Imron Rosidi
http://indopos.co.id/
Prihatin Kebebasan Siswa Bikin Puisi Bertemakan Tata Krama dan Religius
Ada kebanggaan tersendiri bagi Heri Lamongan di hari guru dan HUT Korpri ke 87 lalu. Guru SDN Jetis IV Lamongan ini terpilih sebagai juara III penulis puisi anak tingkat nasional. Lebih bangga lagi, saat menerima hadiah dia bisa menatap langsung Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta.
Penampilannya kalem. Topi warna hitam selalu menjadi ciri khasnya. Itulah Heri Lamongan, seorang guru SD yang namanya juga sangat dikenal di dunia sastra. Lebih tepatnya, lelaki kelahiran 8 Mei 1959 ini dikenal sebagai penyair. Karyanya sastranya berupa puisi dan gurit sering menghiasi media massa lokal maupun nasional.
Berbagai kejuaraan pernah diraih. Beberapa di antaranya pernah terpilih sebagai juara menulis geguritan yang diselenggarakan oleh Sangar Triwida Tulungagung dan juara menulis puisi terbaik yang digelar oleh Sanggar Minum Kopi di Denpasar Bali. Saat itu pesertanya penyair se tanah air.
Tahun ini, penyair yang bernama asli Djuhaeri ini terpilih lagi sebagai penulis puisi anak terbaik nomor tiga tingkat nasional. Yaitu, dalam even sayembara penulisan naskah buku pengayaan yang diselenggarakan pusat perbukuan nasional di bawah naungan departemen pendidikan nasional yang diadakan dalam rangka hari guru dan HUT Korpi ke 63.
Prestasi Heri ini patut dibanggakan. Sebab, dia tercatat sebagai salah satu dari 51 dari 894 orang yang lolos seleksi. Sejumlah itu terdiri dari peserta penulis fiksi dan non fiksi yang juga masih lagi dipilah atas kategori penulisan puisi, prosa maupun naskah drama. ''Soal tingkatan pendidik juga dibedakan lagi, khusus guru SD, SMP dan SMA. Dari semua tingkatan itu dipilih masing-masing tiga orang,'' tuturnya.
Heri tidak menyangka bakal juara, meskipun juara III. Dia mengaku saingannya berat karena diikuti oleh penulis dari 31 propinsi se Indonesia. Termasuk persyaratannya, penaitia mewajibkan mengirim naskah puisi sebanyak 60 halaman. Tapi, dia kirim 70 halaman. Awalnya dia ikut juga hanya diberitahu teman. ''Teman saya memberitahu lewat email. Saat itu juga saya mencoba menulis,'' imbuh bapak tiga anak dari istri Ashabul Maemanah ini.
Sejumlah karya puisi anak yang dikirim Heri diberi judul Ibu Kota Bahasa. Kumpulan dari karya puisinya yang dilombakan karena setiap puisi yang ditulis selalu ada kata bahasa dalam setiap judulnya. Soal tema mengikuti aturan, yang tidak boleh melenceng dari tema tata krama, religius dan penguatan bangsa. Adapun puisi yang diikutkan lomba itu kebanyakan soal tata krama dan religius.
''Saya pilih tema itu karena saya berharap puisi itu mampu menjadi bacaan yang bermanfaat, khususnya untuk tameng perkembangan mental anak jaman sekarang yang cenderung diracuni dengan kebebasan,'' jelasnya.
Apalagi dengan adanya metode pendidikan konstruktifistik atau metode yang membebaskan siswa berbuat apa saja asal dinilai kreatif. Menurut Heri metode itu belum bisa diterapkan secara menyeluruh kepada siswa. Alasannya, murid cenderung berbuat semaunya hingga mengabaikan tata karma sekalipun itu terhadap guru. ''Istilahnya apa ya, jika murid dibebaskan seperti itu sepertinya dikasih hati ngrogoh rempelo. Kalau guru sampau marah atau bahkan memukul, pasti dikomplin wali murid,'' paparnya.
Untuk itu, dia berharap kumpulan puisi anak yang nantinya dijanjikan akan dicetak sebagai salah satu buku pegangan untuk pengayaan siswa minimal bisa dijadikan sebagai antisipasi kecenderungan murid karena kondisi perkembangan jaman.
Saat menerima hadiah, Heri diundang mengikuti upacara puncak peringatan di Indoor Tenis Senayan Jakarta yang dihadiri Presiden SBY. Bersamaan itu pula Bupati Lamongan, Masfuk juga mendapatkan angerah Satya Lencana Bidang Pembangunan Pendidikan.(*)
http://indopos.co.id/
Prihatin Kebebasan Siswa Bikin Puisi Bertemakan Tata Krama dan Religius
Ada kebanggaan tersendiri bagi Heri Lamongan di hari guru dan HUT Korpri ke 87 lalu. Guru SDN Jetis IV Lamongan ini terpilih sebagai juara III penulis puisi anak tingkat nasional. Lebih bangga lagi, saat menerima hadiah dia bisa menatap langsung Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta.
Penampilannya kalem. Topi warna hitam selalu menjadi ciri khasnya. Itulah Heri Lamongan, seorang guru SD yang namanya juga sangat dikenal di dunia sastra. Lebih tepatnya, lelaki kelahiran 8 Mei 1959 ini dikenal sebagai penyair. Karyanya sastranya berupa puisi dan gurit sering menghiasi media massa lokal maupun nasional.
Berbagai kejuaraan pernah diraih. Beberapa di antaranya pernah terpilih sebagai juara menulis geguritan yang diselenggarakan oleh Sangar Triwida Tulungagung dan juara menulis puisi terbaik yang digelar oleh Sanggar Minum Kopi di Denpasar Bali. Saat itu pesertanya penyair se tanah air.
Tahun ini, penyair yang bernama asli Djuhaeri ini terpilih lagi sebagai penulis puisi anak terbaik nomor tiga tingkat nasional. Yaitu, dalam even sayembara penulisan naskah buku pengayaan yang diselenggarakan pusat perbukuan nasional di bawah naungan departemen pendidikan nasional yang diadakan dalam rangka hari guru dan HUT Korpi ke 63.
Prestasi Heri ini patut dibanggakan. Sebab, dia tercatat sebagai salah satu dari 51 dari 894 orang yang lolos seleksi. Sejumlah itu terdiri dari peserta penulis fiksi dan non fiksi yang juga masih lagi dipilah atas kategori penulisan puisi, prosa maupun naskah drama. ''Soal tingkatan pendidik juga dibedakan lagi, khusus guru SD, SMP dan SMA. Dari semua tingkatan itu dipilih masing-masing tiga orang,'' tuturnya.
Heri tidak menyangka bakal juara, meskipun juara III. Dia mengaku saingannya berat karena diikuti oleh penulis dari 31 propinsi se Indonesia. Termasuk persyaratannya, penaitia mewajibkan mengirim naskah puisi sebanyak 60 halaman. Tapi, dia kirim 70 halaman. Awalnya dia ikut juga hanya diberitahu teman. ''Teman saya memberitahu lewat email. Saat itu juga saya mencoba menulis,'' imbuh bapak tiga anak dari istri Ashabul Maemanah ini.
Sejumlah karya puisi anak yang dikirim Heri diberi judul Ibu Kota Bahasa. Kumpulan dari karya puisinya yang dilombakan karena setiap puisi yang ditulis selalu ada kata bahasa dalam setiap judulnya. Soal tema mengikuti aturan, yang tidak boleh melenceng dari tema tata krama, religius dan penguatan bangsa. Adapun puisi yang diikutkan lomba itu kebanyakan soal tata krama dan religius.
''Saya pilih tema itu karena saya berharap puisi itu mampu menjadi bacaan yang bermanfaat, khususnya untuk tameng perkembangan mental anak jaman sekarang yang cenderung diracuni dengan kebebasan,'' jelasnya.
Apalagi dengan adanya metode pendidikan konstruktifistik atau metode yang membebaskan siswa berbuat apa saja asal dinilai kreatif. Menurut Heri metode itu belum bisa diterapkan secara menyeluruh kepada siswa. Alasannya, murid cenderung berbuat semaunya hingga mengabaikan tata karma sekalipun itu terhadap guru. ''Istilahnya apa ya, jika murid dibebaskan seperti itu sepertinya dikasih hati ngrogoh rempelo. Kalau guru sampau marah atau bahkan memukul, pasti dikomplin wali murid,'' paparnya.
Untuk itu, dia berharap kumpulan puisi anak yang nantinya dijanjikan akan dicetak sebagai salah satu buku pegangan untuk pengayaan siswa minimal bisa dijadikan sebagai antisipasi kecenderungan murid karena kondisi perkembangan jaman.
Saat menerima hadiah, Heri diundang mengikuti upacara puncak peringatan di Indoor Tenis Senayan Jakarta yang dihadiri Presiden SBY. Bersamaan itu pula Bupati Lamongan, Masfuk juga mendapatkan angerah Satya Lencana Bidang Pembangunan Pendidikan.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar