Penyair
-untuk herry-
Barangkali
Ketika sajak kau lepas
Dari kancing bajumu
Anginpun menusuk
Kaca jendelamu
Yang pengap
Bau sampah di depanmu
Menyulap kau jadi bisu
Tapi kilometer
Yang kita kejar bersama
Berubah jadi sungai sunyi
Memisah kita dari tepi ke tepi
Barangkali – kini –
Ketika sajak kau lepas
Dari resliting celanamu
Kita jadi tertawa
Untuk diri sendiri.
Lamongan, Pebruari 2002
Kuingin Rumah
Sebagai petualang telah kususuri ribuan sungai ribuan teka teki. Sebagai petualang aku perlu cahaya agar bisa kubedakan antara siang dan malam gelap dan terang.
Anch!
Ketika bulan mengendap di ujung trotoar seseorang malah menyodori aku kotak. “masuklah!” katanya sambil menunjuk sunyi.
Tibatiba kegelapan merajai negeri. Halilintar berdentuman dan kilat adalah pisau yang menusuk mata pedih. “hujan batu” teriak orang-orang.
Anch!
Semua orang malah keluar rumahnya sendiri membawa kotak. Semuanya tertawatawa mengambil batu dari langit. Yang belum penuh memenuhi kotaknya. Yang sudah penuh terus saja mengambil batu untuk dilempar ke orang lain. Mereka saling melempar. Semuanya bersimbah darah dan tertawatawa.
Aku terus saja berlari mencari rumah biar bisa kudekap rindu biar bisa kubuat puisi. “masukilah kotakku!” teriak yang satu, “miliku saja!” teriak yang lain sambil menyeka darahnya.
Jalanjalan akhirnya berubah jadi kotakkotak. Kotakkotak membatu.
Lamongan, 2002
Syair Hujan
Sekuntum kalelawar jatuh
di sakuku
Bercerita darah dan gerimis
yang belum juga reda
Tibatiba diambilnya tisu pelangi
yang akan kuberikan kepadamu
esok hari
“mengapa kau biarkan malam begitu lama!”
pintanya dengan tubuh penuh luka.
Lamongan, 271207
Masih Bisa
Masih bisa kumaknai cinta
pun saat kau peluk aku di ujung bau
sepatumu
Masih bisa kumaknai rindu
pun saat kau gambar api
di lazuardi matamu
Masih bisa kumaknai sunyi
pun saat kau lantakkan janji
di kantong celanamu
Masih bisa kumaknai nyanyi
pun saat kau tembakkan kentut
di hidungku?
Lamongan, 230408
Betapa Mahal Rindu
Betapa mahal rindu
Saat kata tak bisa lagi
mengurai makna
Kita pun jadi patungpatung
tanpa ngilu
tanpa biru
Hanya tomboltombol bisu
yang mengantarkan
kesombongan kita
kematian kita!
Lamongan, 2008
-untuk herry-
Barangkali
Ketika sajak kau lepas
Dari kancing bajumu
Anginpun menusuk
Kaca jendelamu
Yang pengap
Bau sampah di depanmu
Menyulap kau jadi bisu
Tapi kilometer
Yang kita kejar bersama
Berubah jadi sungai sunyi
Memisah kita dari tepi ke tepi
Barangkali – kini –
Ketika sajak kau lepas
Dari resliting celanamu
Kita jadi tertawa
Untuk diri sendiri.
Lamongan, Pebruari 2002
Kuingin Rumah
Sebagai petualang telah kususuri ribuan sungai ribuan teka teki. Sebagai petualang aku perlu cahaya agar bisa kubedakan antara siang dan malam gelap dan terang.
Anch!
Ketika bulan mengendap di ujung trotoar seseorang malah menyodori aku kotak. “masuklah!” katanya sambil menunjuk sunyi.
Tibatiba kegelapan merajai negeri. Halilintar berdentuman dan kilat adalah pisau yang menusuk mata pedih. “hujan batu” teriak orang-orang.
Anch!
Semua orang malah keluar rumahnya sendiri membawa kotak. Semuanya tertawatawa mengambil batu dari langit. Yang belum penuh memenuhi kotaknya. Yang sudah penuh terus saja mengambil batu untuk dilempar ke orang lain. Mereka saling melempar. Semuanya bersimbah darah dan tertawatawa.
Aku terus saja berlari mencari rumah biar bisa kudekap rindu biar bisa kubuat puisi. “masukilah kotakku!” teriak yang satu, “miliku saja!” teriak yang lain sambil menyeka darahnya.
Jalanjalan akhirnya berubah jadi kotakkotak. Kotakkotak membatu.
Lamongan, 2002
Syair Hujan
Sekuntum kalelawar jatuh
di sakuku
Bercerita darah dan gerimis
yang belum juga reda
Tibatiba diambilnya tisu pelangi
yang akan kuberikan kepadamu
esok hari
“mengapa kau biarkan malam begitu lama!”
pintanya dengan tubuh penuh luka.
Lamongan, 271207
Masih Bisa
Masih bisa kumaknai cinta
pun saat kau peluk aku di ujung bau
sepatumu
Masih bisa kumaknai rindu
pun saat kau gambar api
di lazuardi matamu
Masih bisa kumaknai sunyi
pun saat kau lantakkan janji
di kantong celanamu
Masih bisa kumaknai nyanyi
pun saat kau tembakkan kentut
di hidungku?
Lamongan, 230408
Betapa Mahal Rindu
Betapa mahal rindu
Saat kata tak bisa lagi
mengurai makna
Kita pun jadi patungpatung
tanpa ngilu
tanpa biru
Hanya tomboltombol bisu
yang mengantarkan
kesombongan kita
kematian kita!
Lamongan, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar