Jumat, Oktober 05, 2018

Catatan Kesan atas Kumpulan Cerpen “Bocah Luar Pagar”

MEMBACA PROSES KESADARAN MANUSIA 
A. Syauqi Sumbawi
Lahirnya sebuah karya sastra, pada umumnya, merepresentasikan proses berkesadaran. Dimulai dengan pembacaan atas hidup dan kehidupan, manusia membuat jarak. Bukan terpisah, tetapi menjadikannya sebagai “medan makna” untuk kemudian hadir dengan kesadaran atas eksistensinya, yang termanifestasikan dalam karya. Karena itu, sebuah karya sastra tidak hanya bermakna, tetapi juga menciptakan ruang bagi tumbuhnya kesadaran pada diri manusia.

Proses di atas merupakan catatan kesan terhadap 17 karya cerpen dalam buku antologi ini. Dari keseluruhannya, tampak “potensi kesadaran” berkelindan dalam ragam gagasan dan kreativitas para penulisnya, terutama berkaitan dengan permasalahan eksistensi diri, absurditas, maupun idealitas vis a vis realitas.

Kesadaran atas Eksistensi Diri

Persoalan eksistensi diungkapkan Arul Chandrana melalui cerpen ”Bocah Luar Pagar”— yang juga menjadi judul buku antologi—, dengan menghadirkan tokoh Amar dalam upaya mewujudkan keberadaan dirinya, yakni sebagai pelajar. Diawali dengan pengungkapan ketidakberdayaan, Arul menempatkan tokoh dalam posisi bertahan. Tidak lari, melainkan berdiri di luar pagar untuk melihat keberadaan diri yang tergambar dalam kehidupan di dalamnya. Ketika mengakrabi kondisi yang “menyiksa” sekaligus merawat harapan inilah, pemahaman atas konsep diri—kepenulisan dan dunia literasi— menjadi dorongan kuat untuk menerobos pagar. Tidak hanya meraih gambaran atas keberadaan diri, tetapi juga mengeskpresikannya, dimana pada gilirannya melahirkan kesadaran baru, yakni keberadaan sebagai penulis. Dari sini, tampak bahwa kesadaran atas eksistensi diri tidak bersifat tunggal, tetapi beragam mengikuti perkembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh manusia.

Pada cerpen “Tekad Penulis Muda” karya Agus Buchori, eksistensi diri tidak dipandang sebagai hal yang tiba-tiba, tetapi mensyaratkan adanya proses. Dalam kaitan ini, sebuah target pencapaian dianggap penting sebagai “penanda” yang menghadirkan kesadaran. Selain itu, cerpen ini juga menampilkan entitas lain yang saling mempengaruhi dengan eksistensi diri. Hal inilah yang tersirat dalam tuntutan Gayatri kepada tokoh aku. Tidak hanya sebagai calon suami, tokoh aku juga harus “menjadi sesuatu”, yakni penulis yang keberadaannya ditandai oleh karya—yang dimuat—. Secara umum, cerpen ini memproyeksikan kehidupan para penulis—sastrawan—, dimana karya merupakan penanda atas kehadirannya.

Hubungan dengan keberadaan di luar eksistensi diri, diungkapkan oleh Imamuddin SA. Melalui cerpen “Kiyai Sumeh”, kesalihan dan dimensi supranatural ditampilkan sebagai kondisi yang melahirkan kharisma dan sugesti, dimana pada gilirannya menggerakkan perubahan nilai terkait keberadaan manusia—individu—dalam kehidupan masyarakat. Penambahan sebutan Kiyai kepada tokoh Sumeh merupakan pengakuan terhadap proses kemanusiaan, yang terus berlanjut dengan lahirnya perilaku konkrit masyarakat, yaitu menitipkan anak-anaknya kepada sang Kiyai. Dalam posisinya sebagai reaksi, pengakuan tersebut melahirkan reaksi lain, yakni kehadiran tokoh aku yang berusaha melenyapkan Kiyai Sumeh. Meskipun sebuah “alibi” diciptakan melalui keberadaan dua pemuda suruhan, tetapi keberadaan sebagai pembunuh, menjadi hal yang tidak bisa disembunyikan. Keberadaan ini juga diidentifikasi oleh tujuh orang anak, yang menuntut tokoh aku untuk menghadirkan kembali Kiyai Sumeh dalam kehidupan mereka. Kiyai Sumeh yang menjadi “penanda” atas keberadaan mereka sebagai santri.

Pemahaman atas keberadaan sebagai santri, juga diungkapkan oleh Luluk Dianah dalam cerpen “Gus Fahmi Cairkan Kebekuan Mawar Melatiku”. Dengan latar belakang hubungan antara santri dan Kyai—juga keluarganya—, lahir kesadaran baru pada tokoh aku. Tidak hanya sebagai santri, tokoh aku juga seorang perempuan yang mencintai putra Kyai-nya. Sayangnya, keberadaan sebagai santri menjadi “pagar” bagi perasaan dan harapannya sebagai perempuan. Secara umum, kesan cerpen ini mengarah pada proses “berkah” yang umumnya dibuka dengan kesadaran atas eksistensi diri dan perjuangan nilai-nilai.

Sementara dalam cerpen “Islah Pengabdian”, Jadid El Farisy menampilkan kenangan sebagai entitas yang mempengaruhi keberadaan diri dalam hubungan dengan yang lainnya. Dimulai dari kematian ayah, tokoh aku kemudian hidup di pesantren. Tidak seperti santri yang lain, tokoh aku tinggal di ndalem kyai, mengingat persahabatan antara ayah dan kyai. Di sinilah, hubungan santri dan kyai “tidak mandiri”, tetapi dibalut oleh kenangan seorang ayah. Kemudian setelah Bu Nyai meninggal dunia—pasca 1000 hari—, seluruh hubungan memperlihatkan proses rekonsiliasi, yakni ketika kyai berniat melamar ibu dari tokoh aku. Terkait hal tersebut, sebuah kesan memperlihatkan bahwa segala perbuatan yang didasari oleh niat dan tujuan yang baik, tidak akan merusak hubungan di antara manusia. Bahkan mempererat keberadaannya.

Kenangan sebagai ruang kesadaran manusia, menjadi kesan penting dari cerpen “Mozaik Rindu” karya Pradhini HK. Barangkali, karena berada di wilayah bawah sadar manusia, serta kehadirannya yang mensyaratkan entitas lain, maka wajar jika keberadaannya dianggap utopis. Dalam cerpen ini, foto keluarga merupakan entitas tersebut, yang tidak hanya menghadirkan kenangan pada tokoh aku, tetapi juga menghadirkan kesadaran tentang keberadaan dirinya, yakni seorang anak yang lama tidak bertemu dengan orang tuanya, disebabkan kesibukan sebagai dosen. Demi mendamaikan rasa rindu, maka tokoh aku pun mengubah rencana. Pulang, untuk bertemu dengan keberadaan yang memberi makna keberadaan dirinya sebagai seorang anak.

Kenangan pada cerpen “Berkunjung” karya Fitri Areta, dimunculkan dalam kaitannya dengan kepentingan manusia. Selain itu, berkunjung juga menghadirkan kesadaran terkait keberadaan tokoh aku sebagai sahabat. Dalam posisi dilematis antara persahabatan dan kepentingan, maka wajar jika kegamangan menjadi ekspresi umum dari tokoh aku saat bertemu dengan Rani, sahabat masa kecilnya. Kegamangan yang juga ditangkap oleh Rani. Hal yang menarik dari cerpen ini, adalah posisi dilematis yang dijelaskan di bagian akhir cerpen, yakni ketika map merah dihadirkan. Map merah berisi berkas dokumen yang disiapkan untuk menjadi tanda terima penjualan sawah peninggalan orang tua sahabatnya, yang tampaknya dimaksudkan oleh Fitri sebagai suspens. Dan sebagai pilihan solusinya, kesadaran atas persahabatan yang dijalin secara emosional dan senantiasa tersimpan dalam kenangan, tidak bisa dibandingkan dengan hubungan apapun yang didasarkan pada kepentingan.

Berbeda dengan kenangan yang sudah “jadi” di atas, Haris del Hakim menampilkan peristiwa-peristiwa “potensial” untuk tidak mudah dilupakan dalam kehidupan tokoh saya. Barangkali, hal ini bisa menjadi alasan terkait pemilihan judul “Sang Guru” dalam cerpennya kali ini. Karena itu, wajar jika beberapa peristiwa yang dihadirkan mengarah pada hubungan yang sifatnya personal dan emosional. Hal ini bisa dibaca pada kesan pertemuan pertama dan juga reaksi tokoh saya ketika Sang Guru meninggal dunia. Begitu juga peristiwa di sekitar munculnya dialog-dialog di antara keduanya. Kesan yang tampak dalam cerpen ini, yakni peristiwa di atas tidak hanya tertancap kuat dalam memori, tetapi potensial dalam membentuk diri manusia.

Kesadaran dan Absurditas Manusia

Persoalan terkait absurditas hidup manusia diungkapkan oleh A. Rodhi Murtadho dalam cerpen “Abadi”. Keinginan untuk hidup selama mungkin dengan cara melakukan penindasan dan sebagainya, menyiratkan kehampaan makna atas keberadaan manusia. Hal inilah yang terjadi pada tokoh aku, yang semakin terjerumus dalam absurditas ketika segala peristiwa berjalan menguatkan asumsinya. Karena berpijak pada materialisme, maka tidak heran jika hal tersebut akan sampai pada kondisi kering spiritual, kendati tidak diakui, sebagaimana perbuatan tokoh aku yang lebih merupakan pelarian. Semakin jauh dalam keterasingan, tokoh aku kemudian mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan terkait hidupnya pada sosok Pak Kirman yang mewakili kesadaran spiritualitas. Satu kesan penting yang dapat diungkapkan, bahwa hidup bukan menunda kematian, tapi perjalanan kembali dengan kesadaran atas hidup dan kehidupan. 

Kekalahan hidup menjadi kesan penting dalam cerpen berjudul “Bang Mandor” karya Ahmad Zaini, yang diarahkan untuk menghidupkan kesadaran baru dalam setiap perubahan. Di sini, menjadi tua, tampaknya menjadi satu-satunya absurditas yang dihadapi oleh manusia yang cenderung mengandalkan kekuatan fisik. Begitu juga yang terjadi pada tokoh Darmo, yang tidak menyangka bahwa posisi sebagai mandor perusahaan, dirampas dari tangannya. Tentu saja, Darmo tidak percaya dan menggugat. Karena tidak ada kesadaran lain terkait keberadaan dirinya, selain menjadi mandor. Bahkan hingga akhir hidupnya. Kondisi ini yang kemudian mengantarkan Darmo pada keterasingan hidup. Kalaupun ada kesadaran, maka hal itu adalah ketidakberdayaan yang semakin kentara bersama tubuh yang semakin renta.

Keterasingan menjadi kesan yang kuat dalam cerpen “Mukjizat dalam Cerita yang Meragukan” karya Atho’illah. Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya cerita seorang tamu yang datang ke rumah Romo Yai di malam hari yang hujan. Keterasingan hidup yang disebabkan kondisi yang tidak sejalan antara harapan dan kenyataan pada diri Kamidi. Tidak seperti empat orang kyai pengasuh pesantren, Kamidi tidak menemukan makna keberadaan dirinya, selain adanya itu sendiri. Begitu juga cerita membanggakan yang diulang-ulangnya, yang tidak lebih sebagai tempat pelarian bagi kehidupannya yang tidak berarti. Kondisi ini juga yang tampaknya dialami oleh mereka yang melestarikannya secara turun temurun. Lantas, apa kondisi yang mewakili keberadaan orang-orang yang mengetahui kebenaran, namun tetap melestarikan versi bualannya?!

Kondisi absurd ditampilkan Yuana Fatwallah dalam cerpen berjudul “Gelap”, yang menceritakan nonton bareng pertandingan sepakbola di halaman rumah Pak Lurah. Akan tetapi, berbeda dengan cerpen “Bang Mandor”, setiap permasalahan dalam cerpen ini disikapi secara sederhana. Menunggu pertandingan bola dengan bercengkerama bersama tetangga. Menghidupkan televisi tepat pada waktunya, sebagai solusi atas kondisinya yang bermasalah. Juga, tidak ada kekecewaan yang berlebihan ketika televisi tiba-tiba mati di saat pertandingan bola sedang berlangsung. Di sini, absurditas dimaknai sebagai hal yang biasa, sebagaimana tokoh Iqbal yang akrab dengan gelap. Hal yang menjadi kesan dalam cerpen ini, bahwa ketidakcocokan antara harapan dan kenyataan, perlu diakrabi secara sederhana. Dan ini hanya bisa dilakukan ketika kehidupan manusia didasarkan pada nilai-nilai spiritual.

Kesadaran dan Idealitas versus Realitas

Persoalan terkait idealitas dunia kesusastraan diangkat oleh Saiful Anam Assyaibani alam cerpen “Belajar Sastra.” Didorong oleh keinginan untuk mengikuti lomba menulis cerpen, tokoh Aluna memberanikan diri untuk mengadakan percakapan lebih intens dengan tokoh ustadz—yang menjadi narasumber diskusi literasi—. Kehidupan para sastrawan dan karya-karyanya yang merepresentasikan idealitas dunia kesusastraan disajikan oleh tokoh ustadz. Begitu juga pemahaman dalam berkarya, dimana pada gilirannya merubah mindset tokoh Aluna. Pragmatisme untuk mengikuti lomba, berevolusi menjadi proses berkesadaran. Hal yang menarik, sekaligus menjadi suspens cerpen ini adalah hadirnya realitas—yakni permasalahan ekonomi—, yang tampaknya sengaja dimunculkan untuk menjadi ruang-ruang bagi lahirnya kesadaran dalam pembacaannya.

Jika dunia kepenulisan dalam cerpen Saiful menunjuk pada proses kesadaran atas kemanusiaan, cerpen berjudul “Impian” karya Nur Sholihah menghadirkan nilai-nilai yang menjadi dasar orientasinya. Bahwa menulis harus dimaknai sebagai dakwah bil qalam. Pemahaman ini sangat efektif, sebagaimana yang dialami oleh tokoh Firman ketika dihadapkan dengan “realitas yang mengganggu”. Baik permasalahan ekonomi dan asumsi negatif yang diwakili oleh pandangan tokoh ibu, “narasi yang terpenggal” tentang kepenyairan, maupun rasa tidak percaya diri. Dengan pemahaman menulis sebagai bagian dari melaksanakan perintah Allah, maka dapat dikatakan bahwa menulis adalah proses ideologis. Hal positif yang bisa didapatkan, yaitu gairah dan ekspresi akan tersalurkan secara wajar, dimana secara perlahan turut merubah stigma masyarakat terhadap para sastrawan yang akrab dengan “kegilaan”.

Proyeksi idealitas “yang kalah” ketika berhadapan dengan realitas, dalam cerpen “Balada Warung Kopi” karya Nuruddin Zanki, secara spesifik menunjuk pada harapan sosial. Bukan hasil yang menjadi ukuran, tetapi kehendak baik dan usaha maksimal. Dalam pembacaan sederhana, cerpen ini menghadirkan kritik terhadap “kebandelan” manusia ketika berada pada kondisi yang tidak ideal. Keberadaan warung kopi yang hanya menjual kopi, tidak lain merupakan pelarian dari kondisi kekurangan ekonomi pada tokoh Jiwo. Bukan untuk menghadapi kenyataan, warung kopi adalah tempat untuk menghadirkan berbagai dalih atas kekalahan hidup secara sosial.

Posisi saling berhadapan antara idealitas versus realitas dalam kehidupan manusia menjadi kesan paling kuat dari cerpen “Mbok Nem dan Kelulusan” karya Atafras. Keberadaan orang tua yang tidak ditemukan oleh tokoh Claverico, membuatnya yakin bahwa keduanya adalah orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Berbeda dengan tokoh Mbok Nem—orang lain—yang terus mencurahkan kasih sayang kepadanya. Mbok Nem yang selalu membela ibunya, ketika mereka berdebat. Mbok Nem yang terus bekerja, membiayai sekolahnya, meskipun dengan tubuh renta. Kondisi inilah yang menjadikan Mbok Nem digambarkan sebagai sosok yang ideal oleh Claverico. Dan, rahasia pun terbuka. Mbok Nem mengemis untuk memenuhi segala kebutuhan, termasuk biaya sekolah Claverico. Kenyataan ini membuatnya kaget. Idealitas terkait keberadaan Mbok Nem, seketika hancur. Termasuk juga, kelulusannya. Hancur bersama jasad Mbok Nem yang terkubur. Dalam kesendirian bersama kenangan tentang Mbok Nem, Claverico terus berusaha memperjuangkan idealitas. Tidak lagi pada sosok, melainkan pada nilai-nilai.

Kesadaran idealitas terkait identitas diungkapkan oleh Ahad Bee dalam cerpen berjudul “Hujrahku dan Hijabku”. Hal yang digarisbawahi dalam cerpen ini, bahwa menjadi pribadi yang ideal mensyaratkan kehendak yang kuat untuk melakukan perubahan. Namun, hal itu belum cukup, tanpa kesadaran terhadap nilai-nilai religius yang menjadi pijakannya, sebagaimana digambarkan dalam episode tokoh aku yang berada pada posisi dilematis. Karena itu, setiap perubahan untuk menjadi lebih baik harus dimaknai sebagai hijrah. Begitupun dengan berhijab, yang tidak cukup dipandang sebagai upaya menutup aurat jasmaniah, tetapi harus bermakna ketakwaan. Pada tataran yang lebih khusus, berhijab pada hakikatnya adalah menutup segala sesuatu kecuali Dzat-nya.

Ulasan di atas merupakan catatan kesan penulis terhadap 17 cerpen yang terkumpul dalam buku Bocah Luar pagar ini. Karena lebih diarahkan untuk mencari pesan umum dan kategorisasinya, tentunya catatan ini memiliki banyak kekurangan. Juga belum mewadahi seluruh unsur yang terkandung di dalamnya. Sebagai karya yang sudah jadi, maka inilah “Bocah Luar pagar” yang setidaknya dapat diharapkan sebagai ruang-ruang bagi lahirnya kesadaran. [*]

Tulisan ini disampaikan pada acara Launching dan Bedah buku kumpulan cerpen "Bocah Luar Pagar" , jumat, 5 oktober 2018 di PERPUSTAKAAN DAERAH LAMONGAN.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt