http://m-faizi.blogspot.com/
PALESTINA
Dari balik rintih Palestina
terdengar jerit seorang pemuda
yang membenamnya dalam sejarah tangis
dan gugur air mata
seperti layu kemboja
bernisan lengang amis darah
pergi bersama angin
Di lorong-lorong Jericho
detak maut lewat bergegas
melintas di antara grafiti gelap
yang menyimpan sejuta murka
sementara Israel memburu mahasiswa
Intifadah bentrok di jalur Gaza
kepada anaknya, seorang pejuang berkata
“Semalam aku mimpi Musa
membawa tongkat dan kitab
hendak bertitah di puncak Sinai
: sebab apa damai masih berdarah?”
Dan kini, tinggallah belasungkawa yang basi
mengalun perih tak tertakar
maka lagukanlah himne tangis
lewat kesempitan cinta yang terjual
meski air mata bukanlah jawaban
tapi karena tak satu pun elegi
maupun balada
yang melebihi nyeri Pelestina!
1994/1995
PUISI UNTUK PENGGODA
Di cuaca 23°c
aroma pleasure-mu menyalak
aku tersedak
bikin gagap
memilih senyum ketimbang berucap
aku berdecak, tapi tak kagum
hanya coba menyanjung
Tiba-tiba kuteringat
indahnya menentukan kencan pertama;
saat paling berkesan
tapi mudah kulupakan
karena ternyata
keindahan itu lebih mudah kudapat
di dalam kota metropol hatiku
seorang diri saja
belajar menjadi tunanetra
ketika gagap berucap
melihat tak dapat
Karena itulah, perawan
sorry banget,
aku nggak tergoda!
9/2001
SAJAK KERAGUAN
Saat kuucapkan padamu
kata-kata Hamlet pada Ophelia;
‘janganlah bimbang bahwa aku cinta’
seperti itu pula aku
pada cahaya matamu yang laut
aku bimbang
pada senyummu yang ajaib
aku ragu
Namun ketika engkau ucapkan padaku
kata-kata Ismail pada Ibrahim
maka benar-benar aku telah menjadi
seorang filsuf yang terkulai
oleh sengatan cinta
1996
MENCARIMU
Cintamu adalah gelombang
tapi ia adalah pantai
yang membuatnya jadi buih lalu tiada
cintamu adalah hujan
tapi ia menjadi bumi
yang menyerapnya sepanjang musim
Ketika kaubacakan aku sajak dua seuntai;
senyum dan air mata
sebagai ritus abadi
bagi pesta di persimpangan musim
aku terperanjat dalam igau
akukah ia yang kausebut udara
dalam pusaran angin?
Cintamu adalah keraguanku
seperti isyarat perenjak yang terusir
dari jalanan tengah kota
sepanjang trotoar sepi aku mencari
sepanjang jangkauan khayal aku menggapai
hingga mimpi usai dalam bimbang
Kalau saja harus kucari cinta dengan filsafat,
engkaukah kebenaran itu?
5/1996
SAIPIANGIN
Saipiangin,
ringankan tubuh
akulah angin
di mata badai
jangan kaukejar
kakiku seribu
menderu tak bersiru
jangan rintangi
tak ada kata henti
dalam lariku
3/06/2002
PALESTINA
Dari balik rintih Palestina
terdengar jerit seorang pemuda
yang membenamnya dalam sejarah tangis
dan gugur air mata
seperti layu kemboja
bernisan lengang amis darah
pergi bersama angin
Di lorong-lorong Jericho
detak maut lewat bergegas
melintas di antara grafiti gelap
yang menyimpan sejuta murka
sementara Israel memburu mahasiswa
Intifadah bentrok di jalur Gaza
kepada anaknya, seorang pejuang berkata
“Semalam aku mimpi Musa
membawa tongkat dan kitab
hendak bertitah di puncak Sinai
: sebab apa damai masih berdarah?”
Dan kini, tinggallah belasungkawa yang basi
mengalun perih tak tertakar
maka lagukanlah himne tangis
lewat kesempitan cinta yang terjual
meski air mata bukanlah jawaban
tapi karena tak satu pun elegi
maupun balada
yang melebihi nyeri Pelestina!
1994/1995
PUISI UNTUK PENGGODA
Di cuaca 23°c
aroma pleasure-mu menyalak
aku tersedak
bikin gagap
memilih senyum ketimbang berucap
aku berdecak, tapi tak kagum
hanya coba menyanjung
Tiba-tiba kuteringat
indahnya menentukan kencan pertama;
saat paling berkesan
tapi mudah kulupakan
karena ternyata
keindahan itu lebih mudah kudapat
di dalam kota metropol hatiku
seorang diri saja
belajar menjadi tunanetra
ketika gagap berucap
melihat tak dapat
Karena itulah, perawan
sorry banget,
aku nggak tergoda!
9/2001
SAJAK KERAGUAN
Saat kuucapkan padamu
kata-kata Hamlet pada Ophelia;
‘janganlah bimbang bahwa aku cinta’
seperti itu pula aku
pada cahaya matamu yang laut
aku bimbang
pada senyummu yang ajaib
aku ragu
Namun ketika engkau ucapkan padaku
kata-kata Ismail pada Ibrahim
maka benar-benar aku telah menjadi
seorang filsuf yang terkulai
oleh sengatan cinta
1996
MENCARIMU
Cintamu adalah gelombang
tapi ia adalah pantai
yang membuatnya jadi buih lalu tiada
cintamu adalah hujan
tapi ia menjadi bumi
yang menyerapnya sepanjang musim
Ketika kaubacakan aku sajak dua seuntai;
senyum dan air mata
sebagai ritus abadi
bagi pesta di persimpangan musim
aku terperanjat dalam igau
akukah ia yang kausebut udara
dalam pusaran angin?
Cintamu adalah keraguanku
seperti isyarat perenjak yang terusir
dari jalanan tengah kota
sepanjang trotoar sepi aku mencari
sepanjang jangkauan khayal aku menggapai
hingga mimpi usai dalam bimbang
Kalau saja harus kucari cinta dengan filsafat,
engkaukah kebenaran itu?
5/1996
SAIPIANGIN
Saipiangin,
ringankan tubuh
akulah angin
di mata badai
jangan kaukejar
kakiku seribu
menderu tak bersiru
jangan rintangi
tak ada kata henti
dalam lariku
3/06/2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar