Kamis, Juni 03, 2021

Joko Pinurbo: Saat Ini Puisi bukan hanya Milik Penyair

Joko Pinurbo, Akmal Nasery Basral
korantempo.com & ruangbaca.com
 
“RASANYA saya pernah baca puisi di sini,” ujar Joko Pinurbo perlahan. Pandangan matanya lalu mengembara, menjelajah menembus remang malam, seperti ingin mencocokkan apa yang sedang dilihatnya itu dengan sekeping kenangan: tembok yang beberapa bagiannya mengelupas, halaman terbuka yang dirawat seadanya, dan sejarah panjang rumah itu: kantor majalah kampus Balairung, Universitas Gajah Mada, yang terletak di kawasan perumahan dosen Bulaksumur B-21.
 
Di langit, bulan seperti menua dengan cepat. Puluhan mahasiswa pengelola majalah duduk lesehan di depan Jokpin, nama panggilan penyair berusia 44 tahun ini. Wajah-wajah antusias mereka membentuk cuplikan siluet yang dihasilkan dari pendar kerlip lentera yang berserakan di atas tikar. Dengan sigaret yang seolah tak putus-putus menghuni bibir, suara lembutnya kembali terdengar seolah berzikir. “Ya, benar. Saya pernah baca puisi di sini bareng Wiji Thukul,” ujar peraih Khatulistiwa Literary Award 2005 ini seperti ingin meyakinkan diri sendiri.
 
Reporter Ruang Baca Akmal Nasery Basral yang hadir di antara hadirin Sabtu malam, 13 Januari itu, menyarikan diskusi yang berlangsung, ditambah dengan obrolan Jokpin sebelumnya dengan sejumlah peminat sastra di toko buku Toga Mas, Gejayan, beberapa saat sebelumnya, serta korespondensi dengan surat elektronik.
 
Apakah akan ada buku Anda yang direncanakan terbit tahun ini? Dan kemana arah licencia poetica yang ingin dituju?
 
Saya memang sedang menyiapkan buku kumpulan puisi terbaru. Saya masih belum tahu ke mana arahnya, mengalir saja. Tugas saya menulis, pembaca yang bersukacita, he, he, he Masih dengan langgam yang konon sudah dianggap pembaca sebagai ciri saya. Namun saya tetap berusaha menyajikan sejumlah kisah baru, citraan baru, metafor baru, aforisma baru, dan sensasi-sensasi baru. Baru dalam arti belum ada dalam puisi-puisi saya sebelumnya.
 
Maksudnya Anda mengucapkan “selamat tinggal celana?”
 
Tidak juga. Masih ada makhluk bernama celana, tapi dengan sentuhan baru. Mungkin juga ada cerita mengenai “kesepian individual” dan “kesepian sosial”. Tapi tenanglah, tak ada kecap nomor satu. He, he, he …
 
Kesulitan apa yang Anda rasakan dalam penggarapan buku kali ini?
 
Secara makro boleh dibilang saat ini puisi bukan hanya milik para penyair. Para penulis novel dan cerpen pun semakin banyak yang bereksplorasi serius dengan diksi. Beberapa orang menurut saya bahkan meraih pencapaian estetika puisi yang cukup berhasil. Dunia industri pun menunjukkan kecenderungan serupa. Kalau kita lihat iklan sekarang ini, banyak sekali kalimat iklan yang menunjukkan kadar puitik yang tinggi, dan benar-benar diolah dengan rasa bahasa yang bagus. Ini tantangan bagi para penyair, terutama bagi saya sendiri. Sebab kalau kualitas sajak-sajak saya di bawah kualitas bahasa iklan, apa tidak sebaiknya saya berhenti sebagai penyair?
 
Bagaimana caranya mengolah peristiwa-peristiwa yang bersliweran sehari-sehari menjadi puisi?
 
Pertama saya punya ini (Jokpin mengeluarkan buku kecil dari saku celananya -red). Semua hal penting yang saya saksikan saya catat. Dan kalau sudah masuk buku ini, harus saya tuntaskan jadi puisi. Kalau sudah sampai rumah, saya pindahkan ke dalam komputer. Saya punya beberapa folder dari puisi yang belum jadi. Setelah jam 11 malam, biasanya saya olah lagi beberapa ide dalam folder itu. Kalau mandek di satu ide, saya pindah dulu ke ide yang lain. Itu salah satu enaknya mengolah puisi. Saya tidak tahu bagaimana dalam prosa, tapi di puisi berpindah-pindah dalam pengolahan ide itu cukup mengasyikkan.
 
Sekarang Anda dipandang sudah mempunyai gaya pengucapan sendiri yang berbeda dengan penyair-penyair sebelum Anda. Bagaimana proses pencariannya?
 
Saya sudah lebih dari 20 tahun menulis puisi. Artinya menulis secara serius. Saya pelajari sajak-sajak Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad, Sutardji Calzoum Bachri, Sitor Situmorang, dan sebagainya. Saya pelajari betul-betul sampai saya tahu ciri masing-masing penyair. Dengan begitu lebih mudah bagi saya untuk menghindari gaya pengucapan yang pernah mereka lakukan. Tapi ternyata dalam perjalanannya ya tetap sulit juga. Boleh dibilang baru pada tahun 1996 itulah ketika saya menggunakan ungkapan-ungkapan celana, saya merasa menemukan gaya yang selama ini saya cari-cari.
 
(Serangkaian penjelajahan kreatif Jokpin yang menggunakan celana sebagai identitas puisinya, dimulai dari sajak berjudul “Celana, 1” di bawah ini.
 
CELANA, 1
 
Ia ingin membeli celana baru buat pergi ke pesta supaya tampak lebih tampan dan meyakinkan.
Ia telah mencoba seratus model celana di berbagai toko busana namun tak menemukan satu pun yang cocok untuknya.
Bahkan di depan pramuniaga yang merubung dan membujuk-bujuknya ia malah mencopot celananya sendiri dan mencampakkannya.
“Kalian tidak tahu ya, aku sedang mencari celana yang paling pas dan pantas buat nampang di kuburan.”
Lalu ia ngacir tanpa celana dan berkelana mencari kubur ibunya hanya untuk menanyakan,”Ibu, kausimpan di mana celana lucu yang kupakai waktu bayi dulu?”
 
(1996)
 
Sejak itu, berbagai macam “versi celana” sudah dihasilkan Jokpin dengan ciri-ciri: pilihan kata dan bentuk yang bersahaja, suasana yang segar cenderung lucu, namun tetap menyimpan tema-tema esensial, bahkan dengan kedalaman religiositas, seperti pada “Celana Ibu” yang ditulisnya pada 2004,
 
CELANA IBU
 
Maria sangat sedih menyaksikan anaknya mati di kayu salib tanpa celana dan hanya berbalutkan sobekan jubah yang berlumuran darah.
Ketika tiga hari kemudian Yesus bangkit dari mati, pagi-pagi sekali Maria datang ke kubur anaknya itu, membawakan celana yang dijahitnya sendiri.
 
“Paskah?” tanya Maria.
“Pas sekali, Bu,” jawab Yesus gembira.
Mengenakan celana buatan ibunya,
Yesus naik ke surga.
 
Jika Mei 1998 dijadikan salah satu tonggak sejarah Indonesia modern, adakah ciri-ciri signifikan yang membedakan puisi pra-reformasi, dan puisi-puisi pasca-reformasi?
 
Menurut saya tidak ada perbedaan mendasar. Tidak terjadi semacam patahan dan gempa, misalnya, yang membuat keadaan benar-benar berubah. Perbedaannya, sekarang ini tampak semakin banyak orang keranjingan puisi. Keranjingan menulis maupun sekadar menikmati puisi. Juga ruang untuk publikasi dan sosialisasi puisi semakin luas dan beragam, baik melalui media cetak maupun media cyber. Namun situasi ini, sekali lagi, belum melahirkan terjadinya perubahan mendasar atau radikal dalam khasanah perpuisian Indonesia jika yang dimaksud adalah perubahan yang, katakanlah, bersifat ideologis.
 
Apakah hal itu membuat anda kecewa dan risau?
 
Saya tidak gusar dan risau mengenai hal ini. Bagi saya, dengan terus berjalan dan berkembang sambil melakukan eksplorasi di sana-sini — inilah yang sepengamatan saya terjadi dalam dunia penulisan puisi kita sekarang — jauh lebih penting dari sekadar menciptakan sensasi besar yang sifatnya sesaat dan artifisial. Kenyataan ini menunjukkan bahwa dunia sastra, khususnya puisi, tidak mudah dikooptasi atau menjadi subordinasi dari dunia politik. Dan sesungguhnya, tanpa ada perubahan politik pun, dari dirinya sendiri sastra, dalam hal ini puisi, dituntut untuk terus berkembang, melakukan eskplorasi, menciptakan kesegaran-kesegaran. Jika tidak, dunia puisi akan stagnan dan membosankan.
 
Jika peristiwa sosial politik sebesar Peristiwa Mei 1998 yang mengakhiri dominasi rezim yang berkuasa puluhan tahun masih gagal menjadi inspirasi para penyair, lantas bagaimana Anda melihat pokok masalahnya?
 
Ada dua kemungkinan. Pertama, para penyair tidak tergiur lagi oleh kepalsuan-kepalsuan dan kesemuan-kesemuan dalam dunia politik. Memang pernah pada awal-awal masa “reformasi” kita kebanjiran sajak-sajak “reformasi”, tapi sebagian besar segera menguap karena mutu sastranya tak seberapa kuat dan lebih banyak ditulis dalam suasana euforia semata. Kedua, mereka tidak lagi terpukau pada metanarasi atau narasi-narasi besar. Banyak di antara mereka yang berusaha menghidupkan daya puitik dengan menggali dan menjelajah yang hal-hal yang (tampak) kecil dan sederhana untuk menyentuh esensi yang lebih dalam dan kompleks. Untuk mengungkap liku-liku pergulatan jiwa manusia. Saya teringat apa yang pernah dikemukakan W.S. Rendra dalam sebuah esainya di tahun 1982 tentang apakah ada faedahnya seniman menggarap peristiwa-peristiwa kecil. Menurut Rendra “gagasan besar sering justru suka meminjam peristiwa kecil. Tidak semua gagasan besar harus punya wadah peristiwa besar”. Ironisnya justru gagasan-gagasan remehlah yang sering meminjam peristiwa-peristiwa yang dramatis atau eksentrik. Ironis pula bahwa seniman yang ‘sok seni’ hanya sampai pada ‘tipu seni’ dan bukan ‘daya seni’.”
 
Siapa saja tokoh-tokoh penyair yang menonjol pasca-reformasi, dan apa ciri utama karya-karya mereka?
 
Saya belum ingin menggunakan paradigma ketokohan. Kita masih perlu waktu untuk melihat dan menguji bobot “ketokohan” para penyair kita. Namun saya gembira melihat penyair-penyair muda berbakat kelahiran tahun 1970-an dan 1980-an yang muncul dan tumbuh berkembang setelah “gerakan reformasi”. Mereka itu antara lain Hasan Aspahani, Inggit Putria Marga, Raudal Tanjung Banua, Wayan “Jengki” Sunarta, Ricky Damparan Putra, Nur Zen Hae, Ari Pahala Hutabarat, Jimmy Maruli Alfian, Binhad Nurrohmat, Putu Vivi Lestari, Dina Oktaviani, Ira Komang Puspitaningsih, Aida Idris, S. Yoga, TS Pinang, Nanang Suryadi, Urip Herdiman Kambali, Firman Venayaksa, Pranita Dewi, Aurelia Tiara. Itu yang sempat saya amati, di luar itu saya kira masih banyak nama-nama lain.
 
Ada pengamatan khusus?
 
Baru sekarang saya menyaksikan munculnya generasi penyair yang jumlah penyair perempuannya agak sebanding dengan jumlah penyair pria. Mereka itu anak-anak muda yang pintar dan cerdas, memiliki wawasan intelektual yang luas, mungkin karena dukungan kemajuan teknologi informasi juga. Terus terang saya belum bisa merumuskan apa ciri utama karya mereka karena saya sendiri tengah menikmati mereka. Mungkin belum tampak ciri tertentu yang benar-benar dominan. Syukur jika malah beragam. Yang jelas, karya-karya mereka menunjukkan adanya upaya untuk menjelajahi sumber-sumber penciptaan yang beraneka warna, mulai dari tradisi sampai budaya pop. Juga ada usaha untuk menjajaki berbagai kemungkinan bentuk atau cara pengucapan. Kalau mau bekerja lebih keras, saya kira mereka memiliki potensi hebat untuk memberikan sumbangan berarti bagi perkembangan dunia puisi Indonesia.
 
Apakah sepengamatan Anda para penyair “baru” ini adalah mereka yang berusia muda, dalam arti masih berusia di bawah 40 tahun?
 
Oh ya, saya juga senang dan terharu melihat mereka yang sudah cukup umur ikut terjun ke gelanggang penulisan puisi dengan kegairahan yang mengagumkan. Sebutlah misalnya Mas Yohannes Sugiyanto dan Mas Slamet Widodo. Memang kreativitas tidak mengenal usia. Yang tua belum tentu kalah semangat dengan yang muda, dan yang muda silakan “bertarung” dengan yang tua. Dalam hal kerja kreatif dan pencapaian estetik, sebenarnya saya tidak suka menggunakan paradigma tua-muda, senior-yunior dan semacamnya. Kata seorang penyair, usia adalah “sebongkah harta yang tak terduga batasnya”.
 
Forum pertemuan para penyair kerap sekali diadakan, baik antar daerah, maupun pada tingkat fora internasional di berbagai kota di Indonesia. Jumlahnya bahkan lebih banyak dibandingkan forum-forum sejenis bagi prosais. Tapi mengapa kuantitas output berupa buku-buku puisi terlihat tak sederas karya-karya prosais?
 
Betul. Bahkan tampaknya semakin banyak orang ingin menjadi penyair. Artis ingin menjadi penyair. Pengusaha ingin menjadi penyair. Bahkan penulis prosa yang sudah sukses pun ingin menjadi penyair. Hahaha. Tapi mengapa kuantitas produksi buku-buku puisi tak segencar buku-buku prosa? Saya kira ini karena pertimbangan bisnis saja. Bagi penerbit, buku puisi dianggap belum merupakan komoditas layak jual. Tetapi bisa juga yang terjadi adalah buku-buku puisi itu sendiri yang terkesan terlalu “angkuh”, seakan-akan ditulis untuk dinikmati penyairnya sendiri plus lingkaran kecil pertemanannya. Padahal dalam kenyataannya, bahkan para penyair pun belum tentu membeli buku puisi karya penyair lain, ha, ha, ha. Di sisi lain, bukankah buku-buku puisi karya artis malah lebih “mudah” diterbitkan dan lebih laku pula? Nah!
 
(Di akhir pertemuan malam itu, para mahasiswa meminta Jokpin membacakan salah satu puisi. Dia memilih Terompet Tahun Baru. “Ini sajak yang baru, dan karenanya saya masih hafal,” katanya.
 
Terompet Tahun Baru
 
Aku dan Ibu pergi jalan-jalan ke pusat kota untuk meramaikan malam tahun baru.
Ayah pilih menyepi di rumah saja sebab beliau harus menemani kalender pada saat-saat terakhirnya.
Hai, aku menemukan sebuah terompet ungu tergeletak di pinggir jalan.
Aku segera memungutnya dan membersihkannya dengan ujung bajuku.
Kutiup berkali-kali, tidak juga berbunyi.
Mengapa terompet ini bisu, Ibu?
Mungkin karena terbuat dari kertas kalender, anakku.
 
Para mahasiswa memberikan aplaus meriah atas pembacaan spontan itu. Dalam remang cahaya, terlihat mata penyair bertubuh ringkih itu memerah. Dia mencoba sekuat tenaga menahan agar butir-butir air di sudut matanya tak pecah).
***
 
Joko Pinurbo
Lahir: 11 Mei 1962
Pendidikan: Jurusan Sastra Indonesia IKIP (Sekarang Universitas) Sanata Dharma, Yogyakarta.
Antologi Puisi:
Celana (1999)
Di Bawah Kibaran Sarung (2001)
Pacar Kecilku (2002)
Telepon Genggam (2003)
Kekasihku (2004)
Pacar Senja – Seratus Puisi Pilihan (2005)
 
Penghargaan:
Penghargaan Sastra Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, untuk Di Bawah Kibaran Sarung).
Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001)
***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt