Ibnu Rusydi
http://www.tempointeraktif.com/
TEMPO Interaktif, Jakarta: Gelap, sunyi. Itulah yang dipaparkan pelukis Andy Dewantoro dalam 14 goresan tangannya dengan tema urban. Kata yang lekat dengan suasana hirup-pikuk itu tak membuat Andy berkutat dengan kesibukan dan lingkungan yang padat, ia justru menyodorkan suasana sepi.
Belasan lukisan itu hingga awal Desember bisa disimak di Galeri ARK, Jalan Senopati, Jakarta Selatan. Seniman berusia 34 tahun itu pun memberi judul sederet karyanya "Silent World". Dunia sunyi.
Dalam "Silent World", Andy membuat 13 karya di atas kanvas besar berukuran 180 x 240 sentimeter. Satu karya dibuat dalam satu set, terdiri atas 24 lukisan di atas kanvas bujur sangkar 40 sentimeter dengan judul "Glittering Blackness 4". Sesuai dengan judulnya, set lukisan itu menggambarkan potret elemen kota dalam warna yang gelap.
Obyek lukisan selalu dilengkapi cahaya, entah dari lampu merkuri di tepi jalan, gedung, atau rumah. Sejumlah lukisan seolah dilihat dari kamera dengan lensa tele. Misalnya potongan potret lampu merkuri dengan latar langit nan gelap.
Ada pula lanskap sebuah gedung, pucuk menara yang seolah disorot mendekat dengan kamera, dan potret sebuah rumah di tepi rawa dengan cahaya yang memantul di permukaan air. Semuanya hanya dikonstruksi dengan tiga warna utama: hitam, ungu, dan putih.
Pilihan warna minim dengan cat akrilik itu juga muncul di lukisan-lukisan pada kanvas besar. Misalnya pada "So Long Lonesome 2" dan "Sunny Day". Obyek kedua lukisan ini mirip, berupa bangunan persegi dengan pepohonan di sekitarnya. Cahaya dari bangunan menembus pepohonan itu. Andy dengan sengaja membiarkan jejak cat menetes ke bawah, yang tampak jelas pada "Sunny Day".
Menurut kurator Jim Supangkat, Andy memakai tanda-tanda umum kota dan sejumlah citra. Misalnya lampu merkuri yang memunculkan citra sore hari seperti saat pulang kerja. Begitu juga pada lampu rumah tua yang menyala. "Suasana temaram itu membangkitkan kesan horor," katanya.
Kesan horor dan sunyi itu terlihat pula pada karya "Don't Forget Me". Lukisan ini menggambarkan sebuah jalan yang menikung. Di latar belakangnya terlihat dua bangunan persegi dengan cerobong asap khas pabrik menyembul dari keduanya. Kesan horor muncul, selain disebabkan gelap, juga karena tak tampak adanya kehidupan di sana.
Absennya obyek hidup, seperti manusia penghuni kota ataupun burung-burung, juga terlihat di semua lukisan. Kata Jim, Andy memang melepaskan diri dari realitas kota. Ia tak hendak menyimpulkan kota ataupun membangun representasi suasana kota.
Pada sejumlah lukisan, Andy mengeksploitasi warna hitam. Hasilnya adalah dominasi gelap. Pada "Glittering Blackness 2", hampir seluruh lukisan terlihat hitam. Batas antara gedung di latar belakang dan pohon di latar depan terlihat samar. Perbedaan itu dibantu dengan cahaya lampu merkuri yang menembus dari sela-sela pepohonan.
Melalui ungkapan artistiknya, menurut Jim, Andy bukan mempersoalkan kota sunyi, tapi lebih dari itu, dunia sunyi. Bukan kota yang selalu ramai, tapi pola kehidupan yang tecermin pada kesibukan dan keramaian kota. Paradoks, sunyi hadir melalui tanda dan citra urban yang identik dengan hiruk-pikuk kesibukan.
"Dunia sunyi ini hadir dalam kehidupan orang yang kehilangan silaturahmi, bahkan dengan keluarga," kata Jim. Kesunyian yang hadir dalam jiwa para penghuni kota.
http://www.tempointeraktif.com/
TEMPO Interaktif, Jakarta: Gelap, sunyi. Itulah yang dipaparkan pelukis Andy Dewantoro dalam 14 goresan tangannya dengan tema urban. Kata yang lekat dengan suasana hirup-pikuk itu tak membuat Andy berkutat dengan kesibukan dan lingkungan yang padat, ia justru menyodorkan suasana sepi.
Belasan lukisan itu hingga awal Desember bisa disimak di Galeri ARK, Jalan Senopati, Jakarta Selatan. Seniman berusia 34 tahun itu pun memberi judul sederet karyanya "Silent World". Dunia sunyi.
Dalam "Silent World", Andy membuat 13 karya di atas kanvas besar berukuran 180 x 240 sentimeter. Satu karya dibuat dalam satu set, terdiri atas 24 lukisan di atas kanvas bujur sangkar 40 sentimeter dengan judul "Glittering Blackness 4". Sesuai dengan judulnya, set lukisan itu menggambarkan potret elemen kota dalam warna yang gelap.
Obyek lukisan selalu dilengkapi cahaya, entah dari lampu merkuri di tepi jalan, gedung, atau rumah. Sejumlah lukisan seolah dilihat dari kamera dengan lensa tele. Misalnya potongan potret lampu merkuri dengan latar langit nan gelap.
Ada pula lanskap sebuah gedung, pucuk menara yang seolah disorot mendekat dengan kamera, dan potret sebuah rumah di tepi rawa dengan cahaya yang memantul di permukaan air. Semuanya hanya dikonstruksi dengan tiga warna utama: hitam, ungu, dan putih.
Pilihan warna minim dengan cat akrilik itu juga muncul di lukisan-lukisan pada kanvas besar. Misalnya pada "So Long Lonesome 2" dan "Sunny Day". Obyek kedua lukisan ini mirip, berupa bangunan persegi dengan pepohonan di sekitarnya. Cahaya dari bangunan menembus pepohonan itu. Andy dengan sengaja membiarkan jejak cat menetes ke bawah, yang tampak jelas pada "Sunny Day".
Menurut kurator Jim Supangkat, Andy memakai tanda-tanda umum kota dan sejumlah citra. Misalnya lampu merkuri yang memunculkan citra sore hari seperti saat pulang kerja. Begitu juga pada lampu rumah tua yang menyala. "Suasana temaram itu membangkitkan kesan horor," katanya.
Kesan horor dan sunyi itu terlihat pula pada karya "Don't Forget Me". Lukisan ini menggambarkan sebuah jalan yang menikung. Di latar belakangnya terlihat dua bangunan persegi dengan cerobong asap khas pabrik menyembul dari keduanya. Kesan horor muncul, selain disebabkan gelap, juga karena tak tampak adanya kehidupan di sana.
Absennya obyek hidup, seperti manusia penghuni kota ataupun burung-burung, juga terlihat di semua lukisan. Kata Jim, Andy memang melepaskan diri dari realitas kota. Ia tak hendak menyimpulkan kota ataupun membangun representasi suasana kota.
Pada sejumlah lukisan, Andy mengeksploitasi warna hitam. Hasilnya adalah dominasi gelap. Pada "Glittering Blackness 2", hampir seluruh lukisan terlihat hitam. Batas antara gedung di latar belakang dan pohon di latar depan terlihat samar. Perbedaan itu dibantu dengan cahaya lampu merkuri yang menembus dari sela-sela pepohonan.
Melalui ungkapan artistiknya, menurut Jim, Andy bukan mempersoalkan kota sunyi, tapi lebih dari itu, dunia sunyi. Bukan kota yang selalu ramai, tapi pola kehidupan yang tecermin pada kesibukan dan keramaian kota. Paradoks, sunyi hadir melalui tanda dan citra urban yang identik dengan hiruk-pikuk kesibukan.
"Dunia sunyi ini hadir dalam kehidupan orang yang kehilangan silaturahmi, bahkan dengan keluarga," kata Jim. Kesunyian yang hadir dalam jiwa para penghuni kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar