John Joseph Sinjal
http://www.sinarharapan.co.id/
Dirot dianggap nekat karena datang ke Bali tanpa modal dana. Enam belas tahun lalu, ia memutuskan berkelana di Pulau Dewata hanya dengan kemampuan melukis otodidak. Dirot lalu dikenal sebagai pelukis bersuara kerakyatan, objek lukisannya antara lain pengamen, pemulung, hingga nelayan.
Jakarta – Sebagai wilayah pariwisata dunia, tentu belum lengkap bila pelancong tak pernah datang ke Bali. Pelancong mancanegara pun terkagum dan setuju menyebut Bali semacam pulau surgawi. Kehidupan berkesenian menjadi bagian dari kesan sakral itu.
Jangan heran, bila pebakat dan pelaku seni seakan sepakat menjadikan Bali selaku “daerah khusus” berkesenian dan pembentukan jati diri. Beberapa seniman bahkan “menjelma” lantaran citra keunikan Bali, dan bukan kebetulan jika mereka kemudian menjulang sebagai maestro. Sebutlah semisal tiga “nama asing” seperti Antonio De Blanco, Rudolf Bonnet dan Adrien Jean Le Mayeur.
Tetapi, jangan juga lupa bahwa sihir tradisi seni seputar Bali mampu membuka motivasi dorongan berkarya bagi pelukis siapa saja yang percaya bahwa provinsi pulau itu cocok sebagai “pusdiklat” (pusat pendikan dan pelatihan). Pelukis asal Indramayu (Jawa Barat), Dirot Kadirah adalah salah satunya.
Menurut riwayat kehidupannya, Dirot bahkan dianggap nekat karena datang ke Bali tanpa modal dana. Enam belas tahun lalu, ia memutuskan berkelana di Bali hanya dengan kemampuan melukis otodidak.
Keputusan nekat itu terpacu oleh keinginannya meningkatkan kebisaannya melukis. Selepas sekolah menengah atas, ia segera pergi ke Bali untuk memperdalam seni lukis pada pelukis maestro, Sudarso.
Terbukti memang bakat melukis Dirot sungguh luar biasa, karena sambil terus belajar ia mampu hidup mandiri dari menjual karya-karyanya ke sejumlah galeri di Bali. “Raksasa kecil” itu terbilang tancap gas menggenjot karier gemilang dengan berbagai kegiatan pameran lukisan nasional dan internasional.
Orang Indramayu ini “mengepal kekuatan lain”, bahwa wilayah Pantura (Pantai Utara) juga punya pergunjingan bersih atau tidak cuma dicibir oleh karena kasus perdagangan perempuan, dan pesta minuman keras yang membawa maut beberapa waktu lalu.
Lebih dari sekadar bisa melukis, Dirot pada ujungnya kini (sejak 1996) telah berketetapan untuk menjadi dirinya sendiri. Ia melukis sesuai isi hatinya. Pengamat seni rupa Agus Dermawan T memuji Dirot sebagai pelukis yang bersuara kerakyatan, karena keintimannya pada objek lukisan masyarakat akar rumput seperti pengamen, pemulung, buruh, pedagang asongan hingga nelayan.
Segala kemurnian identitasnya kian membentuk kuat saat ia kembali ke Indramayu. Di sana Dirot tetap melukis, namun sekaligus menjalani kodratnya selaku keturunan nelayan.
Rakyat Nelayan
Jelas sekali, pilihan sikapnya itu mengentalkan realitas baru dalam ketekunannya menggarap kehidupan nelayan sebagai objek utama lukisan-lukisannya. Jika Anda tak percaya, coba saja datang ke Galeri Nasional buat menyaksikan eksibisi seni lukis Dirot Kadirah bertajuk Negeri Para Pejuang yang berlangsung sejak Selasa (7/10) hingga Sabtu (11/10).
Baginya, pilihan mantap melukiskan kehidupan nelayan menjadi bagian sikap toleran Dirot terhadap para pejuang tersebut. Menurutnya, mereka (para nelayan) memahami apa sesungguhnya harus diperbuat bangsa ini dalam menjaga kekuatan ekonomi mandiri.
Sebab itulah, harap Dirot, kekayaan laut Indonesia menjadi sumber dana investasi yang patut dijaga dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Ragam warna karya lukisan Dirot berupa kehidupan nelayan dan ikan yang menghiasi dinding panel Galeri Nasional, terbilang tak sekadar berbicara keterampilan teknis sapuan kuas maupun guratan-guratan palet melalui media cat minyak di atas kanvas, serta kecenderungan mencermati pewarnaan seragam ataupun padu padannya. Akan tetapi, ternyata Dirot menyampaikan pesan sosial santun, yang menerjemahkan bagaimana kerasnya perjuangan nelayan mendukung ekonomi negeri ini.
Lautan ternyata tak hanya menjadi topangan kehidupan yang bersifat lumrah. Bagi nelayan, laut bisa membangun spirit perjuangan, harapan baru, entertainment, mimpi indah, harmonisasi keluarga, kekuatan fisik hingga tempat berekreasi.
http://www.sinarharapan.co.id/
Dirot dianggap nekat karena datang ke Bali tanpa modal dana. Enam belas tahun lalu, ia memutuskan berkelana di Pulau Dewata hanya dengan kemampuan melukis otodidak. Dirot lalu dikenal sebagai pelukis bersuara kerakyatan, objek lukisannya antara lain pengamen, pemulung, hingga nelayan.
Jakarta – Sebagai wilayah pariwisata dunia, tentu belum lengkap bila pelancong tak pernah datang ke Bali. Pelancong mancanegara pun terkagum dan setuju menyebut Bali semacam pulau surgawi. Kehidupan berkesenian menjadi bagian dari kesan sakral itu.
Jangan heran, bila pebakat dan pelaku seni seakan sepakat menjadikan Bali selaku “daerah khusus” berkesenian dan pembentukan jati diri. Beberapa seniman bahkan “menjelma” lantaran citra keunikan Bali, dan bukan kebetulan jika mereka kemudian menjulang sebagai maestro. Sebutlah semisal tiga “nama asing” seperti Antonio De Blanco, Rudolf Bonnet dan Adrien Jean Le Mayeur.
Tetapi, jangan juga lupa bahwa sihir tradisi seni seputar Bali mampu membuka motivasi dorongan berkarya bagi pelukis siapa saja yang percaya bahwa provinsi pulau itu cocok sebagai “pusdiklat” (pusat pendikan dan pelatihan). Pelukis asal Indramayu (Jawa Barat), Dirot Kadirah adalah salah satunya.
Menurut riwayat kehidupannya, Dirot bahkan dianggap nekat karena datang ke Bali tanpa modal dana. Enam belas tahun lalu, ia memutuskan berkelana di Bali hanya dengan kemampuan melukis otodidak.
Keputusan nekat itu terpacu oleh keinginannya meningkatkan kebisaannya melukis. Selepas sekolah menengah atas, ia segera pergi ke Bali untuk memperdalam seni lukis pada pelukis maestro, Sudarso.
Terbukti memang bakat melukis Dirot sungguh luar biasa, karena sambil terus belajar ia mampu hidup mandiri dari menjual karya-karyanya ke sejumlah galeri di Bali. “Raksasa kecil” itu terbilang tancap gas menggenjot karier gemilang dengan berbagai kegiatan pameran lukisan nasional dan internasional.
Orang Indramayu ini “mengepal kekuatan lain”, bahwa wilayah Pantura (Pantai Utara) juga punya pergunjingan bersih atau tidak cuma dicibir oleh karena kasus perdagangan perempuan, dan pesta minuman keras yang membawa maut beberapa waktu lalu.
Lebih dari sekadar bisa melukis, Dirot pada ujungnya kini (sejak 1996) telah berketetapan untuk menjadi dirinya sendiri. Ia melukis sesuai isi hatinya. Pengamat seni rupa Agus Dermawan T memuji Dirot sebagai pelukis yang bersuara kerakyatan, karena keintimannya pada objek lukisan masyarakat akar rumput seperti pengamen, pemulung, buruh, pedagang asongan hingga nelayan.
Segala kemurnian identitasnya kian membentuk kuat saat ia kembali ke Indramayu. Di sana Dirot tetap melukis, namun sekaligus menjalani kodratnya selaku keturunan nelayan.
Rakyat Nelayan
Jelas sekali, pilihan sikapnya itu mengentalkan realitas baru dalam ketekunannya menggarap kehidupan nelayan sebagai objek utama lukisan-lukisannya. Jika Anda tak percaya, coba saja datang ke Galeri Nasional buat menyaksikan eksibisi seni lukis Dirot Kadirah bertajuk Negeri Para Pejuang yang berlangsung sejak Selasa (7/10) hingga Sabtu (11/10).
Baginya, pilihan mantap melukiskan kehidupan nelayan menjadi bagian sikap toleran Dirot terhadap para pejuang tersebut. Menurutnya, mereka (para nelayan) memahami apa sesungguhnya harus diperbuat bangsa ini dalam menjaga kekuatan ekonomi mandiri.
Sebab itulah, harap Dirot, kekayaan laut Indonesia menjadi sumber dana investasi yang patut dijaga dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Ragam warna karya lukisan Dirot berupa kehidupan nelayan dan ikan yang menghiasi dinding panel Galeri Nasional, terbilang tak sekadar berbicara keterampilan teknis sapuan kuas maupun guratan-guratan palet melalui media cat minyak di atas kanvas, serta kecenderungan mencermati pewarnaan seragam ataupun padu padannya. Akan tetapi, ternyata Dirot menyampaikan pesan sosial santun, yang menerjemahkan bagaimana kerasnya perjuangan nelayan mendukung ekonomi negeri ini.
Lautan ternyata tak hanya menjadi topangan kehidupan yang bersifat lumrah. Bagi nelayan, laut bisa membangun spirit perjuangan, harapan baru, entertainment, mimpi indah, harmonisasi keluarga, kekuatan fisik hingga tempat berekreasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar