Minggu, Mei 02, 2010

Pram, Punk, dan Gerakan Komunitas di Blora

Abdul Malik, Fahrudin Nasrulloh
http://www.facebook.com/note.php?note_id=86042861838&ref=mf#/profile.php?id=770900011

Wahai huruf……
Alangkah akan tinggi ucapan
Terima kasihku, bilalah kamu
Menjadi buku terbuka
Bagi manusia yang membacanya
(Pramoedya Ananta Toer, Menggelinding 1)

Bebaris kata-kata Pram itu terpampang di salah satu banner di bagian tengah atas yang berisi sejumlah cover novel-novel Pram, baik yang berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa asing. Kita seperti diajak memasuki ruang-ruang batin Pram dengan segala pernak-pernik kisahnya. Inilah salah satu yang terhadir dalam peringatan 1000 WAJAH PRAM DALAM KATA & SKETSA yang dipanitiai oleh Soesilo Ananta Toer dan Eko Arifianto yang digelar mulai tanggal 1 sampai 7 Februari 2009, di Jl. Sumbawa 40 Jetis Blora.

Selama seminggu, acara peringatan Pram ini, salah satunya, menghadirkan pameran sketsa dari anak-anak SD sampai SMA, dan khalayak umum, terutama kaum muda yang berasal dari sejumlah komunitas di Blora dan Randublatung. Upaya memperkenalkan sosok Pram pada generasi muda sangatlah penting sebagai cermin perlawanan atas ketidakadilan. Meski anak-anak SD kebanyakan belum tahu banyak ihwal Pram dan karya-karyanya, namun mereka sangat apresiasif. Mereka menuangkan sketsa wajah Pram di atas kertas dengan berbagai ekspresi dan menuliskan kesan-kesan mereka. Baik itu kutipan dari penggalan-penggalan novel-novel Pram atau dari kesan mereka sendiri. Seperti: “Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa lain” (Jalan Raya Pos, Jalan Deadels: hlm. 70); “Semua yang terjadi di kolong langit ini adalah urusan setiap orang yang berfikir” (Rumah Kaca, hlm. 38) “Seorang tanpa prinsip adalah sehina-hina orang, setengik-tengiknya” (Rumah Kaca: hlm. 73); “Selama penderitaan datang dari manusia, dia bukan bencana alam, dia pun pasti bisa dilawan oleh manusia (Anak Semua Bangsa: hlm. 204); “Jabatan dan piring nasi tanpa disadari juga ikut membentuk watak sekalipun dimulai pada umur tiga puluhan” (Nyanyi Sunyi Seorang Bisu: hlm. 126); “Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar penglihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaranmu dapat menangkap musik dan ratap tangis manusia; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput” (Bumi Manusia: hlm. 119). Sketsa anak-anak SD di Blora ini terdiri dari 100-an sketsa yang ditempel pada 4 papan.

Ada 17 sketsa dari murid SMP Bhakti Tuban dengan menggunakan media sampah daur ulang berupa kardus, plastik, kertas minyak, deterjen, dan selotip. Terpajang pula 11 sketsa khusus berjudul “Fragmen Pulau Buru” karya Gumelar. Dengan media kanvas cetak karet, ukuran 40 x 60 cm, Eko Arifianto memajang karyanya dengan judul “Pram dan Karyanya”, dan “Pram: Resist!”. Sejumlah lukisan bercat minyak (dan dengan media lain) juga dipamerkan di sekitar dan di dalam ruang utama rumah Pram, salah satunya, adalah lukisan karya Soetanto tahun 1980 berjudul “Toer” (ayah Pram) dan “Saidah” (ibu Pram). Lalu lukisan Romo Didik Cepu berjudul “Merahnya Pram” berukuran 88 x 90 cm. Sementara karya pelukis lain juga dihadirkan semisal karya Totok Sawahan, Pongky, Bobby dan Komunitas Marjinal, Toni Al-Blora, Praminto Moehayat. Dan yang terakhir adalah karya pahat dari kayu jati berjudul “Pram Mesem”, ukuran 40 x 30 x 60 cm, karya Agus Randublatung.

Di pengujung acara bertanggal 7 Februari 2009, diundang juga para perupa Jogja dan beberapa kota lain, seperti Joko Pekik, Hari Budiono, Samuel Indratma, Bambang Heras, Suatmaji, Sjalabi, Bambang AW (Malang). Di tengah-tengah pemanggungan musik punk dari Komunitas Marjinal, para pelukis tersebut melukis bareng bersama pengunjung dan pengagum Pram.

Bersamaan itu, di sore pukul 16.59 yang agak gerimis, Ilham J. Baday dan Salabi dari Komunitas Arek Museum Surabaya, menampilkan performance art dengan judul “Abandoned”. Ilham menjajarkan 6 meja tralis di depan pengunjung dengan dideretkan memanjang. Ia berkacamata hitam dan bertelanjang, tapi masih memakai sarung yang dilipatnya serupa cawat. Sekadar untuk menutupi “rudal”nya. Berambut rumbai ala Bob Marley (meski pendek seleher). Dibawalah sebuah durian dan buku berjudul Aku Bangga Jadi Anak PKI, diletakkan di atas meja paling ujung. Si durian ditegakkan di atas buku tersebut. Ia lalu mengambil arah berlawan meja. Menaikinya. Berjalan ia membawa odol ke durian. Memelototkan odol itu seperti membuat lukisan ular-ularan memanjang hingga ke ujung meja semula. Kemudian ia menelentangkan tubuhnya di atas meja. Merambat kayak mamba menuju durian. Bayangkan, bagaimana pengunjung memecah perhatian pertunjukan: antara menikmati musik punk Marjinal, menonton para pelukis kawakan melukis, dan eksplorasi pertunjukan Ilham.

Sedang Salabi, setelah ikut melukis wajah Pram secara kilat, ia membawa jes pewangi, lalu menyemprotkannya di kanvas lukisannya. Berjalan muter-muter turun panggung naik panggung.. Jes pewangi itu kemudian ia wesskan ke mulutnya. Ilham terus merayap hingga ke buah durian dan memakannya. Serampung itu, ia mengajak pengunjung menirukan performennya. Tak tanggung-tanggung, ada 5 peserta yang tergerak ngikut, 2 cewek, 3 cowok. Semuanya antusias, pengunjung sontak berkeplokan meriah sekali. Performen ini, menurut Ilham: menggambarkan bahwa perjuangan dan keberanian Pram dimulai dari proses yang tidak mudah. “Susah-susah dahulu, baru enaknya kemudian”, demikian simpulnya. “Keteguhan dari perjuangan seseorang demi kemanusiaan, pada akhirnya kita pantas mengenangnya, dan oleh sebab itu, keharuman namanya tidak akan pernah lekang sampai kapan pun,” susul Salabi.

Pada puncak acara pukul 19.30 diluncurkan buku Bersama Mas Pram, karya Koesalah dan Seosilo Toer dari penerbit KPG Jakarta. Astuti Ananta Toer dan Soesilo Toer mewakili keluarga memberikan buku tersebut kepada sejumlah sahabat Pram, yang hadir diatas panggung antara lain Djoko Pekik, Eko Arifianto, Sonny Keraf, Soelistiyono BA. Pergelaran wayang kulit berjudul “Begawan Ciptoning” dengan dalang Tristuti Rahmadi memungkasi acara ini.

Dalam kesempatan itu pula Penerbit Lentera Dipantara juga meluncurkan buku Pramoedya Ananta Toer: 1000 Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa. Berisi esai, catatan kenangan, dan puisi dari banyak kontributor dan kaum pramis.

Satu agenda acara yang batal dalam peringatan 1000 hari mengenang Pram ini adalah pementasan drama dari SMAN 1 Randublatung berjudul Perlawanan Rakyat Tepi Hutan pada hari Sabtu, 7 Februari 2009, pukul 16.30-17.00 WIB. Menurut Ex Mahardhana Wijaya (exicrot) pementasan itu dilarang oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Blora.

Obituari Kamar Sunyi Pram
Bayangkanlah. Apakah sekarang bayangan ruh Pram dikesiur angin dan terkesiap bangun dari Karet Bivak lalu mengendarai angin menuju rumahnya di Jl. Sumbawa 40 Blora? Bisa jadi, ruhnya yang seringan bulu angin senja itu akan mengunjunginya. Dan di sinilah, di rumah Pram, pengunjung pameran bisa merasakan desir kedatangannya. Lalu mengobrol banyak hal dan ketawa bareng sambil berkelakar: “begitu pendek dan seenteng kentut hidup ini, bukan? Tapi semuanya harus dimaknai dengan sebaik-baiknya”.

Mari rasakan! Ruangan sebelah kanan, ada mesin jahit milik Koen Maryatoen, adik Pram No.2, tahun 1966; di atas meja jati tua, ada 20-an judul buku koleksi Pram dijejer rapi, salah satunya Di Bawah Bendera Revolusi karya Soekarno, Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer; garpu sendok (3 buah) keluarga Toer (tahun 1925); baki pengantar minuman/makanan tamu keluarga Toer (1925); baki bekas keluarga Toer untuk menyimpan opor/rawon (1925); baki tutup untuk menaruh sayur keluarga Toer (1925); tiga gelas piramida terbalik tempat minuman ringan keluarga Toer (1925); timbangan untuk menakar bahan-bahan kue kering keluarga Toer (1925); stoples tempat gula keluarga Toer (1925); alat pembuat persan jeruk nipis keluarga Toer (1925); tempat menyimpan klobot keluarga Toer (1925); tenong ukiran jepara tempat Toer menyimpan tembakau (1925); kursi rotan tempat Toer biasa ceki dengan kawan-kawannya antara Cin Bie dari Beran; mesin ketik Optima hadiah Pramoedya buat Oemisafaatoen yang berarti bintang Aquarius (tahun 1956); rodenstock, bekas tempat kaca mata Pram sepulang dari Pulau Buru (rp 3.000); dan meja marmer tempat Toer menjamu tamu-tamu penting di ruang depan (1950); jam tangan hadiah untuk Pram dari Kyoto, TV Jepang tahun 1985, menunjukan pukul 13.45; Modern Indonesian Literature karya A Teeuw (University of Leiden, 1967, The Hague Amsterdam); foto Pram, hitam putih agak mangkak dan gripis, bersama Adam Malik. Pram sedang menunjukkan buku Bumi manusia padanya; kacamata-kacamata murahan milik Pram yang dibelinya di seputar pasar Sunan Giri, Rawamangun, Jakarta , 1982; dll.

Rumah Blora memang berciri-khas kayu. Dari pondasi sampai semeteran ke atas memakai batu-bata. Selebihnya adalah kayu hingga ke usuk, blandar, dan reng-rengnya. Kayu jati, usia tua, cat putih yang lapuk, setali dua tali sawang menggelayut bergoyang-goyang dihembus angin. Di ruang tamu depan, jagak pintu berkayu jati, di tengah jagak atas ditulisi di selembar kertas “Ruang Memorabila”. Di sayap kiri pandangan tercantel Lukisan Merahnya Pram, 68 x 90 cm, sketsa kain spidol krayon, karya Romo Didik Cepu. Dengan warna merah terang menyala. Di kanan bawah lukisan itu terboreh kerumunan kata begini: Angkatan muda harus punya keberanian/ kalau tidak punya sama saja dengan ternak yang hanya sibuk mengurus dirinya sendiri (Pramoedya Ananta Toer). Di sini juga terpampang lukisan Romo Didik Cepu berjudul The Smiling Pram, 30 x 40 cm, media pensil.

Pernak-Pernik Perpus PATABA
Perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Blora (PATABA) berdiri 2 tahun lalu oleh Pramoedya Ananta Toer, Sosilo Toer, Koesalah Toer. Beralamat di Jl. Sumbawa 20 Kelurahan Jetis Kecamatan Blora Kabupaten Blora.”Perpustakaan Pataba didirikan untuk tonggak kenangan pada hari meninggalnya Pramoedya Ananta Toer di Jakarta dan dimakamkan di pekuburan umum Karet Bivak yang juga merupakan peristirahatan terakhir Chairil Anwar”, ungkap Soesilo Toer, adik kandung Pram (Suara Rakyat, edisi 7-21 Februari 2007).

Soesilo Toer Tahun sebagai salah satu penerus dan mengelola perpustakaan ini menceritakan, “Saya menamatkan SMA 1957, kemudian melanjutkan ke Akademi Keuangan di Bogor. Lalu meneruskan sekolah di Rusia, hingga pada tahun 1967 tamat dari Universitas Lumumba dengan gelar MSc.” Karir pendidikan Pak Soes terus menanjak dengan menamatkan pendidikan di Institut Plekhanov pada tahun 1971 dengan gelar DR dan PhD. Saat ini ia mengelola perpustakaan PATABA sembari berkebun.

Jumlah koleksi perpustakaan ini terdiri dari 3 ribu judul. Luas ruangan 16 meter persegi. Rumah ini berdiri tahun 1924, dan sempat direnovasi pada tahun 1954 dan 2003. Salah seorang pembaca muda, Daris Ilma, lahir di Sidoarjo (28-7-1992) yang ikut hadir kala itu mengemukakan kekagumannya atas karya-karya Pram yang memberikan semangat keberanian dalam menghadapi tantangan dan gencetan nasib yang mencekam. Siswi ini bersekolah di SMA Avicena Kedungcakring, Jabon, Sidoarjo. Ia juga melahap habis Bumi Manusia dan Rumah Kaca yang sebelumnya menjadi koleksi orangtuanya, M Irsyad. Sementara itu Puput Puji Lestari sengaja mengajakan dua keponakannya Faiq Adi Wibowo kelas 6 SD dan Nabibah Jihan Pratiwi TK BRI Blora agar mengenal sosok Pram lebih awal.Tentu bagi para pengunjung lain, banyak kesan yang tak tergantikan saat mengikutidan menyambangirumah Pram ini.

Mikael Isrofil dan Komunitas Punk Marjinal
Ketegaran Pram dalam bersikap dan bertindak adalah cerminan bagaimana manusia harus mengatasi kehidupan di bumi manusia yang dilanda ketidakadilan dan ketertindasan. Tapi ia tidak percaya takdir, ia tak pernah merengek pada Tuhan. Tapi ia menghargai bumi manusia ini dan menghayatinya dengan tanggung jawab sepenuh-penuhnya. Nasib musti dilawan oleh manusia. Ia terus melatih dirinya dengan apapun agar tidak direndahkan dan dilemahkan. Ia mencintai negeri dan bangsanya dengan tiada henti menelusuri sejarahnya dan mendokumentasikannya. Tak heran, jika karya-karyanya dan pengaruhnya juga mengintrusi banyak kalangan, termasuk pada komunitas punk Marjinal. Mengenai sejarah punk secara global, mungkin tidak terlalu banyak referensi dan hasil riset yang representatif, terutama di Indonesia. Sebagai sekedar rujukan ringan, ada 2 film yang layak ditonton, semisal Sex Pistol dan Romper Stomper yang bercerita tentang tokoh Hando si pengagum buku Mein Kamp-nya Hitler. Tokoh ini dibintangi Russel Crowe. Tapi menurut Mikael, punk masuk ke Indonesia sekitar tahun 90-an.

Komunitas ini dimotori oleh Mikael Isrofil di bidang musiknya, dan Najib Hermani sebagai inspirator dalam kreatifitas lainnya semisal pada penerbitan buletin, majalah, tabloid, hingga penerbitan buku. Sejumlah penerbit pernah njedul dari komunitas ini, seperti Melibas, Heyna, Celetuk, Kepak, dll. Kaum punk ini telah berdiri sejak 22 Desember 1996. Mereka banyak bertebaran di Jakarta dan kota-kota lain. Komunitas ini tak memiliki organisasi. Karena itu secara struktural, di dalamnya tidak ada ketua atau yang dianggap paling berpengaruh. Semuanya menganggap setiap pungker satu sama lain adalah sederajat. Satu untuk semua, semua untuk satu. Egalitarianisme cukup kental dalam pemikiran dan tindakan mereka. Tak pelak, paham kesederajatan, perlawanan, keberanian, dan kebebasan, dapat mereka timba dari sosok Pram.

Keterlibatan mereka yang digandeng komunitas Pasang Surut dalam peringatan seribu harinya Pram ini menunjukkan bahwa spirit yang mereka gotong seucap-sekereta dengan Pram. Mereka hampir mentas saban ada waktu luang, selain agenda mereka sendiri, untuk menyelingi acara-acara yang sudah dijadwalkan panitia. Syair-syair yang mereka nyanyikan antara lain: “Bumi manusia”, “Seru-seru Gua Garba”, “Hukum Rimba”, “Rencong Marencong”, “Bebaskan”, “Marsinah”, “Disunati Dipotong Dicincang-cincang”, “Luka Kita”, “Alam Raya Sekolahku”, “Anak Merdeka”.

Menariknya, tak satu pun dari 10 lirik di atas diklaim tercipta dari satu orang. “Semua syair ini adalah dibuat dari dan untuk kita semua. Seluruh personel Marjinal ikut andil dalam pembuatan syair ini,” tutur Mikael. Saat itu dengan senang hati Mikael dan kawan-kawannya mendendangkan satu lagu dengan judul:

BUMI MANUSIA

Bangkit dan merdeka
Buka mata hati kita
Menembus segala arah rona-rona
Menyapa seisi dunia
Bersilaturasa
Tumbuh sumburkan rasa bersaudara
Singkirkan malam dari siang yang buta
Songsong masa kan datang dengan jiwa merdeka
Di mana manusia saling memanusiakan manusia
damai di bumi
damai di jiwa
damai di hati
damailah kita semua
damai di bumi
damai di jiwa
damai di hati
damailah bumi manusia

Pram bisa jadi ikon sastra, ikon politik bagi anak-anak Partai Rakyat Demokratik, bahkan sebagai lambang perlawanan dan pembangkangan sipil oleh kelompok punk — Pram diangkat sebagai Datuk Punk. (Tempo, 14 Mei 2006 halaman 74). Sebagai kesimpulan kecil, ada satu kalimah yang nggeget soal komunitas ini dalam melambari diri mereka: Setiap orang adalah punk, karena setiap orang berjuang untuk menjadi dirinya sendiri dan penanggung jawab bagi dan atas diri sendiri. Be your self, do your self. Berdiri dan berkarya di atas kaki sendiri,” demikianlah pungkas Mikael. Punk Marjinal ini bisa disambangi di www.sapibetina.blogspot.com

Sayap-sayap Pram di Blora
Pertama kali menuju Blora dari Jombang, kami membayangkan 11 cerpennya dalam Cerita dari Blora. Serangkaian cerpen yang menuntun khayal kita menyusuri masa-masa awal Pram bertarung hidup di Blora. Kehidupan keluarga Pram terlukiskan dengan detail sekaligus getir saat mereka terpuruk dibelit nasib dan harapan-harapan yang berkerikil tajam. Saat itu kami bertiga, Fahrudin Nasrulloh, Abdul Malik dan Jabbar Abdullah, ngambil bis Puspa Indah jurusan Jombang-Babat dengan jarak tempuh kira-kira 36 km. Babat-Bojonegoro: 34 km. Bojonegoro-Cepu: 33 km. Cepu-Blora: 34 km. Kami bertiga jadi jengkel dan misuh-misuh, ketika bis Margo Djoyo Babad-Bojonegoro ini ngebut diuber setan. Pasti supirnya nggak pernah baca Anak Semua Bangsa. Bahkan kenal Pram pun mungkin tidak.

Kami sampai sore di sana, tanggal 6 Februari 2009. Paginya, sekitar pukul 6.34, saya dan Jabbar berjalan-jalan cari sego pecel dan Kompas ke sekitar alun-alun Blora. Ketika melewati pasar Blora, saya teringat cerita Soelistiyono Ba alias Ki Panji Konang (kawan dekat Pram waktu kecil) tentang masa-masa kecil mereka: “Sakwise tamat saka sekolah angka telu, aku nerusake sekalah ana kutha mau, banjur ketemu kang Pram, nek wis bubaran sekolah suwe-suwe padha golek akal, kanca-kanca diajak kang Pram nong halte Pasar Blora, golek bekas bungkus rokok. Nek ora salah, cap rokoke gawean Nitisemita, Ball Tiga, Cap Anggur, Cap Jambu, Cap Jeruk, Cap Mlinjo, lan liya-liyane. Bekas bungkus ditata rapi, menawa wae dienggo nulis-nulis cerita kanggone kang Pram.” (Pramoedya Ananta Toer: 1000 Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa, Jakarta: Lentera Dipantara, 2009).

Tak heran, jika kini novel-novelnya meruah terekam kuat di ingatan pembacanya, sebab sejak kecil Pram sudah melatih diri berdisiplin untuk menuliskan apa saja yang berseliweran di hidungnya. Semacam ketelatenan sejak kecil. Untuk membunuh kemalasan yang kerap mengutuk banyak orang. Meski itu hal yang sepele, namun berat. Atau, baginya: harus ada yang diperbuat demi masa depan. Hidup adalah bekerja dan memaknai keterberian Yang Kuasa. Ia pernah berujar pada kawannya itu: “yen kowe ora obah-polah ora bakal iso mamah.” Ya, sebuah etos hidup yang khas Blora, jika tepat hal itu kita kaitkan dengan tokoh legendaris Samin Surosentiko (1859-1914). Perlawanan Samin di Blora kala itu terhadap kolonial Belanda mendapat sokongan masyarakat Blora, hingga ia digelari Prabu Panembahan Suryongalam. Samin sebenarnya hanya mempertahankan pandangan jawanismenya yang terdiri dari 20 Angger-angger Pratikel: drengki, srei, panasten, dahwen, kemeren, bledog, colong, petil, jumput, nemu, dagang, kulak, mblantik, mbakul, nganakno duwit emoh, bujuk, apus, ngakali, krenah, ngampuni pernah: aja dilakoni!

Lepas dari itu, dalam peringatan 1000 Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa, bagaimanakah kita melihat komunitas-komunitas yang ada dan bergerak di Blora dan sekitarnya? Apakah gerakan mereka terkesan elit, tak menyentuh rakyat, tak membumikan aspek-aspek kemanusiaan dan lain-lain sebagaimana tercermin dalam diri Pram dan karya-karyanya?

Telisik Eko Arifianto dan Ex Mahardana Wijaya di Blora dan Randublatung terdapat belasan komunitas yang bergerak dalam banyak bidang. Mulai dari pemberdayaan masyarakat, perpustakaan, kepenulisan, jaringan kelompok tani dan perajin kayu jati, pelatihan-pelatihan komunikasi massa dan pembacaan terhadap kebijakan pemerintah, hingga kreatifitas- kreatifitas yang digalakkan di kalangan siswa dan pemuda. Di antara sejumlah komunitas itu seperti: Komunitas Pasang Surut, PATABA, SuperSamin, Front Blora Selatan (berdiri 2005, dimotori oleh didik), Anak Seribu Pulau, RAPALA, Komunitas Wong Sastra (berdiri 2008 dari SMA 1 Randublatung), Tugu United, ARSUMPALA (Arek Sumber Pecinta Alam. Berdiri 2002. Merevitalisasi seni Barongan di kampung-kampung. Penggeraknya Bambang), Lidah Tani (berdiri 2000. Ketua: Pak Rukito dari Desa Temulus Randublatung), Komunitas Rukun Tani, Roedal Revolt, Kolektif Reaksi, Yayasan Mahameru, LPAW, dan Paguyuban Penghayat Kepercayaan.
Seluruh komunitas ini rata-rata bergerak di bawah dan terinspirasi sekaligus berupaya menerjemahkan pemikiran-pemikiran humanisme sosialis Pram. Eko Arifianto menjelaskan, “Komunitas-komunitas ini lebih menekankan kerja kolektif, mencoba membumikan teks Pramoedya. Tentang kemandirian, Kesederhanaan, Kejujuran, dan Keberanian.”

Di Randublatung sendiri, sekurangnya ada 8 komunitas. Ex Mahardana Wijaya yang riwayatnya pernah berkuliah di kampus Wangsa Manggala Wates Jogja, adalah eksponen Taring Padi di Jogja pada 1998-2004. Sejak 1998, ia, Juwadi, dan teman-temannya yang lain mulai membikin kelompok-kelompok kecil pembaca karya-karya Pram. Komunitas RAPALA (Randupblatung Pecinta Alam) bukan sebagaimana grup pecinta alam yang umum kita kenal. Komunitas ini berdiri tahun 1999. Mereka bergerak dalam upaya untuk menyelamatkan hutan di Blora dari setiap perusakan dan pembabatan liar. NO FOREST, NO ART, NO FUTURE, adalah semboyan mereka. Sebuah konsep Hutan Rakyat yang menarik. Karena itu, pada 1999, mereka mengajak masyarakat Blora untuk melakukan penanaman pohon jati dan mahoni di lahan-lahan kosong di sekitar mereka.

Demikian pula komunitas Anak Seribu Pulau yang lahir pada 1999, juga digerakkan oleh Wijaya, Agung Crotte, dan Juwadi. Art Ecology adalah konsep mereka. Kayu-kayu kecil yang selama ini dianggap sampah dan berserakan di jalan-jalan, mereka manfaatkan sebagai bahan berkreasi-cipta, seperti mengikirnya menjadi manik-manik, gantungan kunci, patung-patung kecil, dll. Dengan seni cukil kayu ini, pada 2005, mereka menggelar Forest Art Festival. Kegiatan ini didukung Imam Bocax yang berkarya seni dengan memberdayakan lidi aren. Tahun 2006, beberapa anggota Anak Seribu Pulau, diikut-sertakan oleh Imam Bocax ke Australia sebagai peserta dalam semacam workshop pemberdayaan hutan dan seni kriya.

Mereka-mereka inilah sayap-sayap Pram di Blora dan sekitarnya. Sepercik warisan dari Pram bahwa bumi manusia menjadi tanggung jawab bersama untuk dijaga, dipertahankan, dan diperjuangkan demi menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Selamat berkarya dan bergerak kawan-kawan! Pena dan gunting Pram bersama kalian…

Jombang, 11-14 Februari 2009

*) Dimuat majalah KIDUNG Dewan Kesenian Jatim Edisi 13.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt