihul Huda? Atau ada pendapat lain.” Di lembaran itu tertanda A.H Jenar Khuzaini, dibawanya (ass) Roudlotul Immaroh. Di sini cukup terbukalah bersikap, meskipun menaruh penulis pertama sebagai asisten (ass), yang bagi Djennar, istilah Ass bukanlah asisten, tapi “asal skripsi,” atau pada mulanya dari skripsi. Ini dapat dimaklumi, lantaran juga meneruskan penelitian itu dengan menemui para seniman tanjidor, sejenis mendata ulang yang dibaca, demi peroleh gambaran mendalam, mencari kabar terbaru dari tenggang waktu, tahun 2017 ke 2019.

Dan tekat yang dilayarinya mengambil bola atas pesanan Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan yang membutuhkan dokumentasi kearifan lokal dengan memberikan uang lelah 1 Juta Rupiah, yang dirasanya tidak cukup, sebab penelitiannya menghabiskan 5 Juta Rupiah lebih. Mungkin, yang terbersit di batinnya keinginan kuat mengabarkan pada khalayak umum, bahwa seni tanjidor juga bertumbuh di Lamongan (LA). Memang, saya pernah dengar adanya anggaran penulisan buku berupa dokumentasi khazanah kearifan lokal, dan soal kesanggupan Perpusda membeli 10 eksemplar buku setiap judulnya, seperti buku-buku lain yang terlahir dari para penulis LA. Ini timbul lantaran usulan saya saat Temu Penulis LA pertama, agar tidak hanya membeli buku terbitan luar saja, yang mulanya ditanggapi berasa keberatan dengan alasan keterbatasan anggaran. Dan saya tidak tahu persis jumlah buku yang sudah dibeli Perpusda atas karya putra-putri daerahnya, yang dimulai sekitar pertengahan tahun 2019.

III
Temu Penulis Lamongan Tahun 2018, itulah judul pertemuan para penulis awal yang saya ikuti, hari Rabo 18 Juli 2018 di Aula Cendekia, Dinas Perpustakaan Daerah LA, dengan mantab menghadirkan pembicara Mustakim, SS. M.SI. Waktu itu, pemateri mendongeng kesuksesan dirinya menjadi penulis sampai mampu beli rumah, mobil, dan entah apalagi. Tentu atas kebesarannya, kan peroleh pesangon berjuta-juta, logikanya begitu. Atau bisa jadi tak mau terima bayaran, lantaran berjihad menularkan keberhasilannya kepada para hadirin, sekitar 50 penulis yang datang. Dalam acara tersebut, setiap peserta peroleh uang jalan Rp. 100.000,- . Pada kesempatan itu pula, pihak Perpusda kisahkan beberapa jumlah anggarannya, tapi informasinya terkira ada keganjilan, makanya sepulang acara, saya membikin catatan di status fb. Namun terhenti setelah ngopi bareng di sudut kota bersama Alang, Herry, Syarif, Zehan, dan entah siapa lagi saya belum akrab, tertanggal 23 Juli 2018, intinya memberikan saran, agar tidak membuka kemungkinan buruk dari dalam, dan adanya upaya halus tidak bersikap keras demi kelanggengan arus literasi dengan dinas terkait. Karena penasaran, saya berjalan menuju pelukis Jumartono ditemani Zehan, setelah agak reda, pulanglah sambil membaca lagi corak peta karakter berkesenian di LA. Di waktu kesempatan lain, bersama Rodli TL berkunjung ke Perpusda untuk menawarkan acara bedah buku saya MMKI, barangkali rupa terhanyut gula-gula manis pemakaian gedung tanpa pungutan biaya. Namun, tanggal bulan yang sudah disepakati, diganti kegiatan lain tanpa pemberitahuan lebih dulu, mungkin penggantinya dari penulis yang sudah kaliber Nasional, dibandingkan saya.

Temu Penulis LA pertama membahas kemungkinan dihadirkannya wesbsite, di samping menentukan nama forum. Maka, ketika Temu Penulis LA ke 2 hari Rabu 31 Oktober 2018, melaunching Program Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) di tempat yang sama. Saya tidak hadiri di events tersebut, mungkin ada kegiatan lain yang sulit ditinggalkan, atau kecewa, sebab acara yang telah terjadwal gagal begitu mudah tanpa pekabaran, pun bisa jadi malu, seolah mengambil uang jalan semata. Menurut kabar dari Kanalindonesia.com, jumlah pesertanya 40 penulis. Di jalur whatsapp, Perpusda pernah membuat grup khusus para penulis LA, dan saya menyinggung gagalnya acara saya hingga grup WA sepi, lalu di hari lain Alang membuat grup WA FP2L, tapi tak lama kemudian saya keluar. Jadi, pekabaran temu penulis berlanjut terperolah dari facebook juga website, dikarena rajin memposting tulisan pula kegiatan kesusastraan di Lamongan serta kota-kota lain untuk mengisi blog-blog saya kelola. Temu Penulis Lamongan III (saya tuliskan berangka Romawi sesuai pamfletnya, yang berarti tidak sama dengan sebelumnya, bertulis angka 2), Kamis 25 April 2019. Di bannernya terpampang beberapa wajah penulis LA, rupa saya pun ada, tapi tak bisa datang oleh benturan kegiatan lain. Namun, bagi para penggerak dunia tulis-menulis pastilah tahu bukan sebab itu. Temu Penulis Lamongan IV, hari Kamis 12 Desember 2018, saya tak hendak datang juga, yang diantara kegiatannya memberikan penghargaan pada buku Alur Alun Tanjidor. Ke empat kali acara tersebut dilangsungkan di tempat yang sama, semacam ‘seng nduwe gawe’ Perpusda LA.

IV
Saya sudah pegang bukunya, tapi belum baca, apalagi mengkroscek skripsinya, belum. Namun secara sepintas dari obrolan bersama Djennar serta tampilan bukunya, ianya masih melakukan tindakan terbuka, misalkan tertera profil penulis dua orang, Djennar dan Immaroh. Hanya, yang dipersoalkan Rakai salah-satunya di hlm XV, yang seyognyanya tertulis tahun 1952-2017 keterangan skripsinya, bukannya 1952-2019, yang ini bisa ditafsirkan pelbagai macam. Ialah data penelitian yang bersangkutan hitungan waktu, jika mengsle sedikit tentu bisa fatal, yang dapat menghancurkan bangunan telah tersusun. Di situlah pentingnya kehati-hatian, baca berulang tidak mungkin dituntut cepat, seperti keinginan Rego S. Ilalang (Agus R. Subagyo) berharap segera rampung yang tengah saya kerjakan. Hampir diri ini dalam pola penulisan esai selamban mencipta puisi, contoh tulisan untuk Tengsoe sudah setahun lebih belum tuntas, padahal tinggal selangkah dan bukan termasuk kritik. Lamanya itu menimbang pelbagai kemungkinan sebelum dituliskan, menyingkap kabut masa lalu serta bayangan ke depan; efek, embas, atau menentukan kuda-kuda sebelum berhadap-hadapan adalah lahirnya teks ‘sedurung’ dipersaksikan. Di sini, saya kan tulis perjalanan ke Lembor dua hari lalu terlebih dulu:

Awalnya tiada niat ke sana, hanya hari itu ingin berjalan sekeluarga ke arah utara sampai pantai, sekadar ingin melihat pemandangan lepas bertemuanya laut - birunya langit. Di setiap perjalanan, ingatan selalu muncul; dari Dusun Pilang Tejoasri ke selatan dulu lalui Kawistolegi, lalu ke barat melewati tugu penanda gugurnya para pahlawan Perang Kemerdekaan (Agresi Militer II) tahun 1949, yang terletak di sisi selatan perempatan jalan menghubungkan beberapa desa sekitarnya. Ke selatan Desa Gumantuk, ke barat Maduran, dan Dempel (Desa Pangean), ke timur Kecamatan Karanggeneng, ke utara Pegendingan, dan Pringgoboyo. Tugu tersebut masuk wilayah Gumantuk, yang menyematkan beberapa nama; Soewoko (Kadet TNI), Widodo (Kopral TNI), Soekaeri (Kopral TNI), dan Lasiban (Kopral TNI). Patung Kadet Soewoko sendiri berdiri tegak di kota LA. Nama Desa Pringgoboyo, mengingatkan kisah Joko Tingkir, sang pendiri kerajaan Pajang mengarungi Bengawan Solo menggunakan rakit bertemu 40 ekor buaya, yang sebelumnya bertarung untuk dapat ditaklukkan. Lalu buaya-buaya tersebut mendampingi Mas Karebet dari hulu ke hilir Bengawan menuju Demak. Berikut ini petikan tembang Macapat Jawa Sigra Milir yang sudah umum terdengar di masyarakat: Sigra milir kang gethek sinangga bajul // kawan dasa kang njageni // ing ngarsa miwah ing pungkur // tanapi ing kanan kering // sang gethek lampahnya alon. Maknanya: Mengalirlah segera sang rakit didorong buaya // empat puluh penjaganya // di depan juga di belakang // tak lupa di kanan kiri // sang rakit pun meluncur pelan.

Kami terus ke utara lewati Kelurahan Blimbing, ini mengingatkan tahun 2004 - 2006, tempat langganan nyablon cover buku-buku stensilan saya yang pernah dikupas Indrian Koto. Tentu terkenang novelnya Hamka “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck,” sambil menuju barat Sedayu Lawas ke arah Pambon, berbelok kiri ke Lembor, tanah lahirnya novelis Mahfud Ikhwan, tepat Djennar meneliti tanjidor. Sepulangnya, saya sempatkan menjumpai kawan lama sewaktu di Jogjakarta, namanya Ranung, mahasiswa UMY angkatan 1995 dari Desa Dadapan, daerah tumbuhnya cerita rakyat Mbok Rondo Dadapan bersama putranya Ande-ande Lumut. Demikian suluran tembangnya yang terkenal:
Putraku Si Ande, Ande-ande Lumut // Temuruno, ono Putri kang unggah-unggahi // Putrine Ngger, kang ayu rupane // Klenthing Ijo iku kang dadi asmane // Duh Ibu, kulo dereng purun // Duh Ibu, kulo boten medun // Nadyan ayu, sisane Si Yuyu Kangkang.
Putraku Si Ande, Ande-ande Lumut // Temuruno, ono Putri kang unggah-unggahi // Putrine Ngger, kang ayu rupane // Klenthing Abang iku kang dadi asmane // Duh Ibu, kulo dereng purun // Duh Ibu, kulo boten medun // Nadyan ayu, sisane Si Yuyu Kangkang.
Putraku Si Ande, Ande-ande Lumut // Temuruno, ono Putri kang unggah-unggahi // Putrine Ngger, kang olo rupane // Klenthing Kuning iku kang dadi asmane // Duh Ibu, kulo inggih purun // Duh Ibu, kulo badhe medun // Nadyan olo, meniko kang Putri Sulung.

Musim kemarau panjang mengingatkan istilah Ketigo Landong di Gunung Kidul, pohon-pohon jati kering meranggas, masuk keluar hutan kadang susuri jalanan yang di kanan-kirinya pesawahan gersang, dan ketika roda kendaraan di Jalan Daendels, bersiaplah mata tertuju arah utara memandangi pantai melihat kejauhan gelombang. Sebelum masuk Lembor, melalui jalan berliku turunan curam, melintasi lereng hingga di kaki pebukitan Rahtawu yang bersimpan legenda pula atas namanya. Sekilas mata menyaksikan, rumah penduduk, bangunan sekolah, ada keterikatan guyub-rukun pemeluk organisasi keagamaan NU (Nahdlatul Ulama) dengan MD (Muhammadiyah); di sini para seniman tanjidor yang biasanya hanya dilestarikan warga NU, dirawat bersama warga MD. Buku AAT dikerjakan Djennar atas pijakan skripsinya Immaroh, dimulai selepas Temu Penulis LA ke 2, bulan Oktober 2018 sampai Agustus 2019. Meski tidak ketat menerus penggarapannya, seakan olah pikir rasa cukup berat; beberapa kali mencari data baru, wawancara, tentunya sudah akrab jalan dilalui, jalur terjal jalanan berliku. Melampaui musim-musim berganti, terik mentari, mendung menebal, pebekalan menipis, perut letih hingga menginap. Di balik itu, pada malam-malam melarut, siang suwong, lewati kehati-hatian memindahkan karya ilmiah menjadi tulisan enak dibaca; menambahkan berita, dan mengurangi sekiranya lebih nyaman dihidangkan. Djennar melakoni sampai ambang putusasa; bahan yang seolah sulit direkatkan, dibiarkan dalam tempo lama, lalu dilonggar waktu dibacanya lagi, masih belum temukan formula menjelma buku utuh. Namun tetap dirawatnya dengan kesabaran rupawan, harapannya seni tanjidor tersiar berkembang jauh tidak sekadar warisan mudah terlupakan jaman. Ketika dalam keadaan ciut nyali, dicarinya informasi ke Ujungpangka, Gresik, lalu peroleh kabar yang membuatnya girang menuntaskan yang sudah digumulinya berbulan-bulan hampir setahun, dan purnalah buku yang diimpikannya, mungkin.

September 2019, buku AAT diterbitkan Dinas Perpustakaan Daerah Kabupaten Lamongan dengan dicetak sejumlah 60 eksemplar (eks). Djennar peroleh uang lelah (istilahlah begitu, bukan dana penelitian) dari Perpusda 1 Juta Rupiah, dan 1 eks bukunya, jadi tidak bisa memberikan buku untuk Immaroh. Dikarena ingin memiliki hasil kerjanya lebih dari satu eks, maka uang satu juta tersebut dipakainya cetak ulang 60 eks lewat Penerbit Russa; 22 eks dihadiahkan kepada penduduk Lembor, sisanya dibagikan ke kawan-kawan, sanggar, sekolah, dan sebagian dijual. Bulan berikutnya, ada seorang tokoh memberikan uang untuk cetak AAT, dicetaklah 60 eks lagi (cetakan I, II, dan III, keterangan cetaknya sama pertama, hanya yang ketiga ada pengantar tokoh itu). Di akhir tahun Temu Penulis LA IV, Djennar peroleh Piagam Penghargaan dari Dinas Perpusda Kab. LA atas partisipasinya menulis buku Alur Alun Tanjidor, bernomor: 041/438.3/413.121/2019., dan perolah 1 eks buku, sehingga bisa memberikan kepada Immaroh, buku terbitan Perpusda LA. Kata Djennar, tidak hanya dirinya yang dapat piagam penghargaan, barangkali penulis lain melakukan semacamnya menjadi buku dipersembahkan ke Perpusda. Di waktu lain, Djennar bercakap-cakap dengan salah satu pegawai Perpusda, kurang-lebih menganggap dana beristilah uang lelah, tidak cukup kurang layak jikalau dilanjutkan. Mungkin ini yang mendasarinya berkata jujur, bahwa kegiatannya sudah menghabiskan lima juta rupiah lebih. Laksana cinta bertepuk sebelah tangan, putra-putri daerah berani berkurban kumpulan waktu himpunan tenaga sejumlah dana demi semaraknya literasi, tetapi pemerintah abai dengan menghadiahkan gula-gula pemanis buatan berupa piaga penghargaan tanpa uang. Jika putra-putri daerah tidak punya kecintaan pada tanah airnya, mungkinkan dinas pemerintah tampak gagah semarah mentereng? Atau teruslah merayakan jiwa-jiwa patriotik semangat kebangsaan, karena pemerintahan membutuhkan sokongan menginginkan tumbal, sebab mereka belum sanggup berkata merdeka.

V
Memasuki isi buku, saya tidak tahu persis ini kekeliruan penulis atau layouternya. Misalkan di halaman (hlm) 5, catatan kaki: 10 https://quraishshihab.com/article/islam-dan-seni/  Padahal keterangan pada angka 10 tidak merujuk pendapat M. Quraish Shihab, malah sepelasnya baru menuliskan tuturan Quraish sampai hlm 6. Dan di hlm enam juga penulis memahat kalimat “Menurut Profesor Quraish Shihab,... dst,” nyatanya itu sambungan dari atasnya, ini sejenis pengelabuhan seolah perkara sebelumnya bukan dari Quraish. Padahal tulisan Quraish dari hlm 5 sampai 9, yang di bawahnya ada catatan kaki: 11 Ibid (Penulisan Ibid ini benar, tapi keliru fatal, sebab awalnya tidak tepat. Penulisan Ibid di buku ini seluruhnya merujuk catatan kaki sebelumnya, dan atau sebab setelah kata Ibid, tidak menerangkan dari halaman mana, ataupula dari sumber mananya). Ibid merupakan singkatan dari Ibidem, berasal dari bahasa Latin yang berarti “berada di tempat yang sama.” Pada Bab I terdapat banyak kutipan yang catatan-catatan kakinya ambyar. Sedang Bab II, jasa Carik (Sekretaris Desa) Lembor Mbah Soen’an sangat bermakna, karena telah menulis sejarah desanya berupa lelembaran naskah, yang disalin dari cerita tutur pernah berkembang, dan ini menambah baik kehadiran buku. Namun wawancara yang diedarkan tidak menebarkan kecurigaan lain, sehingga tiada hadir kemungkinan jauh dalam pembacaan Lembor, misalkan cara pandang penduduk mengenai pendidikan, pandangan masyarakat terhadap perubahan jamannya, dibandingkan para penduduk di desa-desa sekitarnya.

Dalam Bab III, banyak melakukan pengaburan data separas kerancuan, tengok hlm 61, catatan kaki 63, sama dengan catatan kaki 68 hlm 64. Anehnya hanya perbedaan akses, Pukul 14 : 12 WIB, yang kedua 13 : 34 WIB, ini semacam oplosan ajaib. Yang paling fatal hlm 66 ke 67. Hlm 66, catatan kaki: 70 https://sportourism.id/history/letusan-krakatau-keramat-karam-dan-klenteng-tjo-soe-kong : ini tidak dapat diakses, dan 71 Ibid. Namun bisa ditelusuri di sini, sebab sumbernya sama http://www.triptrus.com/news/letusan-krakatau-kramat-karam-dan-klenteng-tjoe-soe-kong Fatalnya, paragraf berikutnya tidak nyambung dengan hlm 67 lalu 68, catatan kaki: 72 Ibid dan 73 Ibid. Sebab penasaran, saya menelusuri pada skripsinya, adanya dari http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3135/tanjidor : tidak bisa diakses (di skripsi diakses 14 Mei 2017), dan Djennar memperbaharui datanya pun tidak dapat diakses pada http tersebut (sepertinya tidak melakukan, hanya mengganti tahunnya saja 14 Mei 2019), tengok hlm 64. Namun dapat ditelusuri di sini https://jakarta.go.id/artikel/konten/4770/tanjidor (diposting hari Rabu, 01 Februari 2017 00:00 WIB). Maka Ibid 72 dan 73 pada buku AAT hlm 68 secara otomatis salah, sebab jumputan datanya bukan dari http “kedua” di atas, dan salah lagi kalau dirujuk catatan kaki 69 hlm 65, karena pengambilannya dari data http “kedua” terakhir. Atau Djennar malah mengacaukan sumber data skripsi. Di bawah inilah yang menjadikan awalnya saya janggal, baca paragraf hlm 67 buku AAT, skripsi hlm 57, kurang lebih sama:

“Selain berkembang di daerah Jakarta dan sekitarnya, ternyata kesenian ini juga berkembang dan tersebar di daerah-daerah luar Jakarta seperti daerah-daerah yang masuk dalam pembagian regional kebudayaan Jawa Islam Pesisir Kulon dan Pesisir Wetan menurut Koentjaraningrat. Daerah-daerah tersebut ialah daerah Indramayu, Cirebon, Pemalang, Pekalongan, Semarang, Demak, Kudus, Pati, Jepara, Rembang, Tuban, Gresik, dan Lamongan. Dengan keterangan, daerah Cirebon ke arah timur hingga ke daerah Demak masuk dalam regional kebudayaan Jawa Islam Pesisir Kulon, sedangkan daerah Demak ke arah timur hingga ke daerah Gresik dan Surabaya masuk dalam regional kebudayaan Jawa Islam Pesisir Wetan. Hal ini, dikarenakan para pemain pertama kesenian ini dulunya tidak berasal dari satu daerah saja, melainkan dari daerah-daerah lain di sepanjang Pulau Jawa. Bahkan kesenian ini berkembang di daerah Kalimantan Barat dan pernah berkembang juga di daerah Kalimantan Selatan. Berikut peta tematik persebaran kesenian tanjidor di sepanjang Pulau Jawa bagian utara yang masuk dalam pembagian regional kebudayaan Jawa Islam Pesisir Kulon dan Pesisir Wetan.”

Sumber aslinya tidak menyebut nama-nama kota lain, selain Jakarta, Cirebon, Tangerang, dan Indramayu, atau lewat tiupan ajaib bim salabim “menurut Koentjaraningrat,” muncullah kata-kata tersebut. Ini semacam upaya pencarian pembenaran, meski secara realitas tanjidor ada di kota-kota itu misalnya. Atau bentuk pengayaan dari sumber data seyogyanya tidak dioplos seenaknya, agar pihak yang meneliti tidak kecewa oleh kabar pengembangannya terlepas dari sumur keasliannya. Apakah http yang tidak bisa diakses mengunggah kebenaran skripsi, dan buku AAT? Saya sudah biasa kelola website sejak 2008, maka rujukan http yang saya sodorkan bisa dikonfirmasi ke admin websitenya, kalau pembaca ragu kebenaran berita postingannya. Dari penelusuran ke sini, terlihat mencoba menambah kabar, tapi terasa mengawang, disaat merujuk peta penyebaran tanjidor dari Jakarta ke Lembor, lihat hlm 68. Padahal atas kota-kota disebutkan itu, seyogyanya diberikan sedikit gambaran perkembangannya, sehingga logika maupun realitas terbangun dari teks yang disuguhkan, tidak ngambang serupa titel lagunya Gombloh, “Di angan-angan.” Dari hlm 69 ke akhir Bab III hlm 92, hasil wawancaranya sangat berarti bagi kemajuan data.

Buku AAT pernah diresensi oleh M. Riyadhus Solihin di koran Radar Bangsa 10-19 Desember 2019 bertitel “Alur Alun Tanjidor : Sebuah Usaha Permulaan Penulisan Kesenian Tradisional Rakyat yang Merdu.” Namun tanpa memberitakan mulanya dari skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2017 atas nama Raudlotul Immaroh, perempuan kelahiran Lembor 14 April 1995. Dan lantaran kritik ini meski baru slentingan di fb, pada 31 Desember 2019, Radar Bangsa kembali kabarkan buku AAT lewat judul “Tanjidor Lembor Meriahkan Festival Sunan Lesbumi PWNU Jatim 2019” dengan mendahulukan nama Raudlotul Immaroh, dilanjutkan A.H. J Khuzaini, yang seakan malah jadi asistennya.

Akhirnya, sebagai kritikus amatiran, saya tidak tega melucutinya satu-persatu setiap paragraf sambil melihat catatan kaki menelusuri sumbernya, jika merujuk sebuah karya bersebut pikiran pengarang bernama penulis. Maka, saya cukupkan dengan menghirup udara mengambil napasan besar, La haula wala quwwata illa billahil aliyil adzim. Bab IV hingga akhir buku ini, profil dua penulis hlm 163, anggaplah baik-baik saja. Di sini mungkin saya agak khawatir timbul lagi kecewa, atau maka bacalah tanpa merujuk sumbernya, dan sudahlah...

*) Pengelola website Sastra-Indonesia.com pemilik PustakapuJAngga.com yang tinggal di LA.
[Catatan ini pemantik bedah buku AAT pada tanggal 17 Januari 2020, di Sanggar Pasir, dengan alamat Mulyosari, Banyuurip, Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur].

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt