Sebuah Analisa
Fakta MEMBUNUH INDONESIA
Mei Anjar Wintolo
Mengapa ada Iklan
"ROKOK MEMBUNUHMU", Namun Rokok masih di Produksi & Pabrik Rokok
Tidak di Tutup? Adakah agenda tersembunyi dari dinamika ini? Taukah Anda Bahwa
balik logika kesehatan itu ada keserakahan kaum kapitalis asing yang hendak
menguasai bisnis global di bidang kretek?
Pertarungan politik
bisnis internasional menyebabkan Indonesia kehilangan kekayaan negeri sendiri. Sebab dulu, Indonesia yang pernah berjaya
dengan penjualan minyak mandar kini telah diluluh lantakkan dengan bombardir
minyak sayur. Dulu Indonesia pernah jaya dengan minyak mandar atau lomo mandar,
tapi dihancurkan dengan isu bahwa minyak mandar tidak baik untuk kesehatan oleh
Amerika. Hal itu juga diberlakukan pada
rokok kretek, lewat WHO, WTO dan pemerintahan Indonesia soal bahaya nikotin
tinggi.
Matinya Kopra,
gula, garam, jamu dan kretek menandai matinya komoditas nasional.Matinya sebuah
kebudayaan lokal. Tahukah Anda tentang sentra produksi minyak kelapa di Mandar,
Sulawesi Selatan? Tahukah Anda tentang Pulau Selayar yang dahulu kala digelari
pulau sejuta emas hijau? Mungkin tak banyak yang tahu kalau di daratan Sulawesi
di tahun 1960-an adalah hamparan pulau kelapa yang menjadi tambang hidup
rakyat.
Kelapa sering
disebut emas hijau berkibar-kibar di sepanjang jazirah Sulawesi, hingga tiba
badai jatuhnya harga kopra dunia di tahun 1980. Ditambah dengan derasnya kampanye
perang anti kelapa, benar-benar mengubur minyak kelapa.
Pada tahun 90-an,
negeri Uwak Sam, Amerika, getol mengampanyekan bahaya minyak kelapa bagi
kesehatan. Sebagai gantinya diperkenalkanlah minyak kedelai yang lebih
bersahabat dengan kesehatan.
Indonesia yang
sudah berabad-abad menggunakan minyak kelapa akhirnya takluk juga. Pelan tapi
pasti minyak kelapa dijauhi, membuatnya tak laku dan industri inipun gulung
tikar. Hal yang sama terjadi pada gula.
Tahun 1930-an, Indonesia produsen gula nomor dua dunia di bawah Kuba. Tapi
sejak tuan International Monetary Fund (IMF) datang ke Indonesia tahun 1998,
yang memaksa pemerintah melepas tata niaga, termasuk diantaranya gula, maka
gula import membanjir. Sejak itu pula tamatlah industri lokal syurga para semut
itu.
Sementara garam
pernah berjaya di tanah air sendiri pada 1990-an. Kita bahkan mengekspor ke
manca negara. Tapi sejak Akzo Nobel gencar kampanye garam yodium, pabrik-pabrik
garam nasional bangkrut. Jamu juga mengalami nasib tragis. Posisinya sudah kian
tersudut oleh obat farmasi modern. Herbal diragukan keampuhannya. Dukungan
pemerintah juga minim. Jangan kaget temulawak dipatenkan oleh anak perusahaan
LG, Korea Selatan.
Lagi dan lagi,
pemerintah Indonesia menggunakan kacamata kuda dengan temuan baru yang
dibungkus rapi dalam baju akademis dan kesehatan. Kampanye intenasional
disambut karpet merah, sementara industri lokal yang menjadi korban kampanye
tak disokong baik itu kredit, subsidi, tekonologi, riset, proteksi harga dll.
Sementara industri
tembakau lamban tapi pasti mengikuti jejak matinya kopra, gula, garam, jamu.
Tembakau kini kian tersisih peredarannya seiring dengan aneka beleid baru yang
membatasinya. Tak lama setelah Soeharto jatuh, medio 1999, menyeruaklah isu
perlunya pembatasan kadar kandungan tar dan nikotin.
Dengan berlindung
di balik isu kesehatan, beleid pembatasan tembakau akhirnya disahkan tahun
2009. Industri rokok kretek terpukul, sementara rokok putih diuntungkan. Dengan
slogan "low tar, low nicotin", rokok kretek sempoyongan, sementara
rokok putih yang menggunakan tembakau Virginia masih di atas angin, Padahal
selama ratusan tahun rokok putih tak pernah bisa menggeser rokok kretek.
Dalam buku
"Membunuh Indonesia. Konspirasi Global Penghancuran Kretek" diulas
tentang adanya perang global melawan tembakau. Kampanye anti tembakau
sesungguhnya bermula dari persaingan bisnis nikotin antara industri farmasi
dengan industri tembakau di Amerika Serikat. Perusahaan farmasi berkepentingan
menguasai nikotin sebagai bahan dasar produk Nicotine Replacement Therapy
(NRT).
Di dalam negeri ada
dua sisi bertolak belakang. Di satu sisi kebijakan anti tembakau sukses besar.
PP tembakau sudah direvisi berkali-kali, puluhan perda anti tembakau, UU
Kesehatan dan RPP Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif sedang
digodog, kawasan dilarang merokok, iklan rokok tak selonggar dulu.
Sementara di sisi
lain impor tembakau meningkat tajam. Tahun 2003 sebesar 29.579 ton naik menjadi
35.171 ton di 2004. Hingga 2008 mencapai 77.302 ton. Dalam waktu lima tahun ada
kenaikan 250 persen. Impor cerutu juga naik. Rata-rata kenaikan 197,5 persen
per tahun. Tahun 2004 impor cerutu masih US$ 0,09 juta, di tahun 2008 naik
menjadi 0,979 juta.
Apalagi juga ada
fakta raksasa rokok dunia masuk ke Indonesia. Philips Morris mencaplok
Sampoerna (2005) dan BAT mengakuisi Bentoel (2009). Perusahaan farmasi yang
menjual terapi rokok juga kian populer di Indonesia. (Industri kretek yang masih
berada di tangan pihak Indonesia adalah Djarum, Gudang Garam, Djeruk dari
daerah Kudus, Wismilak.)
Selamat datang
penguasa rokok dunia, selamat tinggal industri rokok kretek yang megap-megap
menjelang ajal kematian. Industri kretek dalam negeri yang memayungi hampir 30
juta orang yang bekerja di sektor ini. Lambat tapi pasti rokok kretek menuju
liang kematian yang sebelumnya telah ditempati kopra, gula, garam, jamu, dan
puluhan lainnya.
Iklan "ROKOK
MEMBUNUHMU" hadir Melalui Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012, spirit PP
tersebut menghancurkan industri kretek nasional untuk digantikan oleh rokok
putih milik Phillip Morris dan BAT, dll. Kampanye " ROKOK MEMBUNUHMU"
Di Sponsori oleh Bloomberg Initiative, sebuah lembaga berkedudukan di Amerika
Serikat.
Bloomberg
Initiative mengumumkan bahwa lembaga itu menyeponsori (Membiayai) ilmuwan, kaum
profesional, lembaga penelitian, lembaga yang mengamati produk dan kenyamanan
hidup masyarakat yang membelinya, juga, termasuk, menyeponsori lembaga
keagamaan, agar membuat fatwa haram atas rokok, maka jelas bahwa ada sesuatu
tingkah laku yang mencerminkan keserakahan global.
Banyak pihak
dipengaruhi dengan duit. Para pejabat di Departemen, tingkat menteri, di bawah
menteri, gubernur, bawahannya, bupati atau wali kota dan bawahan mereka, semua
menjadi korban yang berbahagia, karena limpahan duit yang tak sedikit jumlahya
untuk masing-masing pihak. Mereka
menjadi korban kecil, karena harus membuat aturan dan sejumlah larangan
merokok, yang mungkin tak sepenuhnya cocok dengan hati nurani.
Tapi apa artinya
hati nurani di jaman edan ini dibanding duit melimpah? Para pejabat itu rela
membunuh hati nurani mereka sendiri demi duit. Ada juga Gerakan Anti Rokok demi
kesehatan lingkungan. Tapi tak tahukah mereka, bahwa di balik logika kesehatan
itu ada keserakahan kaum kapitalis asing yang hendak menguasai bisnis global di
bidang kretek?
Kretek kita sangat
khas. Dan di negeri orang bule, kretek
kita mengantam telak perdagangan rokok putih mereka. Kretek unggul. Dan karena
itu mereka berhitung bagaimana kretek bisa mereka caplok. Berbeda dengan
penemuan Prof Sutiman Bambang Sumitro dari Pusat Penelitian Peluruhan Radikal
Bebas di Malang. Setelah penelitian belasan tahun, salah satu bukti ilmiah yang
ditemukan adalah, asap rokok memang mengandung zat merugikan, namun tak cukup
kuat sebagai penyebab kanker.
Lebih jauh lagi,
teori Prof Sutiman menyatakan, rokok menyebabkan kanker kebanyakan hanya hasil
pengolahan data di rumah sakit, bukan di lapangan. Jadi, asal ada pasien
mengidap kanker, dan kebetulan dia merokok, serta-merta rokok lah yang dituding
sebagai penyebab tunggalnya. Variabel-variabel lain yang terkait dengan gaya
hidup si pasien, semisal 'asupan' polusi asap kendaraan, konsumsi MSG, dan
sebagainya, diabaikan. Metode semacam itu jelas melanggar kaidah eksperimen
ilmiah.
Dengan teori baru
hasil penelitian ilmuwan bangsa sendiri tersebut, menjadi cukup jelas lah
kenapa di sekitar kita banyak perokok aktif yang tetap sehat sampai lanjut
usia. Banyak tokoh nasional yang perokok kretek tetap bugar dan produktif
hingga usia senja. Sebut saja misalnya Haji Agus Salim, mantan Menteri
Pendidikan Prof Fuad Hasan, penulis besar Pramoedya Ananta Toer, master
menggambar Pak Tino Sidin, tokoh Muhammadiyah Prof Malik Fadjar, dan masih
banyak contoh lain.
Mengapa Industri kretek
menjadi sasaran Amerika? Karena Industri ini disasar karena sudah memberikan
sumbangan berharga bagi struktur ekonomi Indonesia. Kekuatan industri kretek
itu setidaknya karena beberapa hal :
Pertama, tumbuh
berkembang dan bertahan lebih dari satu abad tanpa ketergantungan modal pada
negara, Kedua,menggunakan hampir 100% bahan baku dan konten lokal. Ketiga,
terintegrasi secara penuh dari hulu ke hilir dengan melibatkan tak kurang dari
30,5 juta pekerja langsung maupun tak langsung. Keempat, industri melayani 93%
pasar lokal. Dengan karakter sekokoh itu, tak ayal industri kretek menjadi
salah satu prototipe kemandirian ekonomi nasional.
Kekuatan inilah
yang diincar neo-kolonialis gaya baru ingin menguasai industri rokok, tapi
dengan mematahkan ketangguhan industri kretek Indonesia. Caranya lewat kampanye
ANTI ROKOK Sekarang ROKOK MEMBUNUHMU.
Sumber Info : Buku
Membunuh Indonesia. Konspirasi Global Penghancuran Kretek
Penulis: Abhisam
DM, Hasriadi Ary, Miranda Harlan
Penyunting: Abhisam
DM
Penerbit: Kata Kata
Terbit: Desember 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar