Rep:
Fuji Pratiwi
Red: Damanhuri Zuhri
Pengamat
sosial politik, Dr Yudi Latief, menjelaskan, doktrin pemisahan agama dengan
negara sudah ditolak. ''Anggapan bahwa makin moderen negara bahwa agama akan
surut, tidak bisa dibuktikan akurat,'' jelas Yudi Latief.
Maka
muncul konsep twin tolerantion. Agama dan negara adalah dua institusi berbeda
tapi tidak bisa dipisahkan, keduanya akan saling memengaruhi. Artinya, kata
Yudi, negara tidak boleh mencampuri rumah tangga agama. Sebaliknya, agama juga
tidak boleh memaksakan semua pandangannya harus diambil oleh negara.
Lalu
bagaimana agama bisa memengaruhi kehidupan publik? Prinsip moralitas bisa
negara ambil dari nilai agama, namun dibahasakan secara objektif dan dibahas
bersama secara inklusif. Jadi dalam diskusi publik yang melibatkan berbagai
agama, pembicaraannya adalah substansi inti pesan kitab suci yang itu kemudian
dibahasakan lebih netral.
Kalau
dibandingkan, seluruh wilayah Indonesia setara Eropa Barat (35 negara). Tapi
Eropa melahirkan banyak negara danmpemekaran Eropa belum selesai. Inggris memisahkan
diri dari Uni Eropa, Belgia akan menjadi dua karena tak bisa menyatukan bagian
Belgia yang berbahasa Prancis dan Belanda.
''Eropa
itu rentan karena tidak siap menerima perbedaan. Proyek multikulturalisme di
Jerman gagal karena Jerman bahkan tidak mampu menerima pengungsi. Meski maju,
Eropa tidak punya tradisi toleransi yang kuat, rapuh, dan mudah patah,'' tutur
Yudi.
Eropa
menendang agama dari ruang publik dan orang dicabut dari akar primordial. Saat
agama tidak lagi mewarnai ruang publik, yang muncul adalah negara materialis.
''Saat ada guncangan, tidak ada topangan moral masyarakat. Maka agama juga
punya peran perekat di masyarakat untuk mencapai konsensus bersama dalam
publik,'' kata dia.
Agama
punya nilai konstruktif sejauh dijalankan secara benar. Faktanya di Eropa,
paham sekularisme itu tidak pernah merata dan tidak pernah sepenuhnya bisa
memisahkan agama dari negara. Misalnya negara paling sekuler, Prancis, simbol
agama tidak boleh muncul di publik. Tapi Skandinavia punya gereja negara dan
Inggris punya gereja anglikan.
Di
Barat agama tidak bisa ditendang dari ruang publik, apalagi dari Timur. Di
Indonesia, agama merupakan penyumbang besar dalam pembentukan bangsa. Islam
sebagai mayoritas sudah pasti harus ikut mewarnai kehidupan bangsa ini.
Indonesia
yang luasnya setara Eropa Barat dengan keragaman luar biasa pula, dan manajemen
negara yang tidak bagus-bagus amat, masih bisa bertahan dalam satu negara.
Karena, Indonesia punya kesepakatan mengelola ruang publik secara damai.
Di
Indonesia ketika nasionalisme pasang, agama justru jadi penggerak. Saat
orang-orang tidak bisa berkumpul, lingkaran agama jadi jalan alternatif.
Perlawanan terhadap Belanda pun digerakkan para ulama.
Tokoh-tokoh
berpendidikan moderen seperti HOS Tjokroaminoto dan Tjipto Mangunkusumo menolak
pemberian jabatan oleh Belanda. Ternyata, tokoh-tokoh perlawanan itu punya trah
keagamaan.
Pancasila
adalah hasil perjanjian bersama pada 1945. Pancasila sebenarnya berdiri di atas
aneka perjanjian lain, lokal maupun nasional. ''Indonesia majemuk mulai dari
agama, adat, arus ideologi, kelas sosial, etnis, dan lain-lain. Sudah ada
perjanjian-perjanjian untuk menuju inklusi sosial.
Tugas
Islam bukan untuk menyangkal kebenaran yang ada, tapi meluruskan apa tidak benar.
Yudi melihat ini soal mentalitas umat. Apapun yang benar misalnya tradisi Arab
yang benar, bila benar maka benar. Sekarang ini, seolah-olah apa yang tidak
berasal dari Islam harus disangkal. ''Sekarang kita menolak Pancasila karena
tidak bersumber ekslusif dari Alquran. Padahal Islam tidak mencari
eksklusifitas,'' kata Yudi.
Islam,
lanjut Yudi, ibarat gadget versi terbaru. Maka kebenaran yang sudah ada
sebelumnya tetap bisa digunakan selama untuk mencapai tujuan yang benar bukan
menyesatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar