Rabu, Januari 03, 2018

Otonomi Semantik dan Intervensi Pengarang

Ignas Kleden
jehovahsabaoth.wordpress.com

SEBUAH teks yang sudah dipublikasikan, sebuah cerpen di Kompas misalnya, patutlah dianggap sanggup berdiri sendiri dengan kekuatan sendiri dan menghadapi pembaca atas namanya sendiri, dan tidak perlu lagi dituntun dan dibela melalui intervensi pengarangnya. Dalam teori teks, setiap teks yang sudah ditulis dan diumumkan dianggap mempunyai semacam kemerdekaan tekstual atau otonomi semantik.
Otonomi semacam itu membebaskan teks tersebut dari tiga ketergantungan. Pertama, dia membebaskan teks dari ketergantungan kepada maksud pengarang. Maksud teks tidak lagi identik dengan maksud pengarang. Sebab maksud pengarang sangat tergantung dari situasi psikologis pengarang dan bersifat intensional, sedangkan maksud teks terbentuk berdasarkan hubungan kebahasaan (khususnya hubungan gramatikal) dan bersifat proposisional.

Selain itu, ide pengarang tentang teks yang sudah ditulis dapat berubah-ubah, namun maksud teks yang sudah dibakukan secara semantik melalui tulisan tidak berubah lagi, dan hanya dapat disingkapkan berbagai dimensinya dengan berbagai pendekatan. Scripta manent (tulisan tak akan berubah lagi), kata orang-orang Romawi dulu.

Ini tidak berarti, pengarang sendiri tidak lagi berhak menafsirkan dan menjelaskan teksnya. Hal itu boleh dilakukan, seperti yang dilakukan Afrizal Malna terhadap cerpennya Usaha Membuat Telinga yang dimuat dalam Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan: Cerpen Pilihan Kompas 1997. Namun demikian tafsiran pengarang, sama sekali bukan suatu otoritas yang harus dipegang atau diikuti, karena hanya menjadi salah satu tafsiran di antara tafsiran-tafsiran lain yang diberikan pembaca. Tentu tidak ada salahnya bahwa pengarang berusaha mempertanggungjawabkan teks cerpennya itu, tetapi pada dasarnya teks cerpen itu sendiri sanggup mempertanggungjawabkan dirinya sendiri: menarik atau tidak, bermakna atau tidak.

Kedua, sebuah teks juga membebaskan dirinya dari ketergantungan kepada kelompok sasaran, atau audiens yang semula dituju. Kumpulan surat-surat HB Jassin yang sekarang dibukukan, tadinya hanya ditujukan kepada orang-orang tertentu. Namun setelah diterbitkan sebagai buku, teks itu terbuka untuk pembacaan dan penafsiran umum, dan tidak lagi hanya menjadi hak dari orang yang tadinya dituju dan menjadi penerima surat-surat tersebut.

Ketiga, sebuah teks juga membebaskan dirinya dari konteks semula dimana teks itu diproduksi. Sebuah teks akan selalu sanggup mendekontekstualisasikan dirinya, dan merekontekstualisasikan dirinya kembali, karena kalau tidak demikian maka dengan konteks yang begitu berbeda kini, apa gunanya kita membaca Shakespeare, Plato atau Ronggowarsito? Untuk mengambil contoh, beberapa bahan cerpen Usaha Membuat Telinga diambil dari sajak-sajak seorang penyair Nigeria. Namun demikian, setelah bahan itu diolah oleh Afrizal menjadi sebuah cerpen, maka cerpen itu harus berbicara atas namanya sendiri, tidak mesti melarikan diri kepada sajak-sajak penyair Nigeria itu untuk berlindung atau menyelamatkan dirinya.

* * *

APA yang ditulis Afrizal Malna dalam artikel Vampir Kebudayaan dan Tabrakan Wacana (Kompas, Minggu, 3/8, 1997), adalah pembelaan pengarang terhadap cerpennya itu, yang menurut pendapat saya, tidak berhasil mengutarakan dalam komunikasi semantik makna tekstual yang hendak disampaikan. Afrizal menyebut pendekatan yang saya gunakan telah mengakibat suatu tabrakan wacana. Istilah “tabrakan wacana” membingungkan baik dalam konsep maupun dalam istilah. Istilah tabrakan menunjuk suatu kecelakaan yang tak disengaja. Padahal teori teks itu saya gunakan dengan kesadaran penuh. Tidak ada tabrakan di sana, karena yang ada hanyalah semacam kontes pemaknaan, suatu contest of meaning dan contest of interpretation.

Tidak ada juga klaim otoritas akademik seperti dicemaskan Afrizal, yang dikiranya dapat menggilas dan menimbulkan kecelakaan pada sebuah teks. Sebuah teks yang kuat akan menghadapi teori dengan tenang dan tak akan tergilas oleh teori itu. Hal itu hanya mungkin terjadi bila sebuah teori diterapkan secara sembrono atau semu.

Dalam pandangan saya, teori apa pun tidak dapat menyulap sebuah teks yang berhasil menjadi gagal, atau mengubah sebuah rombengan menjadi masterpiece. Karena teori pada dasarnya tidak membentuk teks, dia hanya mengartikulasikan secara diskursif, apa yang diungkapkan secara literer. Menerapkan teori pada teks kesusastraan hanya mengubah bentuk artikulasi makna, bukan menciptakan makna yang belum ada atau menghilangkan makna yang sudah ada, atau mendistorsikan makna itu.

Kalau pun ada yang perlu dipersoalkan, maka pertanyaannya adalah apakah pendekatan dengan teori tekstual Ricoer cukup relevan untuk meninjau dan memahami teks kesusasteraan umumnya, dan teks cerpen khususnya. Saya akan sangat berterimakasih bila Afrizal misalnya dapat menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan itu untuk cerpennya adalah suatu aplikasi teori terhadap persoalan yang sebetulnya tidak dapat didekati dengan teori tersebut (yaitu bahwa teori tidak sesuai dengan masalah), bagaikan kita menggunakan gergaji kayu untuk menggunting kain baju.

Suatu uraian seperti itu lebih bermanfaat dan lebih produktif, dan kita semua termasuk pembaca dan saya sendiri, dapat belajar sesuatu dari sana, daripada sekadar membuat sebuah generalisasi yang sulit dipertanggungjawabkan bahwa penggunaan sebuah teori teks akan berakibat “meletakkan peralatan teori sebagai otoritas ilmiah yang berada di atas karya sastra”. Ini suatu pernyataan yang hebat bunyinya tetapi akan limbung sekali kalau diusut secara metodologis.

* * *

SAYA mengalami dua kesulitan dalam menghadapi artikel Afrizal. Pertama, apakah dia masih mengajukan keberatan yang sama sekiranya teori Ricoeur kebetulan membenarkan cerpennya dan membuktikan bahwa cerpennya berhasil? Di sini ada dua hal yang dicampuradukkan: pembelaan terhadap cerpennya sendiri telah mengakibatkan penolakannya terhadap teori tekstual, yang kebetulan sekali ini tidak menunjang dan tidak menguntungkan cerpennya. Ini mengingatkan saya akan sikap terhadap penelitian. Kalau seorang ahli ilmu sosial ditugaskan menyelidiki stratifikasi sosial di Indonesia, kemudian dengan teori stratifikasi menemukan membesarnya kesenjangan sosial yang memang ada, maka teori itu kemudian kita tolak karena dianggap tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia.

Kedua, seandainya pun tanpa teori Ricoeur, saya tetap berpendapat, cerpen itu bukan sebuah cerpen yang baik. Memang harus dihargai usaha pengarang untuk memperkenalkan sesuatu yang tidak konvensional dalam penulisan cerpen. Tetapi baru dan lama dalam penulisan adalah kategori sejarah sastra, sedangkan berhasil dan tidaknya sebuah penulisan adalah kategori kritik sastra. Apalagi saya berpendapat, sebuah pembaruan baru diperhitungkan bila pembaruan itu pun berhasil dari segi literer. Sutardji berhasil sebagai pembaharu karena sajak-sajaknya merupakan sajak yang berhasil. Seandainya dia menghasilkan sajak-sajak kacangan dalam bentuk baru, dia tidak akan diperhitungkan sebagai pembaharu.

Teori dalam hal ini bukanlah penyebab saya menganggap sebuah cerpen berhasil atau tidak, tetapi lebih membantu mengartikulasikan pandangan dan penilaian saya, yang memang sudah ada, dengan atau tanpa teori. Kalau saya menyenangi sebuah cerpen atau sebuah sajak, saya akan berusaha menjelaskan kesenangan saya itu untuk diri saya sendiri. Demikian pula bila saya tidak menyukainya. Ini adalah hal yang biasa, supaya sebuah makna yang tertangkap secara implisit dapat dibuat eksplisit dan dengan demikian dapat dikomunikasikan.

* * *

TETAPI marilah kita kembali kepada cerpen Usaha Membuat Telinga. Apakah yang diceritakan di sana? Tidak lain dari pertemuan antara “saya” dan Ogaga, penyair asal Nigeria yang banyak menulis tentang telinga, dan hal itu dilakukan karena dia telah kehilangan kepercayaannya pada mulut yang dianggapnya “keranjang sampah buat kata-kata”. Ada sebuah ide yang sangat menjanjikan di sana. Tetapi ide itu kemudian ditinggalkan sama sekali, dan kita tak melihat lagi jejaknya dalam delapan kali pertemuan antara “saya” dan Ogaga. Tidak ada pengolahan literer dari ide itu, dan apa yang kemudian diceritakan adalah suasana pertemuan antara keduanya yang tidak ada sangkut-pautnya lagi dengan telinga dan mulut yang merupakan ide yang melahirkan cerpen tersebut.

Afrizal bertanya “apakah tidak ada makna referensial dari langit yang tidak lagi berbau darah, yang terdapat dalam telinga Ogaga?” Saya kira ada kekisruhan konseptual di sini. Langit yang referensial adalah langit dengan awan dan matahari atau langit berbintang. Langit dalam telinga Ogaga hanya mungkin merupakan langit tekstual. Tetapi apa hubungannya dengan ide bahwa dia lebih suka mendengar daripada berbicara? Di sinilah menurut saya, bahkan dalam sastra pun rupanya dibutuhkan semacam disiplin naratif.

Dalam pandangan saya, cerpen ini disiapkan dengan baik untuk sebuah makna tekstual yang kuat, karena berbagai referensi deskriptif memang disuspendir secara surealis. Tetapi yang terjadi adalah, lapangan sudah disediakan dengan cermat, tetapi permainannya gagal dipertunjukkan. Yang dilakukan dalam teks hanyalah bolak-balik menceritakan pertemuan antara “saya” dan Ogaga di sebuah kota pada suatu pagi, dalam sebuah bangunan di de Doelen, di depan gedung Schouwburg, di lobi hotel, di atas sebuah jam kota, di tepi kanal dekat stasiun kereta api, atau di sebuah ladang gandum. Ibarat bermain bola, Afrizal menggiring bolanya dengan asyik kian kemari sampai terengah-engah tetapi tanpa konsep penyerangan atau konsep bertahan yang bisa dibaca dan dinikmati penonton.

Bisa saja pengarangnya mengatakan bahwa dia memang hanya ingin memperlihatkan berbagai panorama dalam setiap pertemuan, tidak lebih tidak kurang. Tetapi apa hubungan panorama itu dengan ide telinga dan mulut? Pengarang memang mempunyai kebebasan penuh, tetapi saat dia bercerita, dia pun akan berhadapan dengan disiplin naratif, dengan literarische Notwendigkeit, dengan beberapa keharusan literer. Tanpa itu, cerpennya tidak akan make sense. Perasaan saya ketika membaca cerpen itu adalah bagaikan diajak untuk makan malam yang enak, dan kemudian hanya dibawa berputar ke segala gang di kota untuk akhirnya terdampar di sebuah tempat main gaple.

* * *

AFRIZAL juga bertanya apakah tidak sebaiknya sebuah teori digunakan dengan fleksibilitas. Menurut pendapat saya, pertanyaan itu tidak lagi menyangkut kritik sastra, tetapi menyangkut epistemologi teori ilmu pengetahuan. Apakah sebuah teori harus digunakan secara fleksibel atau secara ketat?

Menurut hemat saya, sebuah teori hanya dapat diterapkan secara ketat (secara rigorous), supaya dengan itu dapat diuji kemudian semua konsekuensi teori tersebut dalam penerapannya. Karena sahnya sebuah teori tergantung dari apakah konsekuensi yang ditarik menimbulkan kontradiksi atau tidak, atau sesuai dengan kenyataan atau tidak. Dalam hal pertama terjadi kontradiksi logis. Dalam hal kedua, terjadi kontradiksi literer dalam sebuah karya sastra, dan kontradiksi empiris dalam sebuah karya ilmu sosial misalnya.

Penerapan sebuah teori secara fleksibel akan membawa orang kepada eklektisisme, yang dalam banyak hal dapat membawa kita lebih lanjut kepada oportunisme epistemologis. Akibatnya, kalau penerapan teori itu menguntungkan maksud kita, teori tersebut diterapkan, tetapi kalau merugikan (misalnya kalau dengan penerapan teori sense and reference sebuah cerpen akan kelihatan jeleknya), maka teori tersebut tidak lagi diterapkan atau bahkan dihindari.

Sebuah teori adalah suatu kerangka berpikir. Kalau kita tidak setia kepada kerangka itu, pikiran kita sendiri akan menjadi kacau, sulit didisiplinkan dan tak tentu arahnya. Sebagai contoh, Afrizal mengutip teori arsitektur Blondel untuk membuktikan bahwa kritik saya “bukanlah kerja penafsiran yang sah”. Tetapi apa kata Blondel sebenarnya? Bahwa ada ruang interior ada pula ruang eksterior. Distingsi ini justru mempunyai korespondensi tinggi dengan pengertian sense sebagai makna yang diproduksi oleh hubungan-hubungan dalam teks (ruang interior ala Blondel) dan reference sebagai makna yang diproduksi oleh hubungan antara teks dan dunia luar-teks (ruang eksterior dalam pengertian Blondel). Jadi Afrizal mengritik (tanpa disadari) apa yang sebetulnya dibenarkannya, dan hal ini terjadi karena tidak jelas kerangka-berpikirnya.

Yang diharapkan bukanlah penggunaan teori secara fleksibel, tetapi penggunaan sebanyak mungkin jenis pendekatan teoretis, untuk melihat berhasil tidaknya usaha pemaknaan sebuah teks berdasarkan pendekatan-pendekatan itu. Hanya pada tingkat itulah dapat dibenarkan harapan Afrizal tentang kesejajaran antar-wacana.

Kesejajaran itu bukan berarti tidak-sentuh-menyentuhnya suatu pendekatan dengan pendekatan lain. Kesejajaran itu berarti, setiap jenis wacana punya hak hidup, tetapi hak hidup itu harus dibela dan dipertahankan oleh kekuatan wacana itu sendiri, bukan dengan memaki-maki wacana lainnya. Pada tingkat itulah dibutuhkan kontes pemaknaan, sedangkan “tabrakan wacana” tidak akan terjadi karena setiap wacana merupakan suatu sistem tertutup yang tidak memungkinkan unsur wacana lainnya dapat menerobos masuk, tanpa menjadi elemen asing di dalamnya. Sebagai contoh, atau kita memilih melakukan pendekatan strukturalisme ahistoris atau strukturalisme historis. Bila seorang memahami struktur ahistoris dalam makna strukturalisme historis, maka hal itu bukannya tabrakan wacana tetapi salah pengertian atau ketidaktahuan. Sedangkan kedua pendekatan itu sama sahnya untuk dipakai juga untuk mendekati sebuah karya sastra.

Prinsip itu berlaku untuk sebuah teori yang baru lahir minggu lalu, atau sebuah teori yang berasal dari 2000 tahun lampau.

*) Ignas Kleden, sosiolog, tinggal di Jakarta. Sumber: Senin, 30 Juli 2001

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt