http://www.jawapos.com/
Stasiun Keberangkatan
- Neng
Setiap keberangkatan
Memulangkan rindu pada puisi.
Pada dirimu yang belati.
Hati dan detak jantungku
Berkejaran dalam resah
Melewati bukit dan kota-kota sepi
Setelah peluit kereta mengusirku pergi
Dari mimpi dan puisi.
Waktu terlalu cepat
Bagi cintaku yang tersesat
Di hatimu. Di rumahmu.
Dan Tuhan adalah rumah berteduh
Bagi setiap yang berpulang.
Di sini,
Aku seperti kehilangan rumah yang lain
Rumah bagi diriku
Yang berpindah ke alamatmu.
Jakarta-Jogja, 2008
Jakarta, Cinta, dan Tuhan Yang Puisi
- Neng
1.
Karena sepi itu puisi.
Maka begitulah kupahami dirimu
Gadis yang tumbuh karena mimpi dan rindu
Tiba-tiba lesap ke kalbuku.
Lupa jalan pulang
Di sebuah kota yang petang.
Maka kupulangkan dirimu
Kaupulangkan diriku
Ke dalam rumah yang teduh.
Dan Tuhan menurunkan keadilan yang puisi
Di pusat kota yang tak pernah lelah mengusir mimpi.
2.
Malam dan waktu terbata-bata di jantungku
Lambat dan menikam perpisahan kelabu
Di setasiun ungu, lampu-lampu ungu,
Kereta ungu, dan orang-orang berwajah ungu.
Aku pergi kau jauh
Resah bertemu dalam rindu yang gaduh.
Kapan mesti kembali
Adalah rahasia paling puisi.
Begitulah kutemukan dirimu
Gadis yang tumbuh oleh mimpi dan rindu
Di antara jerit kesakitan masa lalu
Yang melulu biru.
3.
Begitulah dirimu
Yang ditanam diam-diam di malam ungu.
Dan pagi ini,
Pohon di hatiku sudah berbunga
Boleh kau petik satu
Untuk kauselipkan di telingamu.
Dan jika nanti sudah berbuah
Boleh kau panen semuanya.
Hanya untukmu
Karena semua akan kembali padamu
Pada muasal benih tanahmu.
Jogja, 2008
Fragmen Jakarta; dari Veteran Sampai Juanda
- Neng
Perjalanan ini tak biasa
Bagi laki-laki yang biasa-biasa saja
Seperti aku
Hidup selalu banyak kemungkinan dalam pilihan
Menapak di jalan yang berbeda
Lalu bertemu di terminal yang sama.
Kau-ku sama-sama tak berdaya dan tak percaya
Bahwa takdir punya rencana lain untuk kita.
Kita dipertemukan oleh ketidakmungkinan
Sebab kewajaran hanya ada dalam pikiran.
Hidup dan kematian sama-sama gaibnya
Tapi Tuhan memberkati kita
Untuk meminjamkan tangannya.
Merumuskan dan menentukan jalan
Di buku kita masing-masing.
Jakarta, 2008
Wajah-wajah Matahari
Ada yang dikais dari trotoar dan jalanan
Campur debu dan asap kendaraan.
Mimpinya terpelanting
Bagai bunyi logam jatuh dari atap genting.
Wajah-wajah matahari
Bagai sepi yang di sulut pagi.
Wajah-wajah matahari
Mengandung waktu di perutnya yang terluka
Melahirkan kaleng-kaleng minuman dari karungnya
Tempat menampung mimpi-mimpinya yang tersesat
Di pabrik-pabrik dan kota-kota
Wajah-wajah matahari
Terus menerus lahir dan mengalir
Setiap kali aku
Melewati jalanan dan simpang perkotaan.
Sanggar Suto, 2005.
Stasiun Keberangkatan
- Neng
Setiap keberangkatan
Memulangkan rindu pada puisi.
Pada dirimu yang belati.
Hati dan detak jantungku
Berkejaran dalam resah
Melewati bukit dan kota-kota sepi
Setelah peluit kereta mengusirku pergi
Dari mimpi dan puisi.
Waktu terlalu cepat
Bagi cintaku yang tersesat
Di hatimu. Di rumahmu.
Dan Tuhan adalah rumah berteduh
Bagi setiap yang berpulang.
Di sini,
Aku seperti kehilangan rumah yang lain
Rumah bagi diriku
Yang berpindah ke alamatmu.
Jakarta-Jogja, 2008
Jakarta, Cinta, dan Tuhan Yang Puisi
- Neng
1.
Karena sepi itu puisi.
Maka begitulah kupahami dirimu
Gadis yang tumbuh karena mimpi dan rindu
Tiba-tiba lesap ke kalbuku.
Lupa jalan pulang
Di sebuah kota yang petang.
Maka kupulangkan dirimu
Kaupulangkan diriku
Ke dalam rumah yang teduh.
Dan Tuhan menurunkan keadilan yang puisi
Di pusat kota yang tak pernah lelah mengusir mimpi.
2.
Malam dan waktu terbata-bata di jantungku
Lambat dan menikam perpisahan kelabu
Di setasiun ungu, lampu-lampu ungu,
Kereta ungu, dan orang-orang berwajah ungu.
Aku pergi kau jauh
Resah bertemu dalam rindu yang gaduh.
Kapan mesti kembali
Adalah rahasia paling puisi.
Begitulah kutemukan dirimu
Gadis yang tumbuh oleh mimpi dan rindu
Di antara jerit kesakitan masa lalu
Yang melulu biru.
3.
Begitulah dirimu
Yang ditanam diam-diam di malam ungu.
Dan pagi ini,
Pohon di hatiku sudah berbunga
Boleh kau petik satu
Untuk kauselipkan di telingamu.
Dan jika nanti sudah berbuah
Boleh kau panen semuanya.
Hanya untukmu
Karena semua akan kembali padamu
Pada muasal benih tanahmu.
Jogja, 2008
Fragmen Jakarta; dari Veteran Sampai Juanda
- Neng
Perjalanan ini tak biasa
Bagi laki-laki yang biasa-biasa saja
Seperti aku
Hidup selalu banyak kemungkinan dalam pilihan
Menapak di jalan yang berbeda
Lalu bertemu di terminal yang sama.
Kau-ku sama-sama tak berdaya dan tak percaya
Bahwa takdir punya rencana lain untuk kita.
Kita dipertemukan oleh ketidakmungkinan
Sebab kewajaran hanya ada dalam pikiran.
Hidup dan kematian sama-sama gaibnya
Tapi Tuhan memberkati kita
Untuk meminjamkan tangannya.
Merumuskan dan menentukan jalan
Di buku kita masing-masing.
Jakarta, 2008
Wajah-wajah Matahari
Ada yang dikais dari trotoar dan jalanan
Campur debu dan asap kendaraan.
Mimpinya terpelanting
Bagai bunyi logam jatuh dari atap genting.
Wajah-wajah matahari
Bagai sepi yang di sulut pagi.
Wajah-wajah matahari
Mengandung waktu di perutnya yang terluka
Melahirkan kaleng-kaleng minuman dari karungnya
Tempat menampung mimpi-mimpinya yang tersesat
Di pabrik-pabrik dan kota-kota
Wajah-wajah matahari
Terus menerus lahir dan mengalir
Setiap kali aku
Melewati jalanan dan simpang perkotaan.
Sanggar Suto, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar