Liza Wahyuninto
Ketika seorang anak didik tidak bisa mengerjakan soal mata pelajaran tertentu kita sering langsung marah dan geregetan karena dia tidak paham-paham. Dijelaskan berulang kalipun juga tidak paham. Tunggu dulu, jangan buru-baru mengecap dia bebal atau bodoh.
Kalau pada tulisan sebelumnya saya mengatakan bahwa lihat bagaimana pola kita mengajarnya apa perlu dirubah, maka selanjutnya adalah jangan memaksakan siswa untuk mengerti semua mata pelajaran.
Ada lho, santri atau siswa yang tidak bisa matematika tapi sangat jago dalam belajar bahasa asing, Arab dan Inggris contohnya. Artinya dia punya kecerdasan bukan dalam menghitung tapi kecerdasan bahasa.
Di pesantren Makrifatul Ilmi terdapat santri yang tidak menonjol dalam mata pelajaran, rangkingnya pun tergolong agak belakang, tapi hafalan al-Qur'annya luar biasa, sering ikut lomba sampai tingkat nasional, lomba pidato juga jago, kaligrafi juga mumpuni. Ya, mungkin jiwanya bukan ke akademis tapi seni.
Sekali lagi saya perlu mengatakan bahwa tidak ada murid yang bodoh tapi kadang guru yang tidak bisa mengapresiasi siswa dalam pendidikannya.
Saya berusaha untuk tahu karakter siswa, hobbynya apa, sampai pada latar belakang siswa. Ketika saya menjadi wali kelas saya lakukan ini. Responnya wow sangat positif. Mereka jadi sering curhat ke saya tanpa ragu, menganggap saya sebagai orang tua kedua bagi mereka. Sehingga yang nakal sekalipun, ketika saya dampingi pelan-pelan berubah.
Ya, karena mereka bukan hanya butuh punishment tapi juga reward. Yang jelas menurut saya pendampingan yabmng utama. Hargai mereka, bukan hanya sebagai siswa kita, tapi anak kita, kalaupun tidak bisa hargai mereka sebagai manusia yang tengah berproses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar