Selasa, November 25, 2008

Foto Ibu

Ratih Kumala
http://cetak.kompas.com/

Sudah kupikir masak-masak; jika aku kelak membuat tato, maka tato itu adalah wajah ibuku. Akan kuukir di kulit punggungku, lebih tepatnya lagi di bagian tengah punggung agar tak kelihatan jika aku memakai baju berpunggung agak rendah, atau kaos yang terlalu tinggi potongan pinggangnya, atau baju renang. Aku tak ingin ibuku melihatnya. Tentu ia akan mengamuk jika tahu aku membuat tato, meskipun itu tato wajahnya. Aku bisa membayangkan ibuku akan berkhotbah; orang yang ada gambar di kulit, shalatnya tidak akan diterima, lalu akan masuk neraka. Sayangnya aku tak percaya neraka itu ada, seperti pesimisnya aku akan keberadaan surga. Yang aku percaya adalah reinkarnasi. Tapi ibuku percaya, dan aku tak mau mengecewakannya. Cita-cita ibuku adalah: kami sekeluarga—Ibu, aku, kedua adikku, dan bapakku— masuk surga bersama-sama. Sedang cita-citaku adalah: di kehidupan yang akan datang, aku ingin dilahirkan sebagai ibu dari ibuku agar aku bisa membalas kasih sayangnya di kehidupan yang sekarang.
Ibu pernah muda. Itulah kesimpulan yang kutarik ketika kami membuka-buka kembali album foto lama keluarga. Ia pernah menjadi gadis yang baru berkembang. Meski sekarang Ibu melarangku memakai celana pendek (terutama jika bepergian), toh kutemukan selembar foto Ibu sedang bergaya mengenakan celana pendek yang sekarang populer dengan sebuatan ”hot pants”. Ketika itu, usianya sekitar 13 tahun. Tipikal foto zaman itu, bagian tepinya dipotong dengan cara yang khas, seperti diukir. Kenapa foto-foto sekarang tidak dipotong demikian, ya? Aku tak pernah mendengar cerita Ibu punya pacar ketika berusia ABG (anak baru gede). Aku ingat ketika duduk di bangku SMP, Ibu marah-marah padaku saat seorang teman laki-lakiku mulai rutin menelepon ke rumah. Tentu saja, temanku itu naksir aku. Meski tidak naksir dia, aku tetap menerima teleponnya baik-baik. Ibu mulai rajin angkat telepon. Jika itu ditujukan untukku, Ibu kerap berkata bahwa aku sedang tidur atau sedang belajar. Jika pun disampaikan padaku, Ibu akan menginterogasinya terlebih dahulu. Ibu mulai menghapal suara teman-temanku.

”Ini foto waktu aku sudah lulus kuliah dan mau cari kerja,” komentar Ibu pada selembar foto hitam putih. Di foto itu, rambut Ibu kelihatan tinggi oleh sebab mengenakan wig. Menurut Ibu, pas foto zaman sekarang terlalu kaku. Semua melihat ke arah kamera. Jika kau terlalu menunduk, jidatmu yang lebar akan terlihat semakin jembar. Sedang jika terlalu mendongak, maka bibirmu kelihatan tambah maju. Belum lagi baju yang harus berkerah, semakin menambah kesan kaku. Ibu berfoto demikian baru ketika akan menikah. KUA mengharuskan foto model kaku begitu. Lalu setelah menikah, disusul pas foto kaku lainnya yang sengaja diambil secara massal berbarengan dengan ibu-ibu Dharma Wanita kelompoknya. Tentu saja latar yang dipergunakan berwarna merah, dengan seragam Dharma Wanita berkelir pink keungu-unguan.

”Zaman dulu, semua pas foto lamaran kerja berupa ’profil’ yang kupingnya harus kelihatan dan difoto menyamping,” jelas Ibu. Memang kelihatan lebih anggun.

”Zaman sekarang, kalau aku melamar kerja dengan foto model begitu, pasti tidak diterima. Bisa-bisa disangka genit pula kirim foto model gitu,” ujarku.

Ibu ingin aku menjadi pegawai negeri, ”Lebih bagus lagi kalau bisa kerja di bank!” ujar Ibu ketika aku baru lulus kuliah. Sejujurnya, aku tak tertarik bekerja di bank meski ada uang pensiun. Bapakku bekerja di bank. Dulu, ibuku sering bilang, ”Siapa tahu nanti bapakmu bisa memasukkanmu ke bank ini atau ke bank itu.”

Suatu hari aku mengantarkan Ibu pergi ke bank untuk mengambil uang (ketika itu ATM belum trend), teller-nya cantik-cantik dengan make-up tebal, seragam necis, ruang kerja ber-AC. Nasabah bergantian dilayani. Tiba-tiba aku melihat mereka mirip robot yang sudah diprogram; caranya memberi salam, melayani, tersenyum, sampai mengucapkan terima kasih. Aku keluar bank dan mendapati diriku muntah-muntah demi melihat itu semua. Sejak itulah aku bersumpah tak mau kerja di bank. Tapi Ibu punya cerita lain lagi soal bank:

”Waktu aku kecil,” Ibu memulai ceritanya, ”Kakekmu itu kerjanya pedagang. Kalau lagi ramai, kami sekeluarga jadi kaya. Tapi kalau lagi sepi, kami bisa kelaparan. Suatu hari, ketika kami sedang kelaparan, aku melihat ada pegawai bank yang makan bakso yang mangkal di depan kantornya. Mereka bisa mengambil sendiri bakso yang mau dibeli. Sejak itu, cita-citaku ingin kerja di bank atau punya suami pegawai bank.” Dan, ternyata Tuhan mengabulkan doa-doa ibuku (ngomong-ngomong cerita ini kerap diulang-ulang dituturkan padaku).

Kami membuka-buka kembali album foto yang berserakan. Aneh, begitu banyak gambar Ibu, tetapi kesemua seolah hanya bercerita tentang satu cerita. Jika dipikir-pikir, ibuku itu sebetulnya hobi difoto. Ada banyak gambar dengan kostum yang berbeda-beda. Entah itu sedang duduk di depan kaca, sambil memegang bunga, mengenakan pashmina, duduk di bangku taman, berdiri di dekat sebuah mobil (yang zaman itu) mewah, dan lain-lain. Aku jadi geli sendiri. Bahkan aku pun tidak se-banci-kamera itu. Terakhir aku niat difoto dengan mimik cantik dan pakaian anggun adalah setelah Ibu berhasil memasukkanku untuk kursus pengembangan kepribadian. Menurut Ibu, anak gadis satu-satunya ini terlalu tomboy, kursus itu dianggapnya mampu menyelamatkan masa depanku.

Foto pernikahan Ibu yang dicetak besar hanya ada satu, yaitu ketika difoto bersama orangtua dan mertuanya (kakek dan nenekku). Ibu dan bapakku berpakaian adat Jawa, lengkap dengan paes dan blangkonnya. Mereka menikah dengan pakaian adat Yogyakarta. Konde Ibu kempis. Mungkin zaman itu belum musim pengantin dihairspray. Di foto ini, Ibu dan bapakku kelihatan serius dan agak tegang.

”Dulu sebelum bapakmu, pacar Ibu pilot.” Kuingat Ibu pernah bercerita demikian. Dulu…, dulu sekali, waktu aku masih SD. Lalu aku membayangkan punya bapak yang bisa menerbangkan pesawat. Pasti keren.

”Kok tidak menikah sama yang itu saja, Bu?” tanyaku waktu itu.

”Dia meninggal, pesawatnya kecelakaan,” ujar Ibu. Seraya gambar pesawat di kepalaku terlihat njebluk ke tanah. ”Lagi pula, kalau Ibu menikah sama dia, kamu tidak bakalan lahir,” sambung Ibu.

Aku tak pernah menanyakan lagi pada Ibu tentang pacarnya yang dulu. Yang kutahu kemudian, Ibu cukup bahagia hidup dengan bapakku. Ada aku dan adik-adikku yang meramaikan hidup mereka. Aku tak pernah membaca kesusahan di wajah Ibu, tak pula membaca kegirangan yang teramat sangat. Hidup ibuku berjalan seperti seharusnya kehidupan seorang perempuan; sekolah, menikah satu kali, membesarkan anak, mengurus rumah, menjahit, menanam bunga, sementara suaminya bekerja.

Gagal menikah dengan pilot, cintanya tertambat pada seorang pegawai bank. Baginya, kerja di bank berarti kemapanan; ada gaji tetap, ada tunjangan untuk keluarga, ada uang pensiun. Singkatnya, kehidupan terjamin.

Ibuku selalu bilang bahwa seorang istri membawa rezeki sendiri-sendiri bagi suaminya. Setelah menikah dengan Ibu, karier bapakku terbukti menanjak. Mereka memulai hidup dari nol. Hingga kemudian bisa beli tanah, beli mobil, bikin rumah yang bagus. Konon, sampai-sampai kakekku ketika berkunjung ke rumah baru mereka bergumam begini, ”Masya’allah…, anakku bisa bikin rumah sebesar ini!” Tapi aku lalu menemukan kenyataan lain; teman sekolahku, bapaknya kerja jadi tukang becak. Jelas-jelas itu bukan karier yang menanjak. Aku bertanya-tanya, apa dulunya sebelum orangtua temanku menikah, bapaknya itu pengangguran? Sehingga jadi tukang becak saja berarti sudah merupakan kenaikan pangkat. Hingga suatu hari aku membuka-buka sebuah majalah tua, sebuah artikel menarik perhatianku; ’Letak Tahi Lalat dan Artinya’. Aku menemukan satu rahasia! Ibuku punya semacam tahi lalat di ujung jemarinya, tepatnya di salah satu jari manis tangannya. Konon, perempuan dengan tahi lalat di posisi ini, membawa rezeki untuk suaminya! Tiba-tiba aku jatuh kasihan, ibunya temanku pasti tidak punya tahi lalat di ujung jarinya….

Kubandingkan foto-fotoku dengan foto-foto ibuku. Ada gambar aku cemberut, tertawa keras-keras, bergaya ala rapper, sampai foto aku menangis gara-gara rebutan bantal kesayangan dengan adikku. Foto-foto Ibu, tak ada satu pun yang berekspresi berlebihan. Wajahnya selalu dengan senyum tertahan yang tak genap menjadi sunggingan. Ibu bahkan sangat jarang memperlihatkan geliginya di foto. Mimiknya selalu tenang. Ia tahu sudut mana dari wajahnya yang paling apik ketika difoto. Rambutnya pun tak pernah tak rapi. Berbeda denganku, yang bersisir pun malas. Bahkan ada fotoku yang baru bangun tidur dengan rambut acak-acakan. (Taruhan, ibuku pasti tak akan mau difoto ketika bangun tidur). Ibu selalu menganggapku terlalu emosional, mungkin Ibu benar. Buktinya, lihat saja foto-fotoku. Mulai dari menutup pintu yang menurutnya terlalu keras (aku selalu menganggap ini bukan salahku, melainkan salah pintunya yang susah dibuka-tutup), berjalan dengan langkah yang terlalu tergesa, hingga memencet mesin ketik dengan keras sehingga menimbulkan bunyi berisik (dan menurutku ini pun salah mesin ketiknya yang terlalu keras untuk dipencet). Ketika aku marah akan suatu hal yang mengesalkan, ibuku mengingatkan bahwa berdoa lebih baik ketika sedang merasa teraniaya. Sebab Tuhan akan menjamin doamu terkabul. Tentu ini lebih baik ketimbang marah-marah tak jelas juntrungannya. Ketika aku sedang senang dan tertawa cekikian dengan teman-teman pun, Ibu tak alpa mengingatkan, ”Jangan terlalu girang!” Sebab bisa saja setan lewat dan mengubah segala kesenangan jadi musibah.

Aku tak pernah mengingat Ibu menangis, tidak sebelum kejadian itu; ketika foto seorang anak ditemukan di dalam dompet Bapak. Ketika itu, aku sudah tahu…, dan Ibu pun sebetulnya tahu…, tapi tak ada dari kami yang berani mengutarakannya. Toh Ibu masih berusaha berpikiran baik perihal kemungkinan-kemungkinan foto seorang anak yang ketinggalan dan dipungut bapakku di pinggir jalan. Ia tak menanyakan langsung pada Bapak. Hingga detik ia tak mampu lagi menahannya; aku bersembunyi di ruang sebelah sambil memasang kuping lebar-lebar. Ibu menangis sambil membanting pot kembang plastik yang tak pecah. Bapak mengaku; foto itu adalah anak Bapak dari perempuan lain. Sementara setelah kejadian itu aku mengeluarkan segala sumpah serapah kebun binatangku pada Bapak, sedang ibuku cuma bilang, ”Bapakmu…, aroma surga pun tak akan pernah diciumnya!” Itu kalimat paling kasar yang pernah diucapkannya. Ibuku terdiam lagi ketika pembantu kami mengelap air dan menyelamatkan nyawa tanaman hias yang tumpah dari pot kembang.

Ibuku, seperti foto-fotonya, tahu sisi mana yang paling apik yang harus diperlihatkan kepada orang lain. Kepadaku. Meski itu berarti ia harus menahan diri. Aku tahu Bu, sesekali kau ingin girang menari. Maka, izinkanlah jarum bertinta itu bermain di kulitku, kau boleh berdansa di punggunggku.***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt