Joko Pinurbo, Akmal Nasery Basral
korantempo.com & ruangbaca.com
“RASANYA saya pernah baca puisi di sini,” ujar Joko Pinurbo perlahan.
Pandangan matanya lalu mengembara, menjelajah menembus remang malam, seperti
ingin mencocokkan apa yang sedang dilihatnya itu dengan sekeping kenangan:
tembok yang beberapa bagiannya mengelupas, halaman terbuka yang dirawat
seadanya, dan sejarah panjang rumah itu: kantor majalah kampus Balairung,
Universitas Gajah Mada, yang terletak di kawasan perumahan dosen Bulaksumur
B-21.
Di langit, bulan seperti menua dengan cepat. Puluhan mahasiswa pengelola
majalah duduk lesehan di depan Jokpin, nama panggilan penyair berusia 44 tahun
ini. Wajah-wajah antusias mereka membentuk cuplikan siluet yang dihasilkan dari
pendar kerlip lentera yang berserakan di atas tikar. Dengan sigaret yang seolah
tak putus-putus menghuni bibir, suara lembutnya kembali terdengar seolah
berzikir. “Ya, benar. Saya pernah baca puisi di sini bareng Wiji Thukul,” ujar
peraih Khatulistiwa Literary Award 2005 ini seperti ingin meyakinkan diri
sendiri.
Reporter Ruang Baca Akmal Nasery Basral yang hadir di antara hadirin Sabtu
malam, 13 Januari itu, menyarikan diskusi yang berlangsung, ditambah dengan
obrolan Jokpin sebelumnya dengan sejumlah peminat sastra di toko buku Toga Mas,
Gejayan, beberapa saat sebelumnya, serta korespondensi dengan surat elektronik.
Apakah akan ada buku Anda yang direncanakan terbit tahun ini? Dan kemana
arah licencia poetica yang ingin dituju?
Saya memang sedang menyiapkan buku kumpulan puisi terbaru. Saya masih belum
tahu ke mana arahnya, mengalir saja. Tugas saya menulis, pembaca yang
bersukacita, he, he, he Masih dengan langgam yang konon sudah dianggap pembaca
sebagai ciri saya. Namun saya tetap berusaha menyajikan sejumlah kisah baru,
citraan baru, metafor baru, aforisma baru, dan sensasi-sensasi baru. Baru dalam
arti belum ada dalam puisi-puisi saya sebelumnya.
Maksudnya Anda mengucapkan “selamat tinggal celana?”
Tidak juga. Masih ada makhluk bernama celana, tapi dengan sentuhan baru.
Mungkin juga ada cerita mengenai “kesepian individual” dan “kesepian sosial”.
Tapi tenanglah, tak ada kecap nomor satu. He, he, he …
Kesulitan apa yang Anda rasakan dalam penggarapan buku kali ini?
Secara makro boleh dibilang saat ini puisi bukan hanya milik para penyair.
Para penulis novel dan cerpen pun semakin banyak yang bereksplorasi serius
dengan diksi. Beberapa orang menurut saya bahkan meraih pencapaian estetika
puisi yang cukup berhasil. Dunia industri pun menunjukkan kecenderungan serupa.
Kalau kita lihat iklan sekarang ini, banyak sekali kalimat iklan yang
menunjukkan kadar puitik yang tinggi, dan benar-benar diolah dengan rasa bahasa
yang bagus. Ini tantangan bagi para penyair, terutama bagi saya sendiri. Sebab
kalau kualitas sajak-sajak saya di bawah kualitas bahasa iklan, apa tidak
sebaiknya saya berhenti sebagai penyair?
Bagaimana caranya mengolah peristiwa-peristiwa yang bersliweran
sehari-sehari menjadi puisi?
Pertama saya punya ini (Jokpin mengeluarkan buku kecil dari saku celananya
-red). Semua hal penting yang saya saksikan saya catat. Dan kalau sudah masuk
buku ini, harus saya tuntaskan jadi puisi. Kalau sudah sampai rumah, saya
pindahkan ke dalam komputer. Saya punya beberapa folder dari puisi yang belum
jadi. Setelah jam 11 malam, biasanya saya olah lagi beberapa ide dalam folder
itu. Kalau mandek di satu ide, saya pindah dulu ke ide yang lain. Itu salah
satu enaknya mengolah puisi. Saya tidak tahu bagaimana dalam prosa, tapi di
puisi berpindah-pindah dalam pengolahan ide itu cukup mengasyikkan.
Sekarang Anda dipandang sudah mempunyai gaya pengucapan sendiri yang
berbeda dengan penyair-penyair sebelum Anda. Bagaimana proses pencariannya?
Saya sudah lebih dari 20 tahun menulis puisi. Artinya menulis secara
serius. Saya pelajari sajak-sajak Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad,
Sutardji Calzoum Bachri, Sitor Situmorang, dan sebagainya. Saya pelajari
betul-betul sampai saya tahu ciri masing-masing penyair. Dengan begitu lebih
mudah bagi saya untuk menghindari gaya pengucapan yang pernah mereka lakukan.
Tapi ternyata dalam perjalanannya ya tetap sulit juga. Boleh dibilang baru pada
tahun 1996 itulah ketika saya menggunakan ungkapan-ungkapan celana, saya merasa
menemukan gaya yang selama ini saya cari-cari.
(Serangkaian penjelajahan kreatif Jokpin yang menggunakan celana sebagai
identitas puisinya, dimulai dari sajak berjudul “Celana, 1” di bawah ini.
CELANA, 1
Ia ingin membeli celana baru buat pergi ke pesta supaya tampak lebih tampan
dan meyakinkan.
Ia telah mencoba seratus model celana di berbagai toko busana namun tak
menemukan satu pun yang cocok untuknya.
Bahkan di depan pramuniaga yang merubung dan membujuk-bujuknya ia malah
mencopot celananya sendiri dan mencampakkannya.
“Kalian tidak tahu ya, aku sedang mencari celana yang paling pas dan pantas
buat nampang di kuburan.”
Lalu ia ngacir tanpa celana dan berkelana mencari kubur ibunya hanya untuk
menanyakan,”Ibu, kausimpan di mana celana lucu yang kupakai waktu bayi dulu?”
(1996)
Sejak itu, berbagai macam “versi celana” sudah dihasilkan Jokpin dengan
ciri-ciri: pilihan kata dan bentuk yang bersahaja, suasana yang segar cenderung
lucu, namun tetap menyimpan tema-tema esensial, bahkan dengan kedalaman religiositas,
seperti pada “Celana Ibu” yang ditulisnya pada 2004,
CELANA IBU
Maria sangat sedih menyaksikan anaknya mati di kayu salib tanpa celana dan
hanya berbalutkan sobekan jubah yang berlumuran darah.
Ketika tiga hari kemudian Yesus bangkit dari mati, pagi-pagi sekali Maria
datang ke kubur anaknya itu, membawakan celana yang dijahitnya sendiri.
“Paskah?” tanya Maria.
“Pas sekali, Bu,” jawab Yesus gembira.
Mengenakan celana buatan ibunya,
Yesus naik ke surga.
Jika Mei 1998 dijadikan salah satu tonggak sejarah Indonesia modern, adakah
ciri-ciri signifikan yang membedakan puisi pra-reformasi, dan puisi-puisi
pasca-reformasi?
Menurut saya tidak ada perbedaan mendasar. Tidak terjadi semacam patahan
dan gempa, misalnya, yang membuat keadaan benar-benar berubah. Perbedaannya,
sekarang ini tampak semakin banyak orang keranjingan puisi. Keranjingan menulis
maupun sekadar menikmati puisi. Juga ruang untuk publikasi dan sosialisasi
puisi semakin luas dan beragam, baik melalui media cetak maupun media cyber.
Namun situasi ini, sekali lagi, belum melahirkan terjadinya perubahan mendasar
atau radikal dalam khasanah perpuisian Indonesia jika yang dimaksud adalah
perubahan yang, katakanlah, bersifat ideologis.
Apakah hal itu membuat anda kecewa dan risau?
Saya tidak gusar dan risau mengenai hal ini. Bagi saya, dengan terus
berjalan dan berkembang sambil melakukan eksplorasi di sana-sini — inilah yang
sepengamatan saya terjadi dalam dunia penulisan puisi kita sekarang — jauh lebih
penting dari sekadar menciptakan sensasi besar yang sifatnya sesaat dan
artifisial. Kenyataan ini menunjukkan bahwa dunia sastra, khususnya puisi,
tidak mudah dikooptasi atau menjadi subordinasi dari dunia politik. Dan
sesungguhnya, tanpa ada perubahan politik pun, dari dirinya sendiri sastra,
dalam hal ini puisi, dituntut untuk terus berkembang, melakukan eskplorasi,
menciptakan kesegaran-kesegaran. Jika tidak, dunia puisi akan stagnan dan
membosankan.
Jika peristiwa sosial politik sebesar Peristiwa Mei 1998 yang mengakhiri
dominasi rezim yang berkuasa puluhan tahun masih gagal menjadi inspirasi para
penyair, lantas bagaimana Anda melihat pokok masalahnya?
Ada dua kemungkinan. Pertama, para penyair tidak tergiur lagi oleh
kepalsuan-kepalsuan dan kesemuan-kesemuan dalam dunia politik. Memang pernah
pada awal-awal masa “reformasi” kita kebanjiran sajak-sajak “reformasi”, tapi
sebagian besar segera menguap karena mutu sastranya tak seberapa kuat dan lebih
banyak ditulis dalam suasana euforia semata. Kedua, mereka tidak lagi terpukau
pada metanarasi atau narasi-narasi besar. Banyak di antara mereka yang berusaha
menghidupkan daya puitik dengan menggali dan menjelajah yang hal-hal yang
(tampak) kecil dan sederhana untuk menyentuh esensi yang lebih dalam dan
kompleks. Untuk mengungkap liku-liku pergulatan jiwa manusia. Saya teringat apa
yang pernah dikemukakan W.S. Rendra dalam sebuah esainya di tahun 1982 tentang
apakah ada faedahnya seniman menggarap peristiwa-peristiwa kecil. Menurut
Rendra “gagasan besar sering justru suka meminjam peristiwa kecil. Tidak semua
gagasan besar harus punya wadah peristiwa besar”. Ironisnya justru
gagasan-gagasan remehlah yang sering meminjam peristiwa-peristiwa yang dramatis
atau eksentrik. Ironis pula bahwa seniman yang ‘sok seni’ hanya sampai pada
‘tipu seni’ dan bukan ‘daya seni’.”
Siapa saja tokoh-tokoh penyair yang menonjol pasca-reformasi, dan apa ciri
utama karya-karya mereka?
Saya belum ingin menggunakan paradigma ketokohan. Kita masih perlu waktu
untuk melihat dan menguji bobot “ketokohan” para penyair kita. Namun saya
gembira melihat penyair-penyair muda berbakat kelahiran tahun 1970-an dan
1980-an yang muncul dan tumbuh berkembang setelah “gerakan reformasi”. Mereka
itu antara lain Hasan Aspahani, Inggit Putria Marga, Raudal Tanjung Banua,
Wayan “Jengki” Sunarta, Ricky Damparan Putra, Nur Zen Hae, Ari Pahala
Hutabarat, Jimmy Maruli Alfian, Binhad Nurrohmat, Putu Vivi Lestari, Dina
Oktaviani, Ira Komang Puspitaningsih, Aida Idris, S. Yoga, TS Pinang, Nanang
Suryadi, Urip Herdiman Kambali, Firman Venayaksa, Pranita Dewi, Aurelia Tiara.
Itu yang sempat saya amati, di luar itu saya kira masih banyak nama-nama lain.
Ada pengamatan khusus?
Baru sekarang saya menyaksikan munculnya generasi penyair yang jumlah
penyair perempuannya agak sebanding dengan jumlah penyair pria. Mereka itu
anak-anak muda yang pintar dan cerdas, memiliki wawasan intelektual yang luas,
mungkin karena dukungan kemajuan teknologi informasi juga. Terus terang saya
belum bisa merumuskan apa ciri utama karya mereka karena saya sendiri tengah
menikmati mereka. Mungkin belum tampak ciri tertentu yang benar-benar dominan.
Syukur jika malah beragam. Yang jelas, karya-karya mereka menunjukkan adanya
upaya untuk menjelajahi sumber-sumber penciptaan yang beraneka warna, mulai
dari tradisi sampai budaya pop. Juga ada usaha untuk menjajaki berbagai
kemungkinan bentuk atau cara pengucapan. Kalau mau bekerja lebih keras, saya
kira mereka memiliki potensi hebat untuk memberikan sumbangan berarti bagi
perkembangan dunia puisi Indonesia.
Apakah sepengamatan Anda para penyair “baru” ini adalah mereka yang berusia
muda, dalam arti masih berusia di bawah 40 tahun?
Oh ya, saya juga senang dan terharu melihat mereka yang sudah cukup umur
ikut terjun ke gelanggang penulisan puisi dengan kegairahan yang mengagumkan.
Sebutlah misalnya Mas Yohannes Sugiyanto dan Mas Slamet Widodo. Memang
kreativitas tidak mengenal usia. Yang tua belum tentu kalah semangat dengan
yang muda, dan yang muda silakan “bertarung” dengan yang tua. Dalam hal kerja
kreatif dan pencapaian estetik, sebenarnya saya tidak suka menggunakan
paradigma tua-muda, senior-yunior dan semacamnya. Kata seorang penyair, usia
adalah “sebongkah harta yang tak terduga batasnya”.
Forum pertemuan para penyair kerap sekali diadakan, baik antar daerah,
maupun pada tingkat fora internasional di berbagai kota di Indonesia. Jumlahnya
bahkan lebih banyak dibandingkan forum-forum sejenis bagi prosais. Tapi mengapa
kuantitas output berupa buku-buku puisi terlihat tak sederas karya-karya
prosais?
Betul. Bahkan tampaknya semakin banyak orang ingin menjadi penyair. Artis
ingin menjadi penyair. Pengusaha ingin menjadi penyair. Bahkan penulis prosa
yang sudah sukses pun ingin menjadi penyair. Hahaha. Tapi mengapa kuantitas
produksi buku-buku puisi tak segencar buku-buku prosa? Saya kira ini karena
pertimbangan bisnis saja. Bagi penerbit, buku puisi dianggap belum merupakan
komoditas layak jual. Tetapi bisa juga yang terjadi adalah buku-buku puisi itu
sendiri yang terkesan terlalu “angkuh”, seakan-akan ditulis untuk dinikmati
penyairnya sendiri plus lingkaran kecil pertemanannya. Padahal dalam
kenyataannya, bahkan para penyair pun belum tentu membeli buku puisi karya
penyair lain, ha, ha, ha. Di sisi lain, bukankah buku-buku puisi karya artis
malah lebih “mudah” diterbitkan dan lebih laku pula? Nah!
(Di akhir pertemuan malam itu, para mahasiswa meminta Jokpin membacakan
salah satu puisi. Dia memilih Terompet Tahun Baru. “Ini sajak yang baru, dan
karenanya saya masih hafal,” katanya.
Terompet Tahun Baru
Aku dan Ibu pergi jalan-jalan ke pusat kota untuk meramaikan malam tahun
baru.
Ayah pilih menyepi di rumah saja sebab beliau harus menemani kalender pada
saat-saat terakhirnya.
Hai, aku menemukan sebuah terompet ungu tergeletak di pinggir jalan.
Aku segera memungutnya dan membersihkannya dengan ujung bajuku.
Kutiup berkali-kali, tidak juga berbunyi.
Mengapa terompet ini bisu, Ibu?
Mungkin karena terbuat dari kertas kalender, anakku.
Para mahasiswa memberikan aplaus meriah atas pembacaan spontan itu. Dalam remang
cahaya, terlihat mata penyair bertubuh ringkih itu memerah. Dia mencoba sekuat
tenaga menahan agar butir-butir air di sudut matanya tak pecah).
***
Joko Pinurbo
Lahir: 11 Mei 1962
Pendidikan: Jurusan Sastra Indonesia IKIP (Sekarang Universitas) Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Antologi Puisi:
Celana (1999)
Di Bawah Kibaran Sarung (2001)
Pacar Kecilku (2002)
Telepon Genggam (2003)
Kekasihku (2004)
Pacar Senja – Seratus Puisi Pilihan (2005)
Penghargaan:
Penghargaan Sastra Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2002, untuk
Di Bawah Kibaran Sarung).
Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001)
***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzieb
A. Aziz Masyhuri
A. Hana N.S
A. Iwan Kapit
A. Khoirul Anam
A. Kurnia
A. Purwantara
A. Qorib Hidayatullah
A. Rego S. Ilalang
A. Syauqi Sumbawi
A.C. Andre Tanama
Aa Sudirman
Abd. Basid
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Ghofar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Lathif
Abdul Malik
Abdul Muid Badrun
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdullah Ubaid Matraji
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abonk El ka’bah
Acep Zamzam Noor
Ach. Nurcholis Majid
Achmad Farid Tuasikal
Achmad Maulani
Adi Faridh
Adi Marsiela
Adi Sucipto
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Adreas Anggit W.
Adrian Ramdani
AF. Tuasikal
Afnan Malay
Afrizal Malna
AG Hadzarmawit Netti
AG. Alif
Agama Para Bajingan
Agnes Majestika
Aguk Irawan M.N.
Agung Prihantoro
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus S Warman
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Aguslia Hidayah
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Rafiq
Ahmad Rifa’i Rif’an
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Taufik
Ahmad Thohari
Ahmad Tohari
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sekhu
Akhmad Taufiq
Akmal Nasery Basral
Al-Fairish
Alang Khoiruddin
Alex R Nainggolan
Ali Irwanto
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Alvi Puspita
Amang Mawardi
Ambarukminingsih
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Hamzah
Amirullah
Ana Mustamin
Anam Rahus
Andari Karina Anom
Andhi Setyo Wibowo
Andik Nurcahyo
AndongBuku #3
Andry Deblenk
Anindita S. Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anis Faridatur Rofiah
Anjrah Lelono Broto
Antologi Sastra Lamongan
Anwari WMK
Aprillia Ika
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Arif Firmansyah
Arifun Najib
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arys Hilman
Asarpin
Asep Sambodja
Asrama Mahasiswa Aceh Sabena
Asri Bariqah
Awalludin GD Mualif
Azumardi Azra
Azyumardi Azra
Baca Puisi
Badaruddin Amir
Balada
Bambang kempling
Bambang Satriya
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Beni Setia
Benni Indo
Benny Benke
Benny D Koestanto
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Koran
Bernada Rurit
Bernarda Rurit
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Palopo
Budi Purnomo
Buldanul Khuri
Bunda Zakyzahra Tuga
Bungaran Antonius Simanjuntak
Candrakirana
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Che Guevara
Coronavirus
Cover Buku Kritik Sastra
Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II
Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV
Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V
D. Zawawi Imron
Dadan Maula Darmawan
Dadang Ari Murtono
Dahlan Kong
Damanhuri Zuhri
Damar Juniarto
Damhuri Muhammad
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
Dedy Tri Riyadi
Dedykalee
Deni Ali Setiono
Deni Jazuli
Denny Ardiansyah
Denny JA
Denny Mizhar
Desa Glogok Karanggeneng Lamongan
Desi Sommalia Gustina
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan
Dewi Indah Sari
Dhanu Priyo Prabowo
di Bluri
di Karangasem
Dian Sukarno
Diana AV Sasa
Diana Ifrina Ernawati
Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dini Tri
Dinoroy M. Aritonang
Dion Maulana Prasetya
Diskusi buku
Djaka Susila
Djenar Maesa Ayu
Djesna Winada
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Kristianto
Dody Yan Masfa
Dr. Hilma Rosyida Ahmad
Drs H Budiono Herusatoto
Drs H Choirul Anam
Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran)
Dudi Rustandi
Dunia Penerbitan Indonesia
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Nikmatika Roma
Dwi Pranoto
Dwidjo Maksum
Dyah Ayu Fitriana
Eddy D. Iskandar
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Faisol
Edy Firmansyah
Edy Sartimin
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eko Hendri Saiful
El Sahra Mahendra
Elly Burhaini Faizal
Elly Trisnawati
Ellyn Novellin
Emerson Yuntho
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endang Supriyadi
Endi Haryono
Endri Y
Erdogan
Esai
Esha Tegar Putra
Esme Fadliha
Etik Widya
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fadjriah Nurdiarsih
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Fakhrunnas MA Jabbar
Fanani Rahman
Faris Al Faisal
Fariz al-Nizar
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Felix K. Nesi
Festival Mocosik
Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta
Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta
Festival Teater Religi
Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan
festivalsenisurabaya.com
Fikri. MS
Firdawsi
Fortus Pake
Forum Lingkar Pena
Forum Lingkar Pena Lamongan
Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L)
Forum Santri Nasional
Foto
Franditya Utomo
Fransiskus Nesten Marbun ST
Franz Magnis-Suseno
Friski Riana
Fuad Hasan Nasihin
Fuji Pratiwi
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawa
Gede Mugi Raharja
Gedung Sabudga UNISDA Lamongan
Gedung Sangbala
Gerakan Literasi Nasional
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Golput
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin
Gus Dur
H Ikhsan Effendi
H. Usep Romli H.M
H.B. Jassin
H.O.S Cokroaminoto
Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf
Hadi Napster
Hadziq Jauhary
Halim H.D.
Halimatussa’diyah
Hamberan Syahbana
Hamluddin
Hana Pertiwi
Hanif Nashrullah
Hardono
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Haris Priyatna
Haris Saputra
Hartono Harimurti
Hary B Kori’un
Hasan Aspahani
Hasan Basri
Hasan Junus
Hasanuddin WS
Hasnan Bachtiar
Helmi Y Haska
Helmy Tasaufy
Hera Khaerani
Herdiyan
Heri C Santoso
Heri Latief
Herman
Herman Hasyim
Herman RN
Herry Lamongan
Herry Mardianto
Hikmat Gumelar
HL Renjis Magalah
Homaedi
I Made Asdhiana
I Nyoman Suaka
I Wayan Seriyoga Parta
IBM. Dharma Palguna
Ibnu PS Megananda
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Fitri
Ignas Kleden
Ilham Safutra
Ilham Wancoko
Imam Mustofa
Imam Nawawi
Imam Qodim Al-Haromain
Imam Zanatul Huaeri
Imamuddin SA
Imelda
Imron Arlado
Imron Rosidi
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indrian Koto
Ingki Rinaldi
Ipik Tanoyo
Ire
Irvan Sihombing
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Zulkarnain
Ismet NM Haris
Ismi Wahid
Isnanur Janah
Iswadi Pratama
Isyana Artharini
Iwan Nurdaya-Djafar
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar M Sidik
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jazzi
Jejak Laskar Hisbullah Jombang
Jembatan Kuno Yang Misterius
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Jogjanews.com
John Joseph Sinjal
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku Paket Hemat
Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN
Jumartono
Jurnalisme Sastra
Jusuf A.N
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma’ruf Amin
K.Y. Karnanta
Kadjie Mudzakir
Kaheesa Kirania Putri Ayu
Kang Daniel
Kapal Nabi Nuh
Karanggeneng
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kautsar Muhammad
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Kemah Budaya Panturan (KBP)
KH Abdul Ghofur
KH Bisri Syansuri
KH. Abdul Aziz Masyhuri
KH. M. Najib Muhammad
KH. Ma'ruf Amin
Khairul Mufid Jr
Khoirul Abidin
Khoirul Inayah
Ki Ompong Sudarsono
Ki Supriyoko
Kiagus Wahyudi
Kika Dhersy Putri
Kitab Arbain Nawawi
KITLV
Koh Young Hun
Koko Sudarsono
Kompas TV
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA)
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA)
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Kopi Bubuk Mbok Djum
Kopi Sunan Drajat
Kopuisi
Koskow
Kostela
KPRI IKMAL Lamongan
Krisman Kaban
Kritik Sastra
Kukuh Yudha Karnanta
Kulonprogo
Kurnia Effendi
Kurnia Sari Aziza
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Kurniawan Muhammad
Kuswinarto
L Ridwan Muljosudarmo
Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan
Lagu
Lailiyatis Sa'adah
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lan Fang
Langgeng Widodo
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Sarmili
Literasi
Liza Wahyuninto
Lugiena De
Lukas Adi Prasetyo
Lukisan
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Alm
Lukman Santoso Az
Luqman Almishr
Lusia Kus Anna
Lutfi S. Mendut
Lynglieastrid Isabellita
M Zainuddin
M. Afif Hasbullah
M. Faizi
M. Lutfi
M. Mushthafa
M. Romandhon
M. Sunyoto
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M’Shoe
Made Geria
Mahendra Cipta
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahmud Syaltut Usfa
Mahrus eL-Mawa
Majelis Ulama Indonesia
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Maqhia Nisima
Marcus Suprihadi
Mardi Luhung
Mardiansyah Triraharjo
Marhalim Zaini
Maria D. Andriana
Maria Magdalena Bhoernomo
Maroeli Simbolon S. Sn
Martin Aleida
Maruli Tobing
Mashuri
Masuki M. Astro
Matroni El-Moezany
Mawar Kusuma Wulan
Medco
Media Lamongan
Mega Vristian
Mei Anjar Wintolo
Meka Nitrit Kawasari
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Memoar
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Mentari Meida
Mh Zaelani Tammaka
MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1
Mia Arista
Michael Gunadi Widjaja
Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno)
Miftahul A’la
Misbahus Surur
Moch. Faisol
Mochammad A. Tomtom
Moh. Ghufron Cholid
Moh. Jauhar al-Hakimi
Moh. Samsul Arifin
Mohamad Ali Hisyam
Mohammad Afifi
Mohammad Ali Athwa
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Rafi Azzamy
MTs Putra-Putri Simo Sungelebak
Muh Kholid A.S
Muhammad Al-Mubassyir
Muhammad Alfatih Suryadilaga
Muhammad Amin
Muhammad Arif
Muhammad Aris
Muhammad Eko Nugroho
Muhammad Hidayat
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Musa
Muhammad N. Hassan
Muhammad Rasyid Ridho
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun
Muhammadun AS
Muhidin M. Dahlan
Mukafi Niam
Mukhsin Amar
Mulyani Hasan
Mulyo Sunyoto
Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Musfarayani
Musfi Efrizal
N. Syamsuddin CH. Haesy
Nadine Tri Duhita
Naim
Nanang Suryadi
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Nara
Nazaruddin Azhar
Neli Triana
Ngatini Rasdi
Nh. Anfalah
Ni Luh Made Pertiwi F
Ni Made Frischa Aswarini
Ninuk Mardiana Pambudy
Nono Anwar Makarim
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Noval Maliki
Novel
Novel Pekik
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Hayati
Nur Kholiq
Nur Kholis Huda
Nurani Soliha
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Ochi
Oil on Canvas
Oky Sanjaya
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Paciran
Pameran Seni Rupa
Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik
Panji Satrio
Patung Sphinx
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pekan Literasi Lamongan 2020
Pelukis Dahlan Kong
Pelukis Harjiman
Pelukis Jumartono
Pelukis Saron
Pelukis Senior Tarmuzie
Pendidikan
Penerbit Progresif
Penerbit PUstaka puJAngga
Penerbit SastraSewu
Pengajian
Pengetahuan
Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Pesantren Sunan Drajat
Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011
Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur
Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringgo HR
Prof Dr Achmad Zahro
Prof Dr Aminuddin Kasdi
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puji Santosa
Puput Amiranti N
Purnawan Andra
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Puspita Rose
Pustaka GU
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. N. Bayu Aji
R. Timur Budi Raja
Radhar Panca Dahana
Rafita Dewi
Rahmah Maulidia
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rameli Agam
Rana Akbari
Raras Cahyafitri
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Revdi Iwan Syahputra
Riadi Ngasiran
Rian Sindu
Ribut Wijoto
Ridlwan
Ridwan Munawwar
Riki Utomi
Rinny Srihartiny
Rinto Andriono
Risang Anom Pujayanto
Robert Adhi Kusumaputra
Robin Al Kautsar
Roby Karokaro
Rodli TL
Rof Maulana
Rofiqi Hasan
Rojiful Mamduh
Rokhim Sarkadek
Rosdiansyah
Rosi
Rosidi
Rudi S. Kalianda
Rukardi
Rumah Budaya Pantura
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rumah Budaya Pantura Lamongan
Rx King Motor
S Jai
S Yoga
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabrank Suparno
Sabrina Asril
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Salim Alatas
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Pasir Art and Culture
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saratri Wilonoyudho
Sari Oktafiana
Sasti Gotama
Sastra
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sejarah
SelaSastra
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
Selvie Monica S
Sendang Duwur Tahun 1920
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Shiny.ane el’poesya
Shohebul Umam JR
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sifa
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Simon Saragih
Sirikit Syah
Siti Muti’ah Setiawati
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Slamet Rahardjo Rais
Slavoj Zizek
Soelistijono
Soetanto Soepiadhy
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Sohirin
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sreismitha Wungkul
Sri Mulyani
Sri Wintala Achmad
ST Indrajaya
Stanley Adi Prasetyo
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudarmoko
Sudirman Hasan
Sugeng Ariyadi
Sugeng Wiyadi
Sugiarto
Sugito Wira Yuda
Suhartono
Sujatmiko
Sukardi Rinakit
Sukitman
Sumenep
Sunarno Wibowo
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Supriyadi
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susie Evidia Y
Sutamat Arybowo
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyadi San
Suyatmin Widodo
Svet Zakharov
Syaf Anton Wr
Syaiful Bahri
Syaiful Irba Tanpaka
Syaiful Mustaqim
Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili
Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari
Syamsul Arifin
Syi'ir
Tamrin Bey
TanahmeraH ArtSpace
Tanjung Kodok Tahun 1947
Tasman Banto
Taufik Rachman
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater
Teater Air
Teater Bias
Teater Biru
Teater Cepak
Teater Dua
Teater Ganast MAN Lamongan
Teater Kanjeng
Teater Lingkar Merah Putih
Teater Mikro
Teater nDrinDinG
Teater Nusa
Teater Padi
Teater Sakalintang
Teater Sangbala
Teater Sundra
Teater Tali Mama
Teater Taman
Teater Tewol
Teater Tewol Lamongan
Teguh LR
Teguh Winarsho AS
Temu Karya Teater Jawa Timur XXI
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thamrin Dahlan
Tharie Rietha
The Ibrahim Hosen Institute (IHI)
Thohir
Thompson Hs
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
To Take Delight
Toni Munajat
Tosa Poetra
Tri Andhi S
Tri Wahono
Trisno S. Sutanto
Triyanto triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus S
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Unieq Awien
Universitas Airlangga Surabaya
Universitas Jember
Untung Basuki
Ustadz Charis Bangun Samudra
Utami Diah Kusumawati
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Veven Sp. Wardhana
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wachid Nuraziz Musthafa
Wahyu Aji
Wahyudi Zuhro
Wan Anwar
Warjati Suharyono
Wawan Eko Yulianto
Wawan Hudiyanto
Wawancara
Wayan Sunarta
Welly Suryandoko
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wong Wing King
Wuri Kartiasih
Y. Wibowo
Yanuar Jatnika
Yanuar Yachya
Yaumu Roikha
Yayasan Thoriqotul Hidayah 1
Yerusalem Ibu Kota Palestina
Yesi Devisa
YF La Kahija
Yogyo Susaptoyono
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yonathan Rahardjo
Yudi Latief
Yuli
Yuni Ikawati
Yurnaldi
Yushifull Ilmy
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zahrotun Nafila
Zaim Uchrowi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zelfeni Wimras
Zen Hae
Zuhdi Swt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar