Senin, Agustus 23, 2021

Dari Rak Terdepan Sastra Indonesia oleh tengara.id

tengara.id, Dari Rak Terdepan Sastra Indonesia
 
Dari rak terdepan sastra Indonesia, kita bisa lihat samar-samar kemunculan suatu generasi baru yang satu-satunya kesan paling menonjolnya adalah nyaris tiadanya kesan yang menonjol. Jika kita menjumpai mereka di jalan, akan sulit kiranya membedakan sosok mereka dari orang yang lahir 30 tahun lalu, tiga tahun lalu, atau 30 tahun yang akan datang. Ini bukanlah suatu gugatan pada generasi sekarang, justru sebaliknya. Izinkan kami menjelaskan.
 
Zaman dahulu kala, sewaktu sastra Indonesia baru bisa bilang “aku,” orang kerap memberi nama pada suatu angkatan. Ibarat IMEI pada ponsel cerdas, setiap sastrawan selalu memiliki kode unik: 45, 50, 66, 70, 80, 98, 2000. Setiap nomor itu, tentu saja, melambangkan semacam jiwa. Ada suatu keresahan bersama, semangat zaman yang sama dan akhirnya juga inspirasi dan bentuk pengucapan yang serupa. Dalam sejarah ini, setiap sastrawan memiliki kedudukan dalam sejarah masing-masing dan kesamaan jiwa mereka diresmikan oleh suatu tonggak: “Di sini terbaring novelis A dari angkatan Z.” Sebuah gaya sastrawi, atau jiwa, diresmikan sebagai sepotong batu nisan.
 
Kalau setelah tahun 2000 kita tidak lagi memiliki kode unik untuk angkatan, tentu itu bukan karena kita kekurangan imajinasi atau karena—yang artinya sama saja—kita tidak mungkin mendefinisikan zaman kita sendiri. Soalnya bukan ada pada kita, para kritikus zaman kini, atau pada sastrawan generasi sekarang, melainkan pada masa kini. Hari ini semua sejarah telah menjadi kini, semua tempat sampai juga ke sini: teknologi informasi memungkinkan masa lalu dialami sebagai masa kini dan Paris dialami sebagai Jakarta. Jarak yang memisahkan Chairil dari Rich Brian sama dengan jarak yang memisahkan Covid dari Ovid: satu klik, satu swipe. Dalam zaman seperti ini, setiap sastrawan mengakses semuanya dan diakses oleh semuanya. Semua itu membentuk kontur generasi sastra Indonesia hari ini: sebuah generasi yang adalah penjumlahan dari semua generasi.
 
Puluhan tahun lalu, para kritikus dan sastrawan kita berdebat tentang sastra saiber. Di antara berbagai hal menarik tentang internet, mereka memilih berpolemik tentang perbedaan antara cerpen di koran dan blog. Sementara hal yang lebih krusial, bagaimana internet mengubah struktur pengalaman sastrawan Indonesia, cenderung luput dibicarakan. Padahal justru transformasi sensibilitas itulah yang membentuk watak generasi sekarang. Pada sebuah zaman ketika terlalu banyak kanon berlintasan di media sosial (mulai dari Awkarin sampai seleb Tiktok yang viral siang ini), sebetulnya logika kanon, tonggak dan hikayat sastrawan besar sudah tidak lagi bekerja. Ikut hanyut pula bersamanya: suatu ciri khas sastrawi, suatu keunikan rohani, dari sebuah angkatan. Ekosistem serba-serentak di era digital ini tidak mungkin lagi menunjang keberadaan dinosaurus yang berpengaruh: makhluk-makhluk legenda dari zaman analog. Atas dasar itu, kita boleh curiga, jangan-jangan pandangan kita tentang sastra dan kritik sastra hari ini tidak akan adil tanpa mengakui kekhasan generasi ini, yakni bahwa inilah sebuah generasi tanpa kekhasan.
 
Mengatakan bahwa Zaman Angkatan telah lewat, bahwa Era Kekhasan sudah berlalu, tentu bukan berarti menganggap semua sastrawan Indonesia hari ini menulis dengan cara yang sama. Justru sebaliknya, ada terlalu banyak kekhasan akibat interaksi superintensif dalam berbagai platform komunikasi sehingga “kekhasan angkatan” menjadi kategori yang tidak lagi membantu kita melihat perkaranya dengan jelas. Bahkan jika seorang pemodal ventura hari ini memutuskan—entah karena waham apa—untuk pensiun dini dan membacai karya sastra Indonesia dua dasawarsa terakhir, hampir pasti ia akan tidak henti-hentinya menemukan kekhasan hingga akhir hayatnya. Ini juga bukan kondisi unik sastra Indonesia, melainkan terjadi pula dalam apa yang kadang kita sebut, dengan agak gemetar, sebagai “sastra dunia”. Contoh paling terang adalah pergeseran paradigma kritik sastra sejak awal abad ke-21: pembacaaan jauh (distant reading) yang diperkenalkan Franco Moretti.
 
Menurut tradisi sastra adiluhung yang kita kenal sebagai modernisme, kritik sastra adalah sejatinya pembacaan dekat (close reading). Sejak Cleanth Brooks, kritikus membaca karya sastra seperti arkeolog menekuri sepotong guci Yunani. Pascamodernisme datang membongkar segala tabiat modernisme, kecuali pembacaan dekat; bahkan Derrida mengajak kita untuk membaca yang taktertulis dengan membaca lebih dekat dan lebih pelan lagi. Saking dekat dan pelannya, para kritikus ini tidak lagi membaca: mereka mengeja. Kritikus kita pun mengikuti kecenderungan ini hingga kritik sastra di Indonesia hampir identik dengan pembacaan dekat atas teks.
 
Akan tetapi, Franco Moretti bersama para koleganya di Stanford Literary Lab memperlihatkan bahwa kadang-kadang cara terbaik untuk membaca adalah dengan tidak sungguh-sungguh membaca. Apa yang diperlukan adalah justru mengambil beberapa langkah menjauh dari teks, meninjau himpunan teks sepintas lalu, dan memanfaatkan algoritma komputer untuk menemukan pola dari belasan ribu karya sastra. Berkat peranti humaniora digital yang mereka gunakan, kita kemudian tahu, kekhasan sastrawi terlalu dilebih-lebihkan dan apa yang mengemuka sebagai gantinya adalah sistem sastra dunia (literary world-system). Ini adalah hubungan saling-pengaruh yang rumit antara sastrawan, kritikus dan pembaca, lengkap dengan segala ketimpangan ekonomi-politik dan ketidakmerataan akses di sana-sini. Dalam sup sastra dunia itu, kekhasan hanya mungkin sebagai blurb. Inilah juga keadaan sastra dan kritik sastra kita hari ini: suatu keadaan riuh rendah yang menyenangkan ketika sastrawan beken dan sastrawan yang merasa beken memperdebatkan hal yang sebetulnya, kalau dipikir-pikir lagi, mereka sepakati.
 
Beken atau tidak, khas atau tidak, keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat. Tengara.id hadir sebagai ruang inklusif untuk mempercakapkan segala gelagat sastra Indonesia hari ini. Sejumlah esai edisi perdana ini kurang-lebih menggambarkan semarak kritik sastra kita hari ini. Esai-esai ini bukan hanya menggambarkan bagaimana keterampilan menulis para kritikus sastra generasi terkini, tetapi juga bagaimana mereka menggunakan sejumlah pendekatan dalam meneroka karya sastra: filsafat, pascakolonial dan sastra bandingan, sedangkan yang lain tetap setia menulis tinjauan impresionistik. Sejarah kebangsaan pascakolonial dan naratologi dalam Sunlie Thomas Alexander dan Harry Isra M., sejarah personal dalam Bandung Mawardi, sejarah estetika sastra dalam Geger Riyanto, sejarah (guyonan) lokal dalam Udji Kayang, sejarah kepenulisan perempuan dalam Ayu Ratih, dan sejarah spekulatif dalam Sabda Armandio. Sebagai suara generasi sekarang, mereka sama-sama menghadirkan refleksi intens tentang seperti apa sebetulnya yang mereka alami sebagai masa kini sastra Indonesia. Sebuah masa kini yang ditandai oleh fragmentasi dan lenyapnya acuan bersama agaknya menjadi acuan bersama mereka. Kembali menyoal sejarah barangkali dapat dibaca sebagai gejala dari lenyapnya acuan bersama itu.
 
Ada ciri lain dari tulisan-tulisan yang dimuat di sini: tegangan antara kritik bandingan yang berorientasi ke luar dan semacam pembacaan ekosistem lokal. Aspirasi kritik bandingan terlihat jelas dalam artikel Sunlie Thomas Alexander yang membandingkan novel Dawuk karya Mahfud Ikhwan dengan Midnight’s Children karya Salman Rushdie dan tradisi sastra realisme magis. Demikian pula dengan Harry Isra M. yang membaca Puya ke Puya karya Faisal Oddang dalam perbandingan dengan roman karya H.J. Friedericy yang ditinjau dari perspektif kritik pascakolonial Syed Husain Alatas dalam The Myth of Lazy Native. Pada ujung yang berlawanan ada suatu usaha melihat karya dalam hubungan dengan ekosistem sastra dalam negeri. Inilah yang kita jumpai dalam artikel Udji Kayang yang membaca kumpulan cerpen Sundari Keranjingan Puisi dan Cerita-Cerita Lainnya karya Gunawan Tri Atmodjo dalam kaitan dengan suasana kultural kota Solo dan buku-buku lelucon yang pernah terbit. Demikian pula dalam artikel Geger Riyanto yang membaca novel Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi karya Yusi Avianto Pareanom dalam konteks kecenderungan liris prosa Indonesia dewasa ini ataupun dalam artikel Bandung Mawardi yang mengupas buku puisi Playon karya F. Aziz Manna dalam hubungan dengan telaah Hartojo Andangdjaja dan tradisi penulisan puisi bernada anak-anak karya Sapardi Djoko Damono dan Joko Pinurbo. Sedangkan dalam rubrik timbangan buku, Ayu Ratih mengupas sebuah bunga rampai para penulis perempuan masa lalu yang ditulis oleh para penulis perempuan masa kini, yakni sebuah kolektif bernama Ruang Perempuan dan Tulisan. Artikel itu memperlihatkan tegangan pelik antara dunia dan bangsa, antara ruang publik dan domestik, antara menulis dan melupakan.
 
Dengan memilih keenam artikel ini, Tengara.id hendak menyajikan gambaran terkini yang sudah terkurasi tentang state of the art kritik sastra di Indonesia. Untuk melengkapi gambaran itu, dihadirkan juga sebuah wawancara panjang dengan Sabda Armandio, salah seorang pengarang generasi baru, yang mencerminkan bagaimana generasi baru sastra Indonesia berpikir tentang sastra Indonesia dan masa depannya. Kita bisa melihat bagaimana ekosistem lokal sastra Indonesia dan sastra dunia telah berbaur begitu dekat sehingga acuan sastrawi kita menjadi begitu beragam. Tidak ada lagi suatu “Sastra Indonesia” yang tunggal, yang bisa dipilah dengan tegas dari “sastra bukan-Indonesia” ataupun dari “bukan-sastra Indonesia”. Apa yang mengemuka adalah deretan perbandingan yang tanpa tepi.
 
Aneka artikel yang dimuat di edisi perdana Tengara.id ini mencerminkan deretan perbandingan itu. Kita akan menyaksikan betapa lain keprihatinan dan sudut pandang para kritikus sastra kita hari ini. Mulai dari sensibilitas etnografis yang menggali tradisi lampau hingga sensibilitas futuristik yang merentang puluhan tahun ke depan hadir berdampingan dalam satu generasi yang sama. Perbedaan sensibilitas yang demikian kontras inilah wujud paling nyata dari rak terdepan sastra Indonesia hari ini: sebuah generasi yang asyik berkarya tanpa peduli akan disebut apa. Terbebas dari beban politik identitas angkatan, generasi baru kritikus sastra Indonesia leluasa memperkarakan apa saja. Semboyan mereka, jika harus ada, ialah: “Kami tidak punya semboyan.”
 
Sumber: https://tengara.id/editorial/dari-rak-terdepan-sastra-indonesia/

http://sastra-indonesia.com/2021/08/dari-rak-terdepan-sastra-indonesia-oleh-tengara-id/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt