Orang tua di rumah (ayah dan ibu) dan orang tua di sekolah (bapak guru dan ibu guru) mempunyai peran sangat penting dalam mengembangkan IQ (Intelligence quotient) dan EQ (Emotional quotient) anak. IQ atau kecerdasan intelegensia merupakan fungsi dasar kehidupan yang membantu seseorang / orgasme untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Sedangkan EQ atau kecerdasan emosional merupakan kapasitas mengenal perasaan sendiri dan perasaan orang lain, untuk memotivasi diri kita, dan mengatur emosi kita dalam berhubungan dengan yang lain.
Di dalam mengembangkan IQ dan EQ, berbagai cara telah dilakukannya antara lain, sejak bayi bahkan sejak dalam kandungan, sudah dibiasakan diperdengarkan cerita yang dibacakan ibunya, alunan musik, alunan ayat-ayat suci, dan lagu-lagu religi. Dalam pertumbuhan selanjutnya anak dirangsang dengan berbagai permainan yang memungkinkan dapat mengembangkan daya pikir, komunikasi dan sosialnya dengan lingkungan. Selama anak di lingkungan keluarga, orang tua berperan sentral dalam perkembangan intelektual dan emosional anak, saat di sekolah tentu sudah mejadi kewajiban seorang guru.
Di lingkungan sekolah, anak memperoleh rangsangan intelektual dan emosional yang berbeda dengan apa yang selama ini diberikan di lingkungan rumahnya, karena itulaah sering dijumpai komentar anak: “Mama, itu salah… kata Bu Guru, tidak seperti itu cara mengerjakannya.” Jika anak sudah berkomentar seperti itu, maka orang tua tentu saja bertanya-tanya, kira-kira apa yang diajarkan guru kepada anak saya?... Agar tidak terjadi permasalahan dan kebingungan dalam diri anak, maka harus dibangun komunikasi yang baik antara orang tua dan guru, sehingga sama-sama memperoleh masukkan mengenai apa yang selama ini untuk anak atau anak didiknya.
Pengembangan otak seorang anak harus seimbang antara belahan otak kanan dan kiri, agar lebih kreatif dan imajinatif dalam ide-idenya serta kreativitas anak juga terarah. Goleman (1997, dalam Diennaryati 2000, dalam Taufiq, Agus, dkk, 2011) mengemukakan bahwa, untuk mendapatkan pengendalian emosi secara sehat, maka ada berbagai hal perlu dilatih pada anak, diantaranya:
A. Mengajari anak untuk mengenali perasaanya sendiri, dan membiarkan mengungkapkan perasaannya secara sehat, tapi tunjukkan marah yang perlu dipelajari, dan pengendaliannya.
B. Melatih anak mengekspresikan perasaannya dengan sebaik-baiknya.
C. Melatih anak mengenali perasaan orang lain, dan dampak dari dalam emosional yang terarah.
D. Melatih anak bersabar, dengan tidak selalu mengikuti dorongan emosinya semata.
E. Melatih anak menguasai ilmu agama, agar perkembangan jasmani dan rohani lebih terkontrol.
Dalam (Taufiq, Agus, dkk 2011) menyebutkan, Guru dan orang tua merupakan model yang baik bagi anak untuk ditiru perilakunya. Berikut ini ada beberapa tahap penanganan di dalam melatih, mengembangkan emosional anak yang perlu dilakukan orang tua maupun guru:
1. Menyadari akan emosi seorang anak
Kepedulian dan kesadaran akan emosi anak akan membuatnya merasa diterima dan dimengerti apa adanya. Sehingga perasaan tenang dan nyaman akan selalu dirasakan anak.
2. Mengakui emosi sebagai peluang untuk kedekatan dan mendidik
Dengan mengakui dan mengenali emosi anak, maka anak akan merasakan tenang dan peran orang tua maupun guru semakin dirasakannya.
3. Mendengarkan dengan empati dan meneguhkan perasaan anak
Begitu anak bertambah usianya, kita perlu meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhannya, dan membantu menyikapi atas emosional yang dirasakannya, sehingga anak merasa dimengerti.
4. Menolong anak memberi nama emosi dengan kata-kata
Kita menggunakan banyak nama yang menggambarkan kadar emosi anak yang dirasakannya. Seperti tegang, kesal, cemas, marah, sedih, takut, dll, maka anak akan jadi mengerti perasaanya.
5. Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah
Bantulah anak menentukan sasaran yang ingin dicapai, dan memilih satu pemecahan yang paling memungkinkan.
Tahap-tahap tersebut di atas memang tak mudah dilakukan, baik oleh orang tua maupun guru, akan tetapi, jika usaha keras tanpa putus asa diimbangi hati tulus dan ikhlas, segala akan dapat dilaksanakan dengan baik, amin...
Ayo podho dadi guru seng iso digugu lan ditiru
ojo wagu lan saru
Supoyo maju pendidikane anak lan putu
***
*) Nurul Komariyah, M.Pd., lahir 22 September 1985 di Dusun Bagel, Sumberagung, Sukodadi, Lamongan. Mengajar di SDN Sumberaji, Sukodadi, aktif di Kepramukaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar