Sabtu, Desember 25, 2010

PETUALANGAN TERAKHIR

Muhammad Zuriat Fadil
http://sastra-indonesia.com/

1:: Akhir yang mengawali perjalanan

Akhirnya…

Biarkan kuawali kisah ini dari akhir perjalananku, Elena

Telah kuakhiri perjalananku, untukmu. Tepat ketika kita ucapkan sumpah setia untuk bersama di kuil Aphrodhyte disaksikan patung cantiknya, namun wajahmu, pancaran cahaya seribu purnama kukatakan, tak kalah dengan sang dewi kecantikan itu sendiri.

Maka di sini Elena, kita bangun sebuah rumah mungil dipinggir hutan, jauh dari riuh kota dan kereta-kereta pedagang yang berderak terburu-buru. Di halaman kita yang tak berbatas-hanya tanah lapang berumput hijau cemerlang- kubangunkan untukmu sebuah kuil Aphrodythe, kutempa sendiri patungnya, kubangun temboknya dan kudirikan sendiri pasaknya. Aku bukan Bandung Bondowoso sayangku, dongeng negri sebrang yang kerap kukisahkan padamu tentang ksatria yang menjanjikan untuk kekasihnya seribu candi. Namun bagiku, cukuplah satu kuil cinta ini untukmu cintaku, kuil sederhana agar kau tahu betapa sederhana cintaku. Dan keindahan apa yang dapat menandingi ini, manakala senja selalu tiba kau membawakan persembahan secukupnya di kuil –sekedar hasil kebun dan ternak sehari-hari-, cahaya keemasan menerpa wajahmu, rambut pirangmu berkilauan, syahdu di depan patung sang dewi, anak-anak kita berlarian pulang dari hutan, tempat mereka bermain seharian. Dan saat kau menoleh tersenyum ceria, seolah keindahan purnama berbaur kemegahan senja dalam paras cinta. Kesederhanaan adalah istana kita yang paling megah, Elena.

Daratan mungkin terlalu nyaman untukku sayang, lembah dan gunung yang selalu menyanyikan siul bayu dan menarikan ketenangan, memberi semua yang kita butuhkan. Aku selalu merasa inilah akhir perjalanan. Namun tidak di malam hari, ketika kita berduaan di kamar kecil kita. Setelah kau menidurkan anak-anak, yang telah lelah, dengan lantunan kasihmu. Berdua dalam kamar, molek tubuhmu membangkitkan lagi darah pelautku, sering kuladeni dengan sentuhan lembut di dagumu, kukecup keningmu serta kelopak matamu. Kau akan berceloteh, menceritakan apa yang kau alami hari itu, entah ketika memetik bunga hutan atau ketika belanja di pasar, sementara tanganku menyusuri gegunungan dadamu yang curam ranum. Sudah kubilang sayang, kau selalu membangkitkan darah petualangku, biasanya kau akan berhenti bercerita ketika tanganku semakin jauh menerobos belantara di bawah perutmu. Celotehmu berganti lenguh pelan, yang mengingatkanku pada raungan ombak-ombak yang dulu akrab kucumbu. Lalu aku akan bercerita tentang petualangan-petualanganku dulu, sementara tubuh kita bergumul mengikut irama semesta berpadu. Saat itu, aku akan kembali bercerita tentang ganasnya monster-monster laut yang pernah kuhadapi, badai paling dahsyat di Timur jauh, sementara gelora kita semakin memuncak, memanas seiring kisah ku tentang hembusan api raja naga laut selatan. Semua akan diakhiri dengan kisah-kisah indah tentang negri-negri jauh yang kukunjungi, menerima hadiah dari kaisar atau hadiah istana dari para raja, bangsawan atau penguasa alam gaib seperti Kanjeng Ratu Kidul, terkadang juga masyarakat setempat memberi imbalan. Itu semua mereka berikan ketika kami menyelesaikan permasalahan mereka atau menumpas monster yang mengganggu mereka. Tapi tak ada hadiah yang dapat menawan hati sang petualang sayang, lautan adalah rindu kami, kekasih yang tak pernah selesai kami cumbu. Pernah juga kami dikejar-kejar raja yang memaksa kami menikahi putrid-putrinya yang bak bidadari surga dengan masing-masing istananya, tapi kami lantas kabur, bertarung dengan para pengawal dan hulubalang, sebab kemewahan adala penjara yang menawan, namun kami tak tergoda. Musuh-musuh yang siap mengancam nyawa adalah lebih gairah daripada istana-istana mewah.

Dan biasanya, ketika aku sampai pada puncak cerita kau dan aku Elena, berada pada puncak petualangan kita, aku selalu mengerti. Saat kau mendesah pelan tertahan itulah, runtuh semua petualanganku, luluh dihadapan kecantikanmu sayang. Kau akan terbaring lelah di dadaku dan memintaku bercerita tentang kampung halamanku.

Ya, Elena. Aku akan bercerita padamu sebuah negri asalku. Di mana sawah (kau akan selalu bertanya tentang ”apa itu sawah?”, ”semacam ladang mirip alang-alang” kataku.) berpadu cumbu dengan lautan luas. Menumbuhkan jiwa-jiwa bebas dan rindu akan petualangan pada anak-anak kampung sepertiku. Pohon-pohon lontar memayungi kami, membesarkan kami sementara di rumah-rumah panggung yang terbuat dari kayu orang tua dengan setia akan mengajarkan pada anak-anak mereka tentang pentingnya siri’ dalam hidup. Siri’ yang berarti harga diri, jati diri, kejujuran, keberanian sekaligus martabat. Iya Elena, aku adalah manusia Bugis Petualang nomer satu di dunia, bangsa viking bukan apa-apa bagi kami. Kami satu kesatuan dengan peradaban tanah para dewata yang tersohor itu, legenda tanah-tanah surga itulah tanah kelahiranku dan hanya padamu Elena aku bercerita tentang asalku. Lalu biasanya setengah tertidur kau akan berkata ”dongeng yang bagus sayangku, tapi kau tahu kan Bangsa Bugis itu Cuma mitos, katanya mereka bisa ke arah timur dengan berperjalanan ke arah barat, hihihiii… lucu, memangnya dipikir dunia ini bulat apa?”

Setelah itu kau akan tertidur dalam dekapan dadaku Elena, hampir setiap kali kuceritakan kisah ini kau memang tak pernah percaya. Kupandang wajahmu, tenang penuh cinta. Tak mengapa sayang, kau tak perlu mempercayaiku untuk selalu mencintaiku.

2:: Akhir dari sebuah Awal

Sawerigading mencari Putri La Tenritatta dalam kisah turun temurun to ugi. Menghantam keras badai, membuka jalan ke Astralaya, mengelilingi dunia bahkan menantang para dewata untuk pada akhirnya mengetahui bahwa Putri La Tenritatta bukan miliknya. Takdir, yang penuh ironi. Sebab ternyata La Tenritatta adalah adiknya sendiri. Takdir tak menghendaki mereka bersatu.

Dan aku, saat ini Elena. Di depan nisanmu dan nisan tiga anak kita. Aku harus mengakui kenyataan takdir, Ternyata kebersamaan kita bukan tuk selamanya. Takdir tak menghendaki kita bersama.

Apakah dewata tidak merestui hubungan kita? Dewa seperti apa yang tidak merestui kebahagiaan kita? Aku toh, tak pernah meminta namaku katut dicatat dalam catatan-catatan cerita yang akan menjadi legenda, tidak! Aku tak perlu menjadikan namaku sebesar Hercules, Romulus, Oedipus atau pahlawan-pahlawan lainnya. Aku sadar akan darmaku, aku tak punya darah ksatria apalagi raja. Sebab, bagi kami orang Bugis ini, ketenaran bukanlah penting, Siri’ nya lah yang menetukan keberhargaan diri seorang manusia. Namun mengapa Dewa-Dewa justru mengusik impianku yang sederhana? Impian untuk sekedar menghabiskan waktu beristirahat dari bising dunia, Dewa macam apa? TUHAN MACAM APA?!

Dan mengapa justru penyerangan yang sungguh-sungguh keji dengan cara licik dari bangsa Yunani ini direstui oleh para Dewa? Yunani melawan Troya, sebuah peperangan tak imbang, hidup kami sejahtera dibawah pemerintahan sang raja yang bijak. Mengapa Yunani mesti mengganggu ketentraman kami hanya karena seorang gadis, Helen? Oh, namanya mirip dengan namamu Elena, dengan perbedaan yang sangat mencolok bahwa dia adalah musabab perang besar ini sedang engkau hanya jadi korban yang tak kan dicatat dalam sejarah.

Dewa macam apa yang mengizinkan hal seperti ini terjadi? Mungkinkah dewa yang terlalu moralis, dewa yang selalu ingin tampak baik di hadapan hambanya?

Bukankah sudah cukup tragis bagiku, ketika pertama kali menginjakkan kaki di sebuah negri, aku terpesona pada seorang gadis yang kulihat di sebuah warung penjaja minuman dekat dermaga, tempat para pelaut biasa singgah, menghabiskan waktu dengan berjudi, tukar cerita atau sekedar menenggak minuman. Dia ada diantara para pelaut-pelaut mabuk, menyiapkan minuman kepada mereka untuk kemudian tubuhnya dipelak-peluk taanpa perasaan, terbayang rasa jijik di wajahnya, ketika tangan-tangan kekar meremas payudaranya, menciumi bibirnya semena-mena dengan nafas penuh aroma memabukkan campuran antara minuman keras dan bau mulut. Berganti satu dengan yang lain. Aku memandangnya dari jauh, sesaat aku merasa dia melihatku namun pandangannya cepat teralih, terganti rasa jijik pada pelaut cebol yang menjilati lehernya. Aku merasa dia melihatku, mungkin kurang dari sekejapan mata.

Elena, kau bukan Putri Helen. Aku bertmu denganmu sebagai seorang pelacur kesepian, sedang Helen adalah seorang putri yang diperebutkan. Aku mengajakmu pergi, kau langsung manut, entah bagaimana kau bahkan tak tahu siapa aku atau latar belakangku. Kita kabur dari mucikari yang menyewakanmu, kita menyebrangi laut dengan kapal kecil. Menuju Troya, kota paling dekat dari kita saat itu, kota impian kita bersama. Entah sejak kapan kita mulai memimpikannya, entah sejak kapan pula kisah ini menjadi kita. Di Troya, kita tinggalkan kapal kecil kita, kita saksikan dia hancur dihantam karang-karang tajam. Seolah menyaksikan leburnya hidup kita yang dahulu.

”Tlah kita bakar kita punya sampan sayang,

Berjalan kembali tak kan jadi pilihan.

Hanya bisa kuberikan padamu mimpi-mimpi sederhana

Kita tak rugikan sesiapa, kita hanya berbekal restu para dewa”

Namun rupanya para dewa lebih merestui kecurangan-kecurangan manusia yang akan berakhir megah, daripada cerita bahagia yang sederhana. Sepertinya para dewa ingin selalu dikenang dalam kisah-kisah kemenangan yang gegap gempita. Penuh sorak kemenangan yang memabukkan padahal sesungguhnya, hina!

Pasukan Yunani yang berhasil menyusup masuk ke benteng pertahanan Troya, dengan menumpang patung kuda kayu yang mestinya adalah persembahan untuk Poseidon (aku kembali bertanya-tanya ”masih saja Dewata merestui rencana picik ini?”) mengamuk membabibuta. Kemenangan mutlak sudah berada di tangan mereka namun kepuasan tersebut mesti dibayar dengan kekecewaan mengetahui Putri Helen telah lari entah ke mana. Hari kedua penyerangan tersebut, kekuasaan penuh berada di tangan para prajurit yang karena depresi perang menjadi sangat beringas diperparah duka mendalam atas gugurnya Achilles dan Ajax dalam perang tersebut. Sesaat rasanya, bersembunyi di gubug kita yang jauh dari kota ini akan menjanjikan keamanan. Maka dari itu aku menyuruhmu tetap di gubug kita, Elena. Sementara aku masuk ke hutan untuk sekedar mencari hewan buruan untuk mendiamkan anak bungsu kita yang tengah lapar.

Seandainya saja kutahu apa yang akan terjadi waktu itu, sayangku…

Puas dengan hasil buruan, saat aku berniat kembali tiba-tiba kudengar jeritanmu merobekrobek hening, menggema bahana seluruh penjuru.

Percayalah Elena, saat itu aku berlari, tak peduli peluh tak ingat lagi kutaruh di mana hasil buruanku. Maafkan aku Elena, terlamapau jauh aku masuk kedalam hutan, sehingga saat aku sampai aku hanya dapat menyaksikan mayat tiga buah hati kita, dengan darah bercecer. Sementara seorang prajurit Yunani menindih tubuhmu yang sudah setengah telanjang. Kaget dengan kedatanganku rupanya, si prajurit tibatiba menyambar belati disebelahnya dan langsung menusukkan ke leher jenjangmu. Sebelum kemudian menghadapiku dengan belati yang berlumur darahmu.

Maafkan aku Elena, kejadian itu terlalu cepat. Belum sempat kuperbuat apaapa, darahmu yang menyembur sudah memberitakan padaku tentang kematian. Sementara sang prajurit langsung menyerangku, dengan belatinya. Pada keadaan terkejut tak mungkin aku membalas dengan efektif. Cukuplah aku memainkan sedikita langkah ku seperti yang kupelajari di tanah Cina, cukup baik untuk menghindari serangan pertama, ketika ketenanganku kembali. Baru kutotok sedikit titik syarafnya. Totok mati! hingga ketika prajurit itu akan melancarkan serangan kedua, aku cukup diam saja. Emosinya yang bergolak, ditambah tenaga yang dia kerahkan hanya akan mempercepat kematiannya. Benar, menjelang gerakan selanjutnya titiktitik nadinya meledak, menyemprotkan darahnya kemana-mana.

Dia pasti mati, tak ada alasan untuk tidak. Mati perlahan-lahan, sementara sang prajurit menjerit-jerit kesakitan menanti maut, susah payah kehabisan darah. Aku menggendong tubuhmu Elena dan ketiga anak kita. Tidak! Aku tak kan meneteskan air mata, tumpahan tangis sudah tak sanggup membendung perasaanku. Sementara benteng-benteng dan istana Troya, yang dibangun dengan kesetiaan rakyat atas Raja Priam pun tlah menjadi puing korban peradaban yang dibangun dengan darah dan bangkai jutaan derita bergelimpangan, lalu hatiku? Reruntuhan tak berbekas, semilir perih tak terkisah.

Kugali makam di samping kuil, kupasangi nisan. Agar Aphrodyte tahu, cinta itu menyakitkan.

Elena, engkau adalah samudera misteri kehidupanku, menyelamimu, aku berhadapan dengan monster-monster masa lalu. Engkaulah lautan terdalamku, selalu. Aku di hadapan nisanmu hari ini ingin meminta restumu, aku akan kembali melaut. Menyusuri lautan. Meresapi dendam, menuntuk keadilan, menggugat takdir. Seperti yang dilakukan oleh seorang sahabat jauhku, saat aku singgah di Astinapura. Aku akan menuntut seperti dia, seperti Bambang Ekalaya. Namun aku bukan menuntut pada seorang rsi atau seorang raja, aku akan menuntut para dewa di Olympus!

3:: Bermulanya Petualangan Terakhir

Tak susah untuk mengumpulkan kru kapal pelayar di tengah puing kota Troya yang sudah usang. Peradaban besar yang dibangun atas dasar kesadaran bukan berdasar formalitas dan aturan baku yang beku ini, sekarang tinggal sejarah. Dalam keadaan seperti ini, banyak sekali orang-orang putus asa. Mudah sekali mengumpulkan mereka, mengajak mereka berlayar, ketika selesai kubuat kapalku dengan metode pelayaran phinisi. Metode paling mutakhir yang kukenal. Semula mereka menganggap aku aneh, namun saat kapal ini selesai, maka di sinilah aku saat ini, di hadapan para kru kapal siap mengobarkan semangat dan memantapkan hati mereka dalam pelayaran. Lautan selalu dingin Elena, terutama di malam hari. Ketika tak ada api yang menyala, gelora dalam dada adalah satu-satunya penghangat dan mantapnya niat adalah pembakarnya.

”lautan adalah petualangan abadi, wahai tuantuan pemberani sekalian! Tempat berujungnya horison tak berbatas, senja selalu baru dihadapan kita. Cakrawala memang luas tuan-tuan, namun cakrawala dalam dada kita adalah lebih luas dari padanya, tak ada yang perlu kita takuti, aku di sini sebagai kapten kapal kalian.

Kita akan menuju kebaruan! yang tak pernah lusuh. Kekinian tak berbingkai, menghadapi segala kemungkinan. Bila diantara tuan-tuan ada yang masih mengharap kepastian dalam perjalanan, aku sarankan tuan mundur saja dari perjalanan ini, sebab perjalanan ini adalah ejawantah dari kehidupan. Sesiapa yang tidak siap menghadapi ketiadapastian sesungguhnya tidak siap menghadapi kehidupan.

Tuan-tuan! aku sudah pernah liat beribu-ribu monster dan makhluk aneh, baik dalam petualanganku di laut maupun dalam perjalanan darat. Aku sudah pernah berhadapan dengan naga raksasa di cina, hydra bahkan para titan sekalipun, aku sudah lihat kemegahan negri-negri yang terjauh, dan percayalah tuan sekalian, kemegahan Yunani tak ada apaapanya dibanding kemegahan kerajaan yang pernah kulihat dulu, Atlantis Jawadwipa, Astinapura, Cina, Melaka, Kerajaan Barus, Kandis dan lainnya. Peradaban mereka dibangun atas kebesaran jiwa dan kearifan setiap penduduknya, teknologi mereka bukan pada alat-alat buatan, namun berupa pembangkitan potensi-potensi manusia yang tak terbayangkan kemungkinannya. Bukan dibangun dengan kemegahan bangunan tua yang dingin apalagi atauran-aturan tertulis kaku, terpancang usang sebagai pegangan kepastian. Satu-satunya yang dapat mendekati peradaban mereka adalah kerajaan Troya ini, dengan keistimewaan dari kebesaran hati para penduduknya dinaungi kebijaksanaan Raja Priam, namun itupun telah dihancurkan oleh kaum Yunani itu dengan pongahnya yang kata mereka dengan restu para dewa Olympus. Cih!

Sudah kukatakan pada kalian bukan tuan-tuan, aku sudah menghadapi beragam jenis makhluk-makhluk ganas, namun tak ada yang lebih buruk daripada ini, ya musuh yang nanti akan kita hadapi jelas lebih berat, lebih sakti dan lebih bejad dari monster manapun. Namun mereka mesti kita hadapi tuan-tuan, bukan saja demi membalaskan dendam kota Troya, namun juga agar tak ada lagi kesewenang-wenangan mereka di atas dunia ini!”

Seseorang berseloroh ”Apakah monster ini sebegitu mengerikannya?”

”ya tuan, dia mengerikan, lebih mengerikan dari khayalanmu yang paling mengerikan!”

”berapa jumlahnya?”

”ada banyak saudaraku, kita tak tahu pastinya”

”bagaiman rupanya?” seoloroh seorang bapak tua

”rupanya semacam apa yang dapat kau bayangkan namun selalu melampau lebih dari khayalmu”

”sudah jangan bertele-tele, katakan saja apa tujuan perjalanan ini? Apakah setelahnya kita akan mendapatkan kekayaan?”

”kekayaan? ya kekayaan saudaraku. Tapi bukanlah kekayaan macam harta benda. Kekayaan yang kita dapatkan akan lebih berharga dari segala yang pernah kau timbang, lebih berkilau dari semua emas yang pernah kau saksikan, lebih cantik dibanding berjuta gemintang dan kerananya akan lebih terlindunglah dia dari mutiara termulia dalam samudera, lebih misterius dari semua wanita yang pernah kau tiduri”

”apa maksudmu heh, pelaut gila!!?”

”kekayaan itu, adalah akan lahirnya langit baru di depan kita, mentari baru yang lebih terang dari sekarang! horison baru yang lebih menggelegak untuk kita capai, ombak akan bergemuruh lebih menantang dan keturunan kitalah yang akan mendapatkan hasilnya, sebuah petualangan di bawah langit baru, mengarungi samudera yang benar-benar baru, yang tentu saja dengan tantangan-tantangan baru yang hanya bisa dilalui dengan gejolak gairah yang lebih gelora dari letusan berapi.

Dunia baru akan terbuka, manusia yang lebih bercahaya akan lahir dari celah-celah kehidupan, bayi-bayimu yang akan lahir nantinya akan menjadi tuhan-tuhan baru, kehidupan yang baru, dan bentuk kematian yang tentu saja lebih agung dan mulia!”

”Bodoh!”

”Gila!”

”Sinting”

”karena kita akan menantang para dewa saudara-saudara, para dewa yang telah menyuguhkan perang ini di hadapan kita, para dewa yang terlalu patuh pada nasib, kita akan mengadakan pembantaian, membunuhi semua tuhan-tuhan di Olympus, oh betapa rendahnya, kita akan menjadikan dataran yang lebih tinggi untuk hunian tuhan baru kita yang pada saatnya nanti juga akan dibunuhi oleh keturunan-keturunan kita sendiri”

***

Pelaut itu, yang pada akhirnya dipandang gila oleh para penduduk , membentangkan layarnya mengarungi samudera sepi pun sendiri. Angin laut berdesiau, menyayat hati sunyi. Cinta itu membara, membakar gelora rindu, menjadikan diri selalu tak berharga. Beberapa orang mengira-ngira pamungkas apa yang dimiliki pelaut itu, hingga berani menantang para dewa dan berteriak ingin membunuh tuhan. Ada yang mengatakan dia pernah mendapat keris sakti, kapak, cakra Vishnu dan lain mulut selalu berbunyi mereka-reka keberaniannya yang tidak manusiawi. Namun kekuatan dan pamungkas itu sesunggguhnya adalah cintanya pada Elena, yang ruhnya mengejawantah dalam biru samudera, yang membutakan matanya hingga tiada lain yang disaksikannya selain wajah cintanya pada elena. Namun cinta terlanjur mewujud dendam.

Kapal mungil ditelan senja, diantara keindahan samudera menghilang di ufuk paling ujung dari pandangan manusia.

Sayup terdengar sang pelaut bersyair

”Sesungguhnya, diriku tlah binasa dalam cintamu. Bila tubuhku hancur, maka tiada yang berubah, karena sejatinya aku tlah lama musnah dan menjadi abu dalam bara cintamu, sayangku.

Hanya kuminta kau bawakan cakrawala itu untukku”

***

Di Olympus

Zeus dan Appolo memandang senja dari kejauhan. Mereka berdua mendapat mimpi serupa, mimpi mengerikan, terlalu mengerikan untuk diceritakan. Seluruh Dewa tibatiba diliput kecemasan yang menegangkan, terkadang dalam kesempurnaan takdir datang terlalu dini menghampiri hingga tak pernah sigap rasanya.

Namun diantara para dewa itu, Dionysius yang ceria, masih saja bernyanyi menari sambil mabuk, tubuhnya berputar-putar dan bergerak liar tanpa aturan. Gerakan itu kacau, namun bukankah pada titik paling kacau sesuatu menemukan keindahannya sendiri, seperti jua dalam keteraturan yang sangat akan ditemukan kehancuran perlahan dan justru lebih menyakitkan.

Angin bertiup di Olympus, namun kali ini terasa angin membara, aroma maut dan anyir yang baru akan, sudah terasa.

***

Semesta kecil, semesta mungil tempat kita berdiam ini, adalah sampan yang selalu mengarungi petualangan tanpa batas namun entah kenapa, selalu terasa seperti petualangan terakhir. Padahal ia tidak pernah berakhir.

Fajar baru selalu menyingsing bila kita berani membuka dan merobek keindahan senja yang memabukkan, dibaliknya mungkin ada gulita malam yang melilit dingin beku tanpa belas kasihan. Namun setelah itu segalanya akan kembali fajar.

Terang seperti di awal…

http://zuriatfadil.wordpress.com/2010/12/23/85/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt