Sebagian isi Jurnal Sastra Timur Jauh I 2006, berlabel Belantara Sastra
(Komentar pada puisi-puisi di bawah ini ditulis oleh Nurel Javissyarqi)
Diantara tetesan Hujan
Evi Anggarini
Malam ini, lagi
hujan turun rintik meriak;
suaranya ku dengar agak enggan
memang.
Malam ini, lagi
terlalu dingin untuk dibasahi;
Jiwaku terbang pada entah,
aku mengatuk sangat.
21 Okto 2005
Di Balik Tirai Kudengar
Evi Anggarini
tik…tik…
krosak…krosak…
dan bunyi itu membuatku jengah
apalagi membawa kabar tak sedap,
ketika kubaca sebuah pesan
dan seketika itu aku kecewa.
21 Okto 2005
Chihh
Evi Anggarini
Ingin marah
bosan…
sendiri sunyi
dingin sekali,
kemana harus kucari
riak telaga hati.
20 Okto 2005
*Ia miliki daya permenungan kuat, hanya saja belum mengetahui daya kekuatannya, sehingga kadang terkesan biasa dimata pembaca. Judul; Di Balik Tirai Kudengar, sebenarnya bisa dimasukkan dalam bentuk “balada singkat.”
Ketika Nanti
Anis
Matahari separuh waktu
hilang sinarnya,
bulan berbintang sekarat,
langitpun robek agaknya.
Ketika nanti;
Mata air mengkristal
dedaunan hitam mewarna,
dan laut mendidih, dahsyat !
Senyum tiada lagi
dirantai besi.
Ketika nanti,
segenap hewan-hewan melata
nafasnya terhenti,
dan burung gagak berseru kematian
pada bumi yang kosong perutnya.
Ketika nanti,
sangkala Isrofil meniupkan suara-Nya.
*Meski belum sekuat penggiringannya (dramatikanya). Membaca puisi diatas, saya diingatkan puisi penyair yang dapat Nobel Kesusastraan 1996, Wislawa Syimborska yang berjudul Teroris-teroris yang Ia Lihat.
Sebungkus Pecel Saja
Anis
Mengucur peluh petani
habiskan sekian banyak pupuk
untuk sekepal nasi.
Siapa yang membuat pupuk dan menyalurkan air?
Butuh api dan panci masak,
Api butuh kayu dan sulut,
Panci masak butuh tukang panci,
Siapa yang membuat korek api dan panci masak?
Sebungkus pecel saja,
mengucurkan peluh petani cabe dan kacang,
butuh pupuk dan air juga,
butuh daun pisang atau kertas minyak,
butuh koran bekas.
Mengucur peluh penjual koran
dan penjual kertas minyak atau daun pisang.
Sebungkus pecel saja
Karet gelang tak mau ketinggalan
Dan….
hanya lima menit
aku melahap-nya.
*Membaca sajak di atas, saya teringat puisi-puisi sederhana yang menyimpan daya gugah kesadaran, semisal karya-karyanya Gus Mus.
Sekedar Berkabar Penat
Anis
Angin memainkan biola
diantara rerumputan
dan aku menyusup diantaranya.
(Sekedar berkabar penat)
yang tak terluap oleh waktu sesaat.
Aku berlalu
Kemudian entah….
Sebuah Sketsa; Dunia Cinta
Arric Novita
Biarkan ia tumbuh.
Setumbuh bunga yang sedang berkembang
dengan benihnya yang suci.
Biarkan kesucian itu sejati
sebab dengan sejatinya ia hidup.
Mati dan hilang
lalu kembali, hingga entah…
*Ia memiliki daya duga, saya sarankan terus membaca buku-buku, agar kelak bisa menujum seperti para pujangga di tanah Dwipa ini. Di puisi itu ia cukup memiliki daya kendali, jujur dan penuh muatan nalar.
jiKA Dia dAtaNG
D_Iefa
Jika ia datang, bulan pun mengembang
lengking seruling memanjat suara bintang
temani pejalan malam
tiada tempat singgahan.
Di dasar lembah mengembarai orang-orang malang
yang masih percaya tibanya keajaiban.
Segala telah jadi biasa di dunia
seperti isak perempuan pada kematian suaminya
hanya sebentar, esok lusa bakal kembali tertawa.
Kendati rembulan tenggelam pelan dipelukan awan
dan gerimis turun renyah sepanjang jalan,
tiada tempat untuk kau rehat,
hidup telah kita sumpahkan untuk kesiaan.
Maka teruskan langkahmu.
*Ia seperti Evi Anggarini, miliki daya renung, kekuatannya ada nuansa natural (mengalir) pada penciptaannya, sehingga pembaca bisa menikmati begitu gampang, meski ada beberapa perlu pahatan (pahatan saya maksud, pembuangan awalan dan akhiran yang kurang penting). Saya sarankan, agar karya setelah ditulis, diendapkan lebih dulu beberapa tempo hari atau bulan pun tahun, sehingga jika membaca di kemudihan hari, menemukan bentuk keseimbangan. Tapi puisi diatas sudah bagus.
pEreMPUan
D_Iefa
Adalah rindu dimana laut menemui pantai.
Dirahim siapa gerbang rahim terbuka,
dimana jiwa adalah kelembutan lumut hitam
dan kata-kata adalah sejuk rimbunan dedaun.
Pada tangan dan kabut perut siapa kaki langit terpaut,
waktu ku minta (langit), diberikannya tanpa awan,
adalah dendam dimana api mendapat lidah.
Di rahim siapa gerbang neraka membuka,
dimana harapan tak menemu lembaga,
kasih sayang hanya kesiaan.
Dan dimana kepedihan mengatasi duka,
tangan siapa mengendus-elus mesra.
Hati tak setia penuh biasa,
waktu kuminta padanya (langit),
disemburkannya ludah siksa.
*Kalau mengandalkan bakat, tak mungkin seusia dini mencapat derajat tertentu, bakat bukan hal satu-satunya mencapai kesuksesan, tapi ketekunan menyetiai penyelidikan diri berulang kali; perefisian dari bentuk sudah jadi (baku) bukan suatu tabu, pemenang Nobel Sastra 1908, Rudolf Christoph Euchen, melakukannya demi kesegaran jamannya.
Datangnya puisi bukan semacam turunnya wahyu tak boleh dimodifikasi. Dan saya belum pernah ketahui seorang penulis besar yang tiada sama sekali tidak merefisi karyanya. Kebanyakan yang tak mau merefisi (mungkin) merasa karyanya itu benar atau kebenaran turun dari langit, dan harus disampaikan utuh.
Ini biasanya terjadi pada pemula, menganggap semua kerjanya mulia lagi suci, walau pun itu bisa dibenarkan atas niat sucinya, juga bisa tidak kalau melihat lebih dalam lagi.
Apakah ayat-ayat kitab suci agama samawi di lauhul-mahfud berbahasakan Arab? Tidakkah bahasa kitab-kitab suci itu mengikuti tempat kenabiaannya seorang Nabi di bangsa mana serta bahasa apa.
Bukankah peralihan dari bahasa satu ke bahasa lain mengalami perubahan energi maksud, meskipun sedikit? Hanya karya-karya para Wali, yang menulis tanpa merefisi (Tuhan yang Maha Tahu).
Senyum-Mu
Yanti Nurhariyati
Lara rindu
membaur indahnya mentari
kala sinari wajahmu tersenyum malu
-menatapku.
Datang menyemput sendiri
ketika keceriaan menjadi bayanganku
dan ketika nestapa menjadi kerikil tajam.
Kau selalu ada,
tersenyum.
Saat bersamamu
lara rinduku hilang sekejap
membiar cinta mengalung
mengulum senyum.
*Ia cuman kirimkan sepucuk puisi tapi lumayan, hingga pucuk itu serupa bambu runcing menusuk jantungku, hehe
Irama Hati
Rizka Ervandini
Datang hidupku
menyambut wajah senyuman
awali hunian baru
dengan semangat cinta.
Ketika kau hadir di mataku
duka bahagia serta lara membaur
saat aku ada dan tiada
dan aku mati rasa
Sorot matamu tuntun aku
membalas cinta yang kau beri
maka hadirlah kau
sebening irama bahasa hati.
Langkahku masih bersama waktu
dan jelajahku masih panjang
*Sebuah kiasan sungguh indah: pindah rumah, jauh dari kekasih, dan disaat bertemu ia berkata; aku masih ingin lanjutkan cita-citaku, meski aku juga cinta.
Jadi saya teringat perkataan penulis Voltaire; manakala dicintai seorang perempuan cantik, segala masalah di dunia ini akan dapat diatasi, demikian konon sabda Zoroaster.
(penulis Prancis ini, berulang ganti nama hingga mungkin lusinan sebagai wujud permanian topeng. Karyanya mencapai ribuan judul, meski terlihat fiksi namun sarat muatan filosofis dan sejarah pergolakan dunia.
Kata kebanyakan penyelidik, ia salah satu pelopor terjadinya revolusi Prancis. Dalam karyanya, ia sering cantumkan “ini konon sabda Zoroaster, &ll” sebagai wujud sindiran pada penulis seangkatannya, yang ambil pandangan orang lain demi gagah-gagahan).
Sajak Kerinduan
Rahma
Aku. Rindu berpulang,
ketika masa lalu kukenang,
ditempat dimana aku berpacu
memadu dengan sang bayu.
Ricikan air menggaung
selusupi relung hatiku
seakan telanjangi hasratku kembali
awali masa lampau
Ada serpihan rindu dilembar biru
teralbumkan;
cerita hari bersamamu.
Ah…
Ada rasa menderu
mencabik serta mengoyak kalbu
hingga kakiku tak mampu berlalu.
Ku sadari sudah
aku ingin kembali
merajut kasih yang telah mati.
*Saya tidak menyangka, ternyata di Lamongan, sangat banyak orang-orang berbakat dan benar sungguh menghargai bakat. Semoga saja, mereka semua menjadi panutan bangsa demi hari esoknya. Tidakkah seperti aforisma; kata-kata lebih tajam dari pedang. Kata-kata pula yang sanggup menghindarkan dari peperangan dunia, kalau tidak percaya berarti tidak pernah baca sejarah.
Berserahku
Kismiatun
Dulu kuteringat
namun aku tak ingin semua mengikat;
beringin bebas tanpa takut menjerat.
Kini aku terasing
menyambut sepi menyingsing
bersama beku dan hampa merasuk
bagai malaikat menggiring penat-dingin
Tuhan…
aku hanya mampu berserah
dan aku berpasrah,
seluruh cinta kasihku
biar berlalu bersama kehendakmu.
*Membaca sajak di atas, saya ikut merinding, terlayanglah fikiran saya kepada sosok sufi wanita (kepenyairannya tak disengaja); Rabi’ah al-Adawiyah. Ia tidak kawin, (jangan ikuti dia soal itu), namun contohlah keimanannya yang sungguh menggelora, menggetarkan dunia.
Musafir
Kismiatun
Bergulirlah sang waktu,
dan engkau berjalan demi fikir.
Bulat tekatmu mengukir,
melawan maut yang bergilir
mencari cinta terakhir.
Tegar engkau musafir,
sedang badai hidup entah berakhir.
*Terus terang saya merasakan getaran lagi, jangan-jangan ia ahli dzikir dan fikir, sehingga jiwaku hawatir, membaca sajak itu mengingatkan pelabuhan akhir.
Resah Risalah
Kismiatun
Ketika sukma mulai lelah
ingin berdiri…ragaku pasrah,
seperti jasad ini mulai menyerah
seperti sesayap patah
meninggalkan aku seperti tiada gundah
entah…, hatiku telah goyah
Dan ketika alam lirih dalam gemuruh
ingin hati turut meluruh
seiring luruhnya dedaunan pun jatuh
senada angin bergoyang menghempas tubuh
menyambut segala rasa, bangkit dari rengkuh
entah…asa terhanyut… jauh pergi.
Kini hasrat ingin berlari mencari
ingin kuraih bersama seluruh hati
sebisa aku berlari…meski tertatih
sebisa aku mencari…meski tak kutemui nanti
menjadi jatian diri, Illahi
enggan…resah risalah hati kembali.
*Ya Allah ia sungguh memiliki kwalitas itu, menancapkan daya itu sampai ia sadari dayadinayanya, sehingga suatu saat nanti, kata-katanya setajam ribuan belati, menghunus fikiran dengki, dan nafsu terselubung nurani. Semoga ia mampu menyetiai amanah bakat yang diberi Sang Asih, dan aku turut mendoa, meski tak tahu kau siapa.
Sendiri
Kismiatun
Beku di embun ini pagi,
lekat tak mau pergi penatnya arti,
gemuruh suara air mengisi hampa ini;
hembusan sang kabut menepis rintih.
Bayang manis mengisi alam sunyi,
sekat wajahnya tak jera menggiring langkah diri.
Dan kembali…
bayangan jemari bius alam sunyi.
Sendiri…di peraduan ini
15 Maret 2004 tersudut,
terbawanya deru ini pagi,
terkikis jatuh daunan di sini;
Menyunggi mentari hati
yang tak kunjung terbit ini pagi.
13 Maret 2005.
Tragedi
Kismiatun
Bersama bening airmata darahku berlinang
dan sadarku terbang menerawang.
Pun, jeritku…
melihat benang kusut merenda setiap sekat
mendera dan membalut serpihan luka duka
yang kian mencerca insannya.
Saksi sejati lunturnya keangkuhan hambamu,
rapuh rengkuh jiwa dalam peringatan-Mu,
terkapar tiadaku berdaya;
merontah belas ampun-Mu
06 Sep 2004.
*Meski saya tak merasa merinding lagi, namun lumayan kuat. Tidakkah kadang merinding itu macam pertemuan awal, dan awal kesaksian ialah paling suci, semacam rindu tak menuntut balas.
Rasa 1
ID. Asmara
Rasa yang tak pernah kurasa sebelumnya
Rasa yang tak dirasa oleh yang dirasa
Sebuah rasa dari perasaan jiwa perasa
Tak ada yang merasakan rasaku
Hanya tuhan yang maha perasa
Yang merasakan rasaku
Oh… inilah rasa!
Rasa yang biasa dirasakan oleh setiap perasa
Hanya orang perasa
Yang bisa merasakan rasa yang terasa
Salam buat orang-orang perasa
Rasakanlah apa yang kau rasa
Rasa dari perasaan perasa
Semoga rasa itu tetap terasa
Sampai kita mati rasa.
Babat 9 Des 2004
*Permainan kata-kata pada sajak di atas, cukup mendekati keberhasilan. Hanya saja permainan kata atau mengindahkan kata, bukan hal wajib dalam puisi. Saya sadar ia cepat ambil kesimpulan, kurang suntuk tapi semoga ia tak kecewa meski hanya satu puisinya masuk di ini. Sebab dari namamu, menjanjikan kau kelak berhasil. Anggaplah ini cambukan untuk masa depanmu nanti, saya harap kau sungguh-sungguh. Kau memiliki energi besar, maka jangan disia-siakan itu.
Dusun Tercinta
Siti Musthiatin Nuriyah
Di atas rerumputan dusun kami tercinta;
hamparan sawah ladang, samudra hijau mewarna.
Cakrawala keindahan,
sangat mengalir dalam jiwa,
dedaun pun bergelombang, lalu kesunyian berdentang.
Akhirnya, dalam zaman ku tak paham
air bah membanjir, dusun kami tenggelam
kami di usir tanpa bertanya, mungkin nasib kami
adalah milik mereka,
sehingga sudah ditentukan harga jualnya.
Dan kami mengungsi sambil bertahan
minum air hujan, juga menanak bebatuan.
Sungguh malang nasib nian,
tapi kami selalu bersabar
menanti orang, suguhkan keikhlasan.
*Potret realitas alam yang sungguh baik. Memang bisikan alam tak bisa ditebak, namun lewat jalan penerimaan, kita lebih banyak pelajaran. Orang-orang biasanya tergiring atas kenyataan mencengangkan.
Orang Susah
Siti Musthiatin Nuriyah
Aku datang dari dusun
dan datang ke kota
agar bisa makan dan sekolah
tapi itupun susah bila ada di kota.
Memang aku ini orang tak punya;
tak punya rumah dan harta benda,
setiap hari aku mengamen bersama-sama.
(Apa ini bisa berubah?
Aku ingin seperti dia
aku ingin segalanya).
(Mulai kebutuhan pokok sampai mewah,
di sini terdapat bemo sampai mobil mewah,
bakso sampai pizza).
Di sini semua serba ada,
mungkin kutakbisa memilikinya
walau bekerja sampai lelah
tapi kutetap berusaha tidak putus asa.
Kusimpan uang yang tersisa
untuk biaya sekolah,
walaupun lama waktunya.
*Pemotretan realitas dalam bentuk sajak lewat kata-kata sederhana memang sulit, dan ini sebuah awal yang bagus. Pesan saya, banyaklah membaca, sebab kekuatan perubahan sosial ada dalam bingkai realita. Perteguhlah tancapkan keyakinan, meski banyak orang mencibir, sebab nilai keberhasilan bukan di hari sekarang, tapi esok harapan gemilang.
Bulan
Nuriatin
Bulan, bulan, si pembawa mimpi.
Walau engkau jauh di langit tak bertepi,
namun asal engkau tetap bersinar,
ku kan tetap memandangmu,
karena engkau sangat indah sekali.
*Penggabungan realitas dengan imaji itu harus dengan latihan sunggu-sungguh kalau ingin mencapai muatan nilai lebih. Bersungguhlah membaca karya orang lain, agar tahu keseriusan diri sendiri.
Cinta Di Sebran Sungai
Kasmining
Ku nanti hadirmu
dalam pelukan jiwa sunyi,
menyiksa kerinduan terdalam
terkikis oleh deburan ombak;
Arus membawa hasrat
luruh di muara kemesraan,
jemari angin memanggil
dengan hembusan bahasa cinta.
Lewat perjalanan jauh
kurindu belaian kasih.
Kini terhempas badai ke tepi sungai
tinggalkan bercak-cercak kenangan;
Sebuah keabadian cinta
terpahat di sarang kekasih
-yang hidupkan sukma,
sejak gelombang lenyap, disapu ketenangan.
Awal ramadhan 2004.
Pedagang Asongan;
Kasmining
Kau berjalan tanpa alas kaki
mencari apa semua orang cari,
biar keringat mengguyur tubuh
tak mampu leburkan hasratmu.
Lalulalang orang kau hampiri
dengan bekal sepatah kata,
lalu kau suguhkan
sesuatu bermakna bagi mereka.
Kau datang berwajah gundahgulana
saat tiada orang menolehmu,
namun keteguhan nurani
membawamu ke taman pagi.
25 Mei 2005
*Bersungguh-sunggulah, sebab orang cerdas sanggup dilampaui dengan yang tekun. Disegenap bidang, ketekunan membawa untung. Bacalah karya-kaya teman, dengan itu akan mengerti di mana kekuatan diri dan kekurangannya.
Semarak Valentine
Kasmining
14 Februari tepat!!!
Laksana hujan kasih sayang
lalu lalang dua sejoli bergandengan
mengumbar hasrat lama terpendam.
Wajah-wajah remaja,
nampak berbinar-binar
-menghiasi gemerlapnya malam;
tutur bahasa cinta, mengisi kesunyian.
Setangkai mawar merah
dipersembahkan untuk sang kekasih
sebagai tanda kesetiaan
dalam gelora kemesraan.
2005
*Perlambangmu sudah lumayan, namun sekali lagi; kerja keras memadukan makna dengan kejadian, kalau mencapainya tentu lebih mendapat tempat di hati pembaca.
Apa
Miskiatun
Apa salahku
apa dosaku
atas perbuatanku,
kulakukan padamu.
Itu semua karena diriku
-tak mampu menghampirimu,
tetesan airmataku sampai tanah airku.
Darah mengalir
mayat terkilir
sakit dadaku, hilang nafasku.
Jauhkan aku dari siksamu.
terangilah jiwaku, bersihkan hatiku
sampai darah tulangku.
31 Des 2004
Tibalah Cinta
Miskiatun
Kini saatnya cinta mulai datang
satu hati jiwa berdatangan
tak henti dalam bualan
bualan cinta yang begitu mendalam.
Jurangku dalam hidupnya
pelukku dalam cintanya,
cempaka bunga rahasia
menutupi aura tubuhnya.
Senja surya menanti,
nantikan kasih jauh dihati
tersiksa dalam jurangnya,
terombang ambingku karenanya.
*Yang memiliki energi penulisan lebih, namun ketika kontrol lemah, maka pemaknaannya bisa membuyar, bersungguhlah, sebab keberhasilan itu kenikmatan bathin tiada tara.
Pertama Kali
Kresna P
Pertama kali merasakan detak jantung yang berpaju
dengan begitu cepat,
membuat kaget sekaligus merinding
bahkan nyaris tak percaya.
Jantung inikah yang berdetak,
sedemikian kencangnya?
Seakan merasa letaknya berpindah;
keegoisan, keangkuhan, kesombongan
beserta ke ke ke
yang lain lenyap sudah,
semua hilang musnah,
pergi bersama kelegaan, dan sensasi hebat
-yang baru pertama terasa.
*Yang memiliki karakter, belum cukup kalau belum sampai menggedor jiwa, maka olahlah rasa pun, menentukan keberhasilannya.
Gelung Sutra
Kresna P
Gelung sutra;
senang, duka dan lara
melebur mencair menjadi satu,
-kekompakan dan pengertian-
Gelung sutra;
lamunan, fikir dan hayalan.
Dapatkah berhenti di sini?
rasa sayang, kasih dan dengki?
Entah ada entah tiada
sang sutra yang terdiam dalam kebisuan
melihat dunia serasa memuakkan.
Gelung sutra, cintaku tak berbalas.
Haruskah kuhancurkan diri?
Namun keindahan untuknya, gelung sutra
Akan kunyalakan cahaya surga
akan kupaksakan melihat,
indah arti kata kresna.
*Perlu dicamkan; kata-kata bukan benda, kalau ingin memasuki hati seorang wanita. Yang bicara dengan fikir diterima nalar, yang merangkai kembang kalbu, akan diterima lewat hati. Dan siapa cemburu bakal menuwai hantu, hehe
Putih
Aoyama Muhtajusy Kotaro Sinjhi
Putih…
engkau begitu suci dan baik
engkau tinggi bagaikan langit
engkau gembira di belakang.
Mengapa suka hidup di belakang?
Apa kau mengerti kehidupan di belakang?
Apakah ada ukuran hati nurani?
Engkau indah di pandang
membenahi kehidupan orang
engkau baik, engkau cantik, kau wanita
aku puja.
01-04-2004
(Komentar pada puisi-puisi di bawah ini ditulis oleh Nurel Javissyarqi)
Diantara tetesan Hujan
Evi Anggarini
Malam ini, lagi
hujan turun rintik meriak;
suaranya ku dengar agak enggan
memang.
Malam ini, lagi
terlalu dingin untuk dibasahi;
Jiwaku terbang pada entah,
aku mengatuk sangat.
21 Okto 2005
Di Balik Tirai Kudengar
Evi Anggarini
tik…tik…
krosak…krosak…
dan bunyi itu membuatku jengah
apalagi membawa kabar tak sedap,
ketika kubaca sebuah pesan
dan seketika itu aku kecewa.
21 Okto 2005
Chihh
Evi Anggarini
Ingin marah
bosan…
sendiri sunyi
dingin sekali,
kemana harus kucari
riak telaga hati.
20 Okto 2005
*Ia miliki daya permenungan kuat, hanya saja belum mengetahui daya kekuatannya, sehingga kadang terkesan biasa dimata pembaca. Judul; Di Balik Tirai Kudengar, sebenarnya bisa dimasukkan dalam bentuk “balada singkat.”
Ketika Nanti
Anis
Matahari separuh waktu
hilang sinarnya,
bulan berbintang sekarat,
langitpun robek agaknya.
Ketika nanti;
Mata air mengkristal
dedaunan hitam mewarna,
dan laut mendidih, dahsyat !
Senyum tiada lagi
dirantai besi.
Ketika nanti,
segenap hewan-hewan melata
nafasnya terhenti,
dan burung gagak berseru kematian
pada bumi yang kosong perutnya.
Ketika nanti,
sangkala Isrofil meniupkan suara-Nya.
*Meski belum sekuat penggiringannya (dramatikanya). Membaca puisi diatas, saya diingatkan puisi penyair yang dapat Nobel Kesusastraan 1996, Wislawa Syimborska yang berjudul Teroris-teroris yang Ia Lihat.
Sebungkus Pecel Saja
Anis
Mengucur peluh petani
habiskan sekian banyak pupuk
untuk sekepal nasi.
Siapa yang membuat pupuk dan menyalurkan air?
Butuh api dan panci masak,
Api butuh kayu dan sulut,
Panci masak butuh tukang panci,
Siapa yang membuat korek api dan panci masak?
Sebungkus pecel saja,
mengucurkan peluh petani cabe dan kacang,
butuh pupuk dan air juga,
butuh daun pisang atau kertas minyak,
butuh koran bekas.
Mengucur peluh penjual koran
dan penjual kertas minyak atau daun pisang.
Sebungkus pecel saja
Karet gelang tak mau ketinggalan
Dan….
hanya lima menit
aku melahap-nya.
*Membaca sajak di atas, saya teringat puisi-puisi sederhana yang menyimpan daya gugah kesadaran, semisal karya-karyanya Gus Mus.
Sekedar Berkabar Penat
Anis
Angin memainkan biola
diantara rerumputan
dan aku menyusup diantaranya.
(Sekedar berkabar penat)
yang tak terluap oleh waktu sesaat.
Aku berlalu
Kemudian entah….
Sebuah Sketsa; Dunia Cinta
Arric Novita
Biarkan ia tumbuh.
Setumbuh bunga yang sedang berkembang
dengan benihnya yang suci.
Biarkan kesucian itu sejati
sebab dengan sejatinya ia hidup.
Mati dan hilang
lalu kembali, hingga entah…
*Ia memiliki daya duga, saya sarankan terus membaca buku-buku, agar kelak bisa menujum seperti para pujangga di tanah Dwipa ini. Di puisi itu ia cukup memiliki daya kendali, jujur dan penuh muatan nalar.
jiKA Dia dAtaNG
D_Iefa
Jika ia datang, bulan pun mengembang
lengking seruling memanjat suara bintang
temani pejalan malam
tiada tempat singgahan.
Di dasar lembah mengembarai orang-orang malang
yang masih percaya tibanya keajaiban.
Segala telah jadi biasa di dunia
seperti isak perempuan pada kematian suaminya
hanya sebentar, esok lusa bakal kembali tertawa.
Kendati rembulan tenggelam pelan dipelukan awan
dan gerimis turun renyah sepanjang jalan,
tiada tempat untuk kau rehat,
hidup telah kita sumpahkan untuk kesiaan.
Maka teruskan langkahmu.
*Ia seperti Evi Anggarini, miliki daya renung, kekuatannya ada nuansa natural (mengalir) pada penciptaannya, sehingga pembaca bisa menikmati begitu gampang, meski ada beberapa perlu pahatan (pahatan saya maksud, pembuangan awalan dan akhiran yang kurang penting). Saya sarankan, agar karya setelah ditulis, diendapkan lebih dulu beberapa tempo hari atau bulan pun tahun, sehingga jika membaca di kemudihan hari, menemukan bentuk keseimbangan. Tapi puisi diatas sudah bagus.
pEreMPUan
D_Iefa
Adalah rindu dimana laut menemui pantai.
Dirahim siapa gerbang rahim terbuka,
dimana jiwa adalah kelembutan lumut hitam
dan kata-kata adalah sejuk rimbunan dedaun.
Pada tangan dan kabut perut siapa kaki langit terpaut,
waktu ku minta (langit), diberikannya tanpa awan,
adalah dendam dimana api mendapat lidah.
Di rahim siapa gerbang neraka membuka,
dimana harapan tak menemu lembaga,
kasih sayang hanya kesiaan.
Dan dimana kepedihan mengatasi duka,
tangan siapa mengendus-elus mesra.
Hati tak setia penuh biasa,
waktu kuminta padanya (langit),
disemburkannya ludah siksa.
*Kalau mengandalkan bakat, tak mungkin seusia dini mencapat derajat tertentu, bakat bukan hal satu-satunya mencapai kesuksesan, tapi ketekunan menyetiai penyelidikan diri berulang kali; perefisian dari bentuk sudah jadi (baku) bukan suatu tabu, pemenang Nobel Sastra 1908, Rudolf Christoph Euchen, melakukannya demi kesegaran jamannya.
Datangnya puisi bukan semacam turunnya wahyu tak boleh dimodifikasi. Dan saya belum pernah ketahui seorang penulis besar yang tiada sama sekali tidak merefisi karyanya. Kebanyakan yang tak mau merefisi (mungkin) merasa karyanya itu benar atau kebenaran turun dari langit, dan harus disampaikan utuh.
Ini biasanya terjadi pada pemula, menganggap semua kerjanya mulia lagi suci, walau pun itu bisa dibenarkan atas niat sucinya, juga bisa tidak kalau melihat lebih dalam lagi.
Apakah ayat-ayat kitab suci agama samawi di lauhul-mahfud berbahasakan Arab? Tidakkah bahasa kitab-kitab suci itu mengikuti tempat kenabiaannya seorang Nabi di bangsa mana serta bahasa apa.
Bukankah peralihan dari bahasa satu ke bahasa lain mengalami perubahan energi maksud, meskipun sedikit? Hanya karya-karya para Wali, yang menulis tanpa merefisi (Tuhan yang Maha Tahu).
Senyum-Mu
Yanti Nurhariyati
Lara rindu
membaur indahnya mentari
kala sinari wajahmu tersenyum malu
-menatapku.
Datang menyemput sendiri
ketika keceriaan menjadi bayanganku
dan ketika nestapa menjadi kerikil tajam.
Kau selalu ada,
tersenyum.
Saat bersamamu
lara rinduku hilang sekejap
membiar cinta mengalung
mengulum senyum.
*Ia cuman kirimkan sepucuk puisi tapi lumayan, hingga pucuk itu serupa bambu runcing menusuk jantungku, hehe
Irama Hati
Rizka Ervandini
Datang hidupku
menyambut wajah senyuman
awali hunian baru
dengan semangat cinta.
Ketika kau hadir di mataku
duka bahagia serta lara membaur
saat aku ada dan tiada
dan aku mati rasa
Sorot matamu tuntun aku
membalas cinta yang kau beri
maka hadirlah kau
sebening irama bahasa hati.
Langkahku masih bersama waktu
dan jelajahku masih panjang
*Sebuah kiasan sungguh indah: pindah rumah, jauh dari kekasih, dan disaat bertemu ia berkata; aku masih ingin lanjutkan cita-citaku, meski aku juga cinta.
Jadi saya teringat perkataan penulis Voltaire; manakala dicintai seorang perempuan cantik, segala masalah di dunia ini akan dapat diatasi, demikian konon sabda Zoroaster.
(penulis Prancis ini, berulang ganti nama hingga mungkin lusinan sebagai wujud permanian topeng. Karyanya mencapai ribuan judul, meski terlihat fiksi namun sarat muatan filosofis dan sejarah pergolakan dunia.
Kata kebanyakan penyelidik, ia salah satu pelopor terjadinya revolusi Prancis. Dalam karyanya, ia sering cantumkan “ini konon sabda Zoroaster, &ll” sebagai wujud sindiran pada penulis seangkatannya, yang ambil pandangan orang lain demi gagah-gagahan).
Sajak Kerinduan
Rahma
Aku. Rindu berpulang,
ketika masa lalu kukenang,
ditempat dimana aku berpacu
memadu dengan sang bayu.
Ricikan air menggaung
selusupi relung hatiku
seakan telanjangi hasratku kembali
awali masa lampau
Ada serpihan rindu dilembar biru
teralbumkan;
cerita hari bersamamu.
Ah…
Ada rasa menderu
mencabik serta mengoyak kalbu
hingga kakiku tak mampu berlalu.
Ku sadari sudah
aku ingin kembali
merajut kasih yang telah mati.
*Saya tidak menyangka, ternyata di Lamongan, sangat banyak orang-orang berbakat dan benar sungguh menghargai bakat. Semoga saja, mereka semua menjadi panutan bangsa demi hari esoknya. Tidakkah seperti aforisma; kata-kata lebih tajam dari pedang. Kata-kata pula yang sanggup menghindarkan dari peperangan dunia, kalau tidak percaya berarti tidak pernah baca sejarah.
Berserahku
Kismiatun
Dulu kuteringat
namun aku tak ingin semua mengikat;
beringin bebas tanpa takut menjerat.
Kini aku terasing
menyambut sepi menyingsing
bersama beku dan hampa merasuk
bagai malaikat menggiring penat-dingin
Tuhan…
aku hanya mampu berserah
dan aku berpasrah,
seluruh cinta kasihku
biar berlalu bersama kehendakmu.
*Membaca sajak di atas, saya ikut merinding, terlayanglah fikiran saya kepada sosok sufi wanita (kepenyairannya tak disengaja); Rabi’ah al-Adawiyah. Ia tidak kawin, (jangan ikuti dia soal itu), namun contohlah keimanannya yang sungguh menggelora, menggetarkan dunia.
Musafir
Kismiatun
Bergulirlah sang waktu,
dan engkau berjalan demi fikir.
Bulat tekatmu mengukir,
melawan maut yang bergilir
mencari cinta terakhir.
Tegar engkau musafir,
sedang badai hidup entah berakhir.
*Terus terang saya merasakan getaran lagi, jangan-jangan ia ahli dzikir dan fikir, sehingga jiwaku hawatir, membaca sajak itu mengingatkan pelabuhan akhir.
Resah Risalah
Kismiatun
Ketika sukma mulai lelah
ingin berdiri…ragaku pasrah,
seperti jasad ini mulai menyerah
seperti sesayap patah
meninggalkan aku seperti tiada gundah
entah…, hatiku telah goyah
Dan ketika alam lirih dalam gemuruh
ingin hati turut meluruh
seiring luruhnya dedaunan pun jatuh
senada angin bergoyang menghempas tubuh
menyambut segala rasa, bangkit dari rengkuh
entah…asa terhanyut… jauh pergi.
Kini hasrat ingin berlari mencari
ingin kuraih bersama seluruh hati
sebisa aku berlari…meski tertatih
sebisa aku mencari…meski tak kutemui nanti
menjadi jatian diri, Illahi
enggan…resah risalah hati kembali.
*Ya Allah ia sungguh memiliki kwalitas itu, menancapkan daya itu sampai ia sadari dayadinayanya, sehingga suatu saat nanti, kata-katanya setajam ribuan belati, menghunus fikiran dengki, dan nafsu terselubung nurani. Semoga ia mampu menyetiai amanah bakat yang diberi Sang Asih, dan aku turut mendoa, meski tak tahu kau siapa.
Sendiri
Kismiatun
Beku di embun ini pagi,
lekat tak mau pergi penatnya arti,
gemuruh suara air mengisi hampa ini;
hembusan sang kabut menepis rintih.
Bayang manis mengisi alam sunyi,
sekat wajahnya tak jera menggiring langkah diri.
Dan kembali…
bayangan jemari bius alam sunyi.
Sendiri…di peraduan ini
15 Maret 2004 tersudut,
terbawanya deru ini pagi,
terkikis jatuh daunan di sini;
Menyunggi mentari hati
yang tak kunjung terbit ini pagi.
13 Maret 2005.
Tragedi
Kismiatun
Bersama bening airmata darahku berlinang
dan sadarku terbang menerawang.
Pun, jeritku…
melihat benang kusut merenda setiap sekat
mendera dan membalut serpihan luka duka
yang kian mencerca insannya.
Saksi sejati lunturnya keangkuhan hambamu,
rapuh rengkuh jiwa dalam peringatan-Mu,
terkapar tiadaku berdaya;
merontah belas ampun-Mu
06 Sep 2004.
*Meski saya tak merasa merinding lagi, namun lumayan kuat. Tidakkah kadang merinding itu macam pertemuan awal, dan awal kesaksian ialah paling suci, semacam rindu tak menuntut balas.
Rasa 1
ID. Asmara
Rasa yang tak pernah kurasa sebelumnya
Rasa yang tak dirasa oleh yang dirasa
Sebuah rasa dari perasaan jiwa perasa
Tak ada yang merasakan rasaku
Hanya tuhan yang maha perasa
Yang merasakan rasaku
Oh… inilah rasa!
Rasa yang biasa dirasakan oleh setiap perasa
Hanya orang perasa
Yang bisa merasakan rasa yang terasa
Salam buat orang-orang perasa
Rasakanlah apa yang kau rasa
Rasa dari perasaan perasa
Semoga rasa itu tetap terasa
Sampai kita mati rasa.
Babat 9 Des 2004
*Permainan kata-kata pada sajak di atas, cukup mendekati keberhasilan. Hanya saja permainan kata atau mengindahkan kata, bukan hal wajib dalam puisi. Saya sadar ia cepat ambil kesimpulan, kurang suntuk tapi semoga ia tak kecewa meski hanya satu puisinya masuk di ini. Sebab dari namamu, menjanjikan kau kelak berhasil. Anggaplah ini cambukan untuk masa depanmu nanti, saya harap kau sungguh-sungguh. Kau memiliki energi besar, maka jangan disia-siakan itu.
Dusun Tercinta
Siti Musthiatin Nuriyah
Di atas rerumputan dusun kami tercinta;
hamparan sawah ladang, samudra hijau mewarna.
Cakrawala keindahan,
sangat mengalir dalam jiwa,
dedaun pun bergelombang, lalu kesunyian berdentang.
Akhirnya, dalam zaman ku tak paham
air bah membanjir, dusun kami tenggelam
kami di usir tanpa bertanya, mungkin nasib kami
adalah milik mereka,
sehingga sudah ditentukan harga jualnya.
Dan kami mengungsi sambil bertahan
minum air hujan, juga menanak bebatuan.
Sungguh malang nasib nian,
tapi kami selalu bersabar
menanti orang, suguhkan keikhlasan.
*Potret realitas alam yang sungguh baik. Memang bisikan alam tak bisa ditebak, namun lewat jalan penerimaan, kita lebih banyak pelajaran. Orang-orang biasanya tergiring atas kenyataan mencengangkan.
Orang Susah
Siti Musthiatin Nuriyah
Aku datang dari dusun
dan datang ke kota
agar bisa makan dan sekolah
tapi itupun susah bila ada di kota.
Memang aku ini orang tak punya;
tak punya rumah dan harta benda,
setiap hari aku mengamen bersama-sama.
(Apa ini bisa berubah?
Aku ingin seperti dia
aku ingin segalanya).
(Mulai kebutuhan pokok sampai mewah,
di sini terdapat bemo sampai mobil mewah,
bakso sampai pizza).
Di sini semua serba ada,
mungkin kutakbisa memilikinya
walau bekerja sampai lelah
tapi kutetap berusaha tidak putus asa.
Kusimpan uang yang tersisa
untuk biaya sekolah,
walaupun lama waktunya.
*Pemotretan realitas dalam bentuk sajak lewat kata-kata sederhana memang sulit, dan ini sebuah awal yang bagus. Pesan saya, banyaklah membaca, sebab kekuatan perubahan sosial ada dalam bingkai realita. Perteguhlah tancapkan keyakinan, meski banyak orang mencibir, sebab nilai keberhasilan bukan di hari sekarang, tapi esok harapan gemilang.
Bulan
Nuriatin
Bulan, bulan, si pembawa mimpi.
Walau engkau jauh di langit tak bertepi,
namun asal engkau tetap bersinar,
ku kan tetap memandangmu,
karena engkau sangat indah sekali.
*Penggabungan realitas dengan imaji itu harus dengan latihan sunggu-sungguh kalau ingin mencapai muatan nilai lebih. Bersungguhlah membaca karya orang lain, agar tahu keseriusan diri sendiri.
Cinta Di Sebran Sungai
Kasmining
Ku nanti hadirmu
dalam pelukan jiwa sunyi,
menyiksa kerinduan terdalam
terkikis oleh deburan ombak;
Arus membawa hasrat
luruh di muara kemesraan,
jemari angin memanggil
dengan hembusan bahasa cinta.
Lewat perjalanan jauh
kurindu belaian kasih.
Kini terhempas badai ke tepi sungai
tinggalkan bercak-cercak kenangan;
Sebuah keabadian cinta
terpahat di sarang kekasih
-yang hidupkan sukma,
sejak gelombang lenyap, disapu ketenangan.
Awal ramadhan 2004.
Pedagang Asongan;
Kasmining
Kau berjalan tanpa alas kaki
mencari apa semua orang cari,
biar keringat mengguyur tubuh
tak mampu leburkan hasratmu.
Lalulalang orang kau hampiri
dengan bekal sepatah kata,
lalu kau suguhkan
sesuatu bermakna bagi mereka.
Kau datang berwajah gundahgulana
saat tiada orang menolehmu,
namun keteguhan nurani
membawamu ke taman pagi.
25 Mei 2005
*Bersungguh-sunggulah, sebab orang cerdas sanggup dilampaui dengan yang tekun. Disegenap bidang, ketekunan membawa untung. Bacalah karya-kaya teman, dengan itu akan mengerti di mana kekuatan diri dan kekurangannya.
Semarak Valentine
Kasmining
14 Februari tepat!!!
Laksana hujan kasih sayang
lalu lalang dua sejoli bergandengan
mengumbar hasrat lama terpendam.
Wajah-wajah remaja,
nampak berbinar-binar
-menghiasi gemerlapnya malam;
tutur bahasa cinta, mengisi kesunyian.
Setangkai mawar merah
dipersembahkan untuk sang kekasih
sebagai tanda kesetiaan
dalam gelora kemesraan.
2005
*Perlambangmu sudah lumayan, namun sekali lagi; kerja keras memadukan makna dengan kejadian, kalau mencapainya tentu lebih mendapat tempat di hati pembaca.
Apa
Miskiatun
Apa salahku
apa dosaku
atas perbuatanku,
kulakukan padamu.
Itu semua karena diriku
-tak mampu menghampirimu,
tetesan airmataku sampai tanah airku.
Darah mengalir
mayat terkilir
sakit dadaku, hilang nafasku.
Jauhkan aku dari siksamu.
terangilah jiwaku, bersihkan hatiku
sampai darah tulangku.
31 Des 2004
Tibalah Cinta
Miskiatun
Kini saatnya cinta mulai datang
satu hati jiwa berdatangan
tak henti dalam bualan
bualan cinta yang begitu mendalam.
Jurangku dalam hidupnya
pelukku dalam cintanya,
cempaka bunga rahasia
menutupi aura tubuhnya.
Senja surya menanti,
nantikan kasih jauh dihati
tersiksa dalam jurangnya,
terombang ambingku karenanya.
*Yang memiliki energi penulisan lebih, namun ketika kontrol lemah, maka pemaknaannya bisa membuyar, bersungguhlah, sebab keberhasilan itu kenikmatan bathin tiada tara.
Pertama Kali
Kresna P
Pertama kali merasakan detak jantung yang berpaju
dengan begitu cepat,
membuat kaget sekaligus merinding
bahkan nyaris tak percaya.
Jantung inikah yang berdetak,
sedemikian kencangnya?
Seakan merasa letaknya berpindah;
keegoisan, keangkuhan, kesombongan
beserta ke ke ke
yang lain lenyap sudah,
semua hilang musnah,
pergi bersama kelegaan, dan sensasi hebat
-yang baru pertama terasa.
*Yang memiliki karakter, belum cukup kalau belum sampai menggedor jiwa, maka olahlah rasa pun, menentukan keberhasilannya.
Gelung Sutra
Kresna P
Gelung sutra;
senang, duka dan lara
melebur mencair menjadi satu,
-kekompakan dan pengertian-
Gelung sutra;
lamunan, fikir dan hayalan.
Dapatkah berhenti di sini?
rasa sayang, kasih dan dengki?
Entah ada entah tiada
sang sutra yang terdiam dalam kebisuan
melihat dunia serasa memuakkan.
Gelung sutra, cintaku tak berbalas.
Haruskah kuhancurkan diri?
Namun keindahan untuknya, gelung sutra
Akan kunyalakan cahaya surga
akan kupaksakan melihat,
indah arti kata kresna.
*Perlu dicamkan; kata-kata bukan benda, kalau ingin memasuki hati seorang wanita. Yang bicara dengan fikir diterima nalar, yang merangkai kembang kalbu, akan diterima lewat hati. Dan siapa cemburu bakal menuwai hantu, hehe
Putih
Aoyama Muhtajusy Kotaro Sinjhi
Putih…
engkau begitu suci dan baik
engkau tinggi bagaikan langit
engkau gembira di belakang.
Mengapa suka hidup di belakang?
Apa kau mengerti kehidupan di belakang?
Apakah ada ukuran hati nurani?
Engkau indah di pandang
membenahi kehidupan orang
engkau baik, engkau cantik, kau wanita
aku puja.
01-04-2004
2 komentar:
salam seni dan budaya!!!
senang rasanya melihat karya kita mendapat apresiasi..
Posting Komentar