H Ikhsan Effendi*)
http://radarmojokerto.co.id/
Tulisan ini hanyalah persaksian penulis terhadap sebagaian kecil dari aktifitas KH Abdurrahman Wahid, bila dalam perbandingan hanyalah setitik debu di dalam makrokosmos bintang bintang. Namun pengalaman bersama Gus Dur penulis banggakan sepanjang masa. Mendengar dari dongeng Mbah saya tentang Tebuireng, tentang perjuangannya dan tentang karomahnya KH Hasym As`ary dari penyaksianya semenjak Mbah nyantri sampai mengabdikan hidupnya di Pondok Pesantren Tebuireng memformat pikiran saya untuk bisa mengabdi kepada Gus Dur.
http://radarmojokerto.co.id/
Tulisan ini hanyalah persaksian penulis terhadap sebagaian kecil dari aktifitas KH Abdurrahman Wahid, bila dalam perbandingan hanyalah setitik debu di dalam makrokosmos bintang bintang. Namun pengalaman bersama Gus Dur penulis banggakan sepanjang masa. Mendengar dari dongeng Mbah saya tentang Tebuireng, tentang perjuangannya dan tentang karomahnya KH Hasym As`ary dari penyaksianya semenjak Mbah nyantri sampai mengabdikan hidupnya di Pondok Pesantren Tebuireng memformat pikiran saya untuk bisa mengabdi kepada Gus Dur.
Penulis kagum dengan Gus Dur sama halnya dengan penghormatan warga NU terhadap kiai dan putra putrinya. Rasa ta`dlim itu bagaian dari budaya nahdliyin terhadap ulama atas jasa jasanya kiai yang memberi pengayoman batin di tengah tengah masyarakat. Kebetulan penulis pernah menjabat sekretaris MWC NU Diwek dan ikut menjadwal kegiatan pengajian rutin Selasa Legi (selapanan) bergiliran di setiap desa se-wilayah Kecamatan Diwek.
Diawali ziarah ke Wali Sembilan kemudian silaturahim ke Ciganjur setelah itu sering sowan dengan orang orang khusus yang menerima perintah Gus Dur. Hanya sekedar berbagi cerita kemudian ke PBNU dan selanjutnya berbicara tentang perkembangan terkini saat itu dan selalu seperti itu tiada yang terlalu istimewa.
Suatu ketika Gus Dur pulang dari Aceh atas undangan tokoh tokoh Aceh untuk mendoakan di kuburan masal korban sunami. Di waiting room Airport Juanda telah banyak yang sudah menunggu, kemudian Gus Dur datang dipandu oleh Cak Anam (Khoirul Anam ketua DPW PKB Jatim saat itu). Sambil bercanda dengan santai Gus Dur cerita bila setelah sunami di Aceh masih ada lima daerah yang kena musibah besar yaitu Madura, Jawa Timur, Jawa Barat, Jogjakarta, dan Sumatra. Karena penyampaian dengan santai dan joke joke lucu lainya, Khoirul Anam menimpali ''kalau di Madura sudah tidak ada sunami yang ada sunarti adiknya sunami". Tentu suasana jadi ger-geran seperti nggak ada yang serius. Kemudian bisa disaksikan empat bulan berikutnya, Jember banjir bandang, Pantai Pangandaran, Jogja, dan Jakarta.
Setiap kali bertemu Gus Dur sering menanyakan perkembangan daerah. Pertanyaan itu bukanlah khusus kepada penulis, hampir setiap tamu menceritakan hal yang sama tentang daerahnya masing-masing. Nah, di situlah Gus Dur memberi solusi beragam sesuai dengan isu daerahnya. Terkait kota Jombang nampaknya selalu diceritakan ketita Gus Dur masih mengajar di Tebuireng dan menceritakan tokoh tokoh kiai yang Alim Alamah dan pengalaman beliau mendampinginya.
Di suatu hari kami berkunjung ke kantor Gus Dur di PBNU bersama sama orang dekatnya, beliau terasa berkenan untuk ikut menata Jombang dan berharap ada yang bisa ikut berkompetisi di Pilkada Jombang. Setelah menyebut beberapa kali nama banyak orang yang dimaksud (maaf: termasuk nama saya) agar berani tampil di pemilihan Cabup-Cawabup. Penulis sampaikan kepada Gus Dur fakta dan realitas keberadaan Jombang yang sebenarnya. Yaitu ada tokoh yang lebih kuat dari partai lain yang akan memenangkan di pilkada nanti. Di luar dugaan Gus Dur menggebrak meja, ''Kalau berjuang tidak boleh seperti itu!! harus berani maju pasti menang". Takut bercampur rasa salah terkait apa yang penulis sampaikan kepada beliau, rasanya sudah tidak ada harapan bisa mendekat atau memperoleh kepercayaan lagi setelah dimarahi Gus Dur.
Beberapa bulan kemudian penulis ditelepon ajudan Gus Dur untuk hadir ke Jakarta tanpa diberitahu kegiatan apa di sana. Saking senang dan bangga kalau masih diperhatikan, padahal sudah tidak menyangka bisa bersenda gurau lagi seperti sebelumnya. Semenjak diberi SK caretaker DPC PKB Jombang kemudian SK Cawabup disusulkan pula Surat Rekomendasi berkoalisi dengan ketua Muslimat Jombang menjadikan kami sering lagi berpergian ke Ciganjur. Meski rasa hati pesimis bisa tampil di Pilkada Jombang tapi kami harus patuh dan berapresiasi atas ''titah" beliau KH Abdurrahman Wahid. Sebenarnya jabatan Ketua Umum Dewan Syuro PKB adalah terlalu kecil dan remeh bagi beliau. Saya melihat Gus Dur adalah guru bangsa yang berorientasi pada kesejahteraan yang inklusif. Beliau memperjuangkan HAM tiap manusia, dengan paradigma manusia adalah ciptaan Tuhan. Sehingga Gus Dur tidak membedakan agama dan ras, beliau memperlakukan sama bagi semua yang ditemuinya. Maka tepat sekali Gus Dur disebut sebagai bapak pluralisme.
Sempat kami curiga, bila Gus Dur ngotot mempertahankan jabatan di PKB maka ''Kebesarannya" akan tereduksi. Akhirnya baru penulis sadari ternyata urusan yang remeh remeh itu hanyalah untuk menyembunyikan diri ''tingkat kerahasiaan" Gus Dur di hadapan Allah. Sering beliau ceritakan kekonyolan Abu Nawas, tapi mengidolakan doanya yaitu "Wahai Tuhanku aku tiada pantas di surga-Mu, tetapi aku tiada kekuatan bila berada di neraka." Fatikhahnya Gus Dur 100 kali tiap hari ke Abu Nawas tentu mempunyai arti yang mendalam namun tidak bisa diungkap dengan akal. Sekarang banyak orang yang menyesali ketumpulan hati dirinya akibat tertutup mata hatinya memandang Gus Dur. Dianggapnya Gus Dur adalah orang ambisius, orang yang tidak realistis, orang yang dipengaruhi oleh pembisik, bahkan dianggap orang yang akan menghancurkan PKB. Astghfirullah...
Kini beliau telah menghadap Al-Kholiq dengan tenang diantar oleh segenap rakyat Indonesia dari semua golongan dan etnis. Ucapan belasungkawa mengalir deras dari seluruh penjuru dunia. Gema takbir dan iringan tahlil rasanya belum berhenti untuk memohonkan kepada Allah untuk ketenanganya di sisi-Nya. Kami masih sempat menunggui dan ikut merawat di RSUD Jombang pada Kamis 24 Desember 2009 bersama keluarga besar Gus Dur. Pesan Gus Dur kepada orang tertentu kalau hari Kamis 31 Desember 2009 agar dijemput di Tebuireng adalah gurauan dan kenyelenehan akhir yang ternyata beliau tunjukan kebenaranya. Selamat jalan Presiden Rakyat Allahu Yurhamukum "Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun".
*) Penulis adalah Komandan Banser Jombang
Diawali ziarah ke Wali Sembilan kemudian silaturahim ke Ciganjur setelah itu sering sowan dengan orang orang khusus yang menerima perintah Gus Dur. Hanya sekedar berbagi cerita kemudian ke PBNU dan selanjutnya berbicara tentang perkembangan terkini saat itu dan selalu seperti itu tiada yang terlalu istimewa.
Suatu ketika Gus Dur pulang dari Aceh atas undangan tokoh tokoh Aceh untuk mendoakan di kuburan masal korban sunami. Di waiting room Airport Juanda telah banyak yang sudah menunggu, kemudian Gus Dur datang dipandu oleh Cak Anam (Khoirul Anam ketua DPW PKB Jatim saat itu). Sambil bercanda dengan santai Gus Dur cerita bila setelah sunami di Aceh masih ada lima daerah yang kena musibah besar yaitu Madura, Jawa Timur, Jawa Barat, Jogjakarta, dan Sumatra. Karena penyampaian dengan santai dan joke joke lucu lainya, Khoirul Anam menimpali ''kalau di Madura sudah tidak ada sunami yang ada sunarti adiknya sunami". Tentu suasana jadi ger-geran seperti nggak ada yang serius. Kemudian bisa disaksikan empat bulan berikutnya, Jember banjir bandang, Pantai Pangandaran, Jogja, dan Jakarta.
Setiap kali bertemu Gus Dur sering menanyakan perkembangan daerah. Pertanyaan itu bukanlah khusus kepada penulis, hampir setiap tamu menceritakan hal yang sama tentang daerahnya masing-masing. Nah, di situlah Gus Dur memberi solusi beragam sesuai dengan isu daerahnya. Terkait kota Jombang nampaknya selalu diceritakan ketita Gus Dur masih mengajar di Tebuireng dan menceritakan tokoh tokoh kiai yang Alim Alamah dan pengalaman beliau mendampinginya.
Di suatu hari kami berkunjung ke kantor Gus Dur di PBNU bersama sama orang dekatnya, beliau terasa berkenan untuk ikut menata Jombang dan berharap ada yang bisa ikut berkompetisi di Pilkada Jombang. Setelah menyebut beberapa kali nama banyak orang yang dimaksud (maaf: termasuk nama saya) agar berani tampil di pemilihan Cabup-Cawabup. Penulis sampaikan kepada Gus Dur fakta dan realitas keberadaan Jombang yang sebenarnya. Yaitu ada tokoh yang lebih kuat dari partai lain yang akan memenangkan di pilkada nanti. Di luar dugaan Gus Dur menggebrak meja, ''Kalau berjuang tidak boleh seperti itu!! harus berani maju pasti menang". Takut bercampur rasa salah terkait apa yang penulis sampaikan kepada beliau, rasanya sudah tidak ada harapan bisa mendekat atau memperoleh kepercayaan lagi setelah dimarahi Gus Dur.
Beberapa bulan kemudian penulis ditelepon ajudan Gus Dur untuk hadir ke Jakarta tanpa diberitahu kegiatan apa di sana. Saking senang dan bangga kalau masih diperhatikan, padahal sudah tidak menyangka bisa bersenda gurau lagi seperti sebelumnya. Semenjak diberi SK caretaker DPC PKB Jombang kemudian SK Cawabup disusulkan pula Surat Rekomendasi berkoalisi dengan ketua Muslimat Jombang menjadikan kami sering lagi berpergian ke Ciganjur. Meski rasa hati pesimis bisa tampil di Pilkada Jombang tapi kami harus patuh dan berapresiasi atas ''titah" beliau KH Abdurrahman Wahid. Sebenarnya jabatan Ketua Umum Dewan Syuro PKB adalah terlalu kecil dan remeh bagi beliau. Saya melihat Gus Dur adalah guru bangsa yang berorientasi pada kesejahteraan yang inklusif. Beliau memperjuangkan HAM tiap manusia, dengan paradigma manusia adalah ciptaan Tuhan. Sehingga Gus Dur tidak membedakan agama dan ras, beliau memperlakukan sama bagi semua yang ditemuinya. Maka tepat sekali Gus Dur disebut sebagai bapak pluralisme.
Sempat kami curiga, bila Gus Dur ngotot mempertahankan jabatan di PKB maka ''Kebesarannya" akan tereduksi. Akhirnya baru penulis sadari ternyata urusan yang remeh remeh itu hanyalah untuk menyembunyikan diri ''tingkat kerahasiaan" Gus Dur di hadapan Allah. Sering beliau ceritakan kekonyolan Abu Nawas, tapi mengidolakan doanya yaitu "Wahai Tuhanku aku tiada pantas di surga-Mu, tetapi aku tiada kekuatan bila berada di neraka." Fatikhahnya Gus Dur 100 kali tiap hari ke Abu Nawas tentu mempunyai arti yang mendalam namun tidak bisa diungkap dengan akal. Sekarang banyak orang yang menyesali ketumpulan hati dirinya akibat tertutup mata hatinya memandang Gus Dur. Dianggapnya Gus Dur adalah orang ambisius, orang yang tidak realistis, orang yang dipengaruhi oleh pembisik, bahkan dianggap orang yang akan menghancurkan PKB. Astghfirullah...
Kini beliau telah menghadap Al-Kholiq dengan tenang diantar oleh segenap rakyat Indonesia dari semua golongan dan etnis. Ucapan belasungkawa mengalir deras dari seluruh penjuru dunia. Gema takbir dan iringan tahlil rasanya belum berhenti untuk memohonkan kepada Allah untuk ketenanganya di sisi-Nya. Kami masih sempat menunggui dan ikut merawat di RSUD Jombang pada Kamis 24 Desember 2009 bersama keluarga besar Gus Dur. Pesan Gus Dur kepada orang tertentu kalau hari Kamis 31 Desember 2009 agar dijemput di Tebuireng adalah gurauan dan kenyelenehan akhir yang ternyata beliau tunjukan kebenaranya. Selamat jalan Presiden Rakyat Allahu Yurhamukum "Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun".
*) Penulis adalah Komandan Banser Jombang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar