Jumat, Oktober 20, 2017

Upacara Bersih Desa

Tulus S *

Adat adalah salah satu unsur kebudayaan yang terdapat di dalam tiap-tiap masyarakat. Menurut Ki Hadjar Dewantara, adat tidak lain merupakan sifat kepatuhan, laras atau harmoni, yang terdapat dalam hubungannya laku, keadaan, atau benda yang satu dengan yang lain. Karena kepatuhan itu, maka dengan sendiri perhubungan atau pertimbangan antara yang satu dengan yang lain selalu tampak sebagai keindahan, yang kemudian menimbulkan rasa senang.
Adat dapat diartikan pula sebagai cara kehidupan manusia, yang timbulnya seringkali tidak sengaja, akan tetapi selalu berada sebagai buahnya perlawanan atau hidup bersamanya satu manusia dengan manusia lainnya dalam masyarakat dengan segala kodrat alamnya. Adat dan tradisi lahir sebagai jawaban atas tantangan alam dan kebutuhan manusia dengan tingkatan yang paling rendah dalam tingkatan kebudayaan, karena berdasarkan naluri, spekulasi, mitos, dan kadang-kadang refleksi sikap fatalis. 

Adat dan tradisi akan gampang terkikis ketika kalah berargumentasi dengan nila-nilai agama, atau nilai-nilai baru yang lebih rasional. Namun sebuah adat dan tradisi akan bertahan lama manakala bisa berkompromi dengan nilai-nilai agama dan nalar modern. Adat dan triadisi ada yang layak dipertahankan, namun ada yang memang layak untuk dilupakan. Dinamika dan modernisasi masyarakat akan menyeleksi secara alamiah atas keberadaan adat dan tradisi. (Supeno;2014;4).

Banyak upaya yang dilakukan oleh masyarakat Jawa umtuk menjangkau realitas dirinya. Tidak hanya sekedar memahami tentang keberadaan bentuk fisik saja melainkan juga menjangkau dan memahami pada dunia maya (dalam arti di luar sesuatu yang terlihat seperti mistis). Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukanlah sebuah upacara-upacara yang bersifat spiritual magis. 
Pada masyarakat Jawa banyak terjadi sebuah tradisi-tradisi daerah yang antara satu dan lainnya bisa berbeda. Salah satunya adalah upacara bersih desa. Upacara semacam sedekah itu ada yang menyebutnya memetri desa, nyadran. Pada dasarnya upacara tersebut adalah merupakan sebuah cara untuk mencapai sebuah keselamatan hidup. Masyarakat Jawa percaya dengan mengadakan bersih desa maka akan membersihkan segala hal yang buruk. Upacara bersih desa juga diadakan syukuran dengan cara selamatan dan menampilan sebuah hiburan.
Bersih desa sebagai tradisi budaya juga memuat seni spiritual. Seni spiritual ini, perlu dilihat lebih jauh dari aspek etnografi agar jelas makna dan fungsinya.  Jadi, mencermati seni dari sisi budaya bukanlah seni sebagai seni, melainkan seni dalam konteks. (Simatupang 2005; dalam Suwardi;2006;39).  Pendapat ini memberikan gambaran bahwa di balik fenomena tradisi dan seni, memuat konteks etnografi yang menarik diperbincangkan.  Hal yang menarik dari fenomena tradisi bersih desa, dapat terkait dengan berbagai hal, antara tempat, waktu, dan pelaku dalam rangkaian sebuah prosesi seni budaya. Atas dasar ini dapat dikatakan bahwa dalam seni ada spiritualitas dan dalam tradisi ada seni.
Menurut Slamet Muljana (2007;100)  nyadran atau sadranan berasal dari bahasa Jawi Kawi craddha (srada) yang kemudian mengalami perubahan menjadi bahasa Jawa modern nyadran (yang benar seharusnya nyradan). Sebagaimana dikemukakan dalam berita karya Kanakamuni yang telah dikenal dengan nama samaran (peparab) Mpu Prapanca, Nagara Kertagama pupuh 63-67, upacara srada pernah diadakan oleh Prabu Hayam wuruk, untuk memperingati wafatnya Rajapatni. Upacara ini dilaksanakan pada bulan Badra tahun Jawa 1284 atau 1362 M. Berita upacara srada ini juga dikemukakan dalam Pararaton, walaupun hanya disinggung dalam satu baris. Negarakertagama sendiri dibuat pada tahun Saka 1281 atau 1359 M. 
Memang dalam sejarah Majapahit atau Jawa kuno, upacara srada hanya diberitakan satu kali, pada masa Prabu Hayam Wuruk tersebut. Namun sebagaimana biasa, berita-berita kuno pada umumnya memang hanya memberitakan orang-orang besar. Ternyata Prabu Hayam Wuruk melaksanakan upacara srada (peringatan kematian) sesuai dengan tradisi Jawa yang saat itu umum berlaku. Jarangnya peringatan srada ini dapat dimaklumi, karena dalam tradisi  Jawa asli, peringatan kematian yang disebut srada hanya dilaksanakan satu kali untuk satu orang, setelah kematiannya mencapai 12 tahun perhitungan Jawa (sekitar 11,5 tahun Masehi) (Sunyoto, 2004;86). 

Maksud upacara srada adalah meruwat arwah agar sempurna menghadap Tuhan. Rajaptni yang kematiannya diperingati Hayam Wuruk adalah Putri Gayatri ( putri bungsu Raja Kertarajasa Jayawardhana) yang pada masa tuanya menjadi wikun/bhiksuni, dan mangkat pada tahun 1350 M ( Nagarakretagama pupuh 2/1), dimakamkan di Kamal Pandak dengan candi makam di Bayalangu dengan nama candi Prajnyaparamita Puri (Nagarakretagama pupuh 69/1). Upacara sradanya dilaksanakan tahun 1362, yang memang dimaksudkan sebagai peringatan dua belas tahun sesudah Rajapatni mangkat. 
Upacara srada dilaksanakan selama tujuh hari secara berturut-turut, yang sebelumnya juga makan waktu berhari-hari untuk persiapan. Seluruh istana dicat ulang dan diberi berbagai hiasan yang serba indah. Upacara dihadiri oleh segenap pejabat tinggi kerajaan, yang masing-masing membawa persembahan sesuai dengan kemampuan dan jabatannya. Upacara dipimpin oleh seorang pendeta Stapaka dan dibantu empu dari Paruh. Semua pendeta berdiri dalam lingkaran untuk menyaksikan pemujaan Tuhan baginda, yang meliputi Mudra, mantra dan japa. Disusul dengan doa pemanggilan roh Rajapatni dari Budaloka (surga nirwana) yang ditampung dalam arca bunga. (Sholikin,2010;254).
Dijelaskan pula bahwa arca yang sudah didiami oleh roh tersebut dibawa ke tanah  lapang, diletakkan dalam singgasana setinggi orang berdiri dengan iringan tambur dan genderang. Kemudian dilakukan pemujaan oleh semua yang hadir bergiliran dari yang memiliki jabatan tertinggi sampai yang paling rendah. Setelah pemujaan baru diikuti dengan pemberian persembahan, baik dalam bentuk uang, makanan, harta kekayaan, perhiasan,dan sebagainya.

Acara makan bersama disertai dengan taburan uang dan pembagian pakaian serta makanan untuk empat kasta secara merata. Namun hampir setiap hari , yang paling mendapat perhatian besar selama pesta adalah pemberian derma dan sedekah kepada masyarakat yang sangat memerlukan bantuan. Pada hari kedelapan, arca diturunkan dari singgasana pemujaan, dan diyakini bahwa ruh Rajapatni sudah kembali ke Budhaloka. Semua sajian habis dibagi kepada semua yang hadir. Setelah upacara srada selesai, maka kemudian diadakan perbaikan makam Rajapatni di Kamal Pandak. 
Memetri dari kata metri; petri yang artinya menjaga; merawat ;menghormati. Memetri desa yaitu ikut menjaga serta merawat desa agar keamanan, kesejahteraan, kedamaian bisa diperoleh bersama. Selain itu juga untuk menghormati para leluhur, sing mbaureksa, cikal bakal desa, pedhanyangan dengan cara mendoakan agar selalu diberi keselamatan. Menurut Suwardi (2006;48) bahwa merti desa  diartikan memelihara desa secara batiniah dan lahiriah. 

Secara batiniah, orang desa menjalankan ritual mistik, baik berupa slametan maupun pertunjukan spiritual. Secara lahiriah mereka juga membersihkan keramatan (kuburan) dan tempat-tempat khusus yang dianggap sakral. Tempat-tempat tersebut dianggap sebagai warisan leluhur yang harus dilestarikan. Tempat yang sakral itu dianggap memiliki tuah dan daya tertentu, karenanya harus diberi sesaji pada saat bersih desa. Tradisi semacam ini boleh dikatakan sebagai wujud pengorbanan anank cucu kepada para leluhur yang telah sumare (meninggal).
Upacara bersih desa merupakan sebuah tradisi yang di dalamnya memuat budaya spiritual. Dalam konteks ini nilai-nilai religius, spiritual, seni bisa membaur menjadi sebuah alkuturasi kebudayaan. Waktu penyelenggaraan upacara bersih desa pun bisa berbeda-beda termasuk tata cara pelaksanaannya. Slametan bersih desa berhubungan dengan pengkudusan hubungan dalam ruang, dengan merayakan dan memberikan batas-batas kepada salah satu unit teritorial dasar dari struktur sosial orang Jawa. Apa yang ingin dibersihkan dari desa itu tentu saja adalah makhluk-makhluk halus yang dianggap berbahaya. Oleh sebab itu dilaksanakannya slametan, di mana hidangan/sesaji dipersembahkan kepada danyang desa yang bersemayam di punden. 
Di Desa Banjarsari Kecamatan Madiun Kabupaten Madiun upacara bersih desa pada umumnya atau kebiasaanya dilaksanakan pada hari Jum,at Legi bulan Agustus (walau saat ini bulan itu bisa berganti di bulan lain). Tata lakasana upacara bersih desa dengan cara selamatan di makam leluhur dan punden serta menampilkan seni langen tayub. Berbeda dengan di desa sebelah (Sumberrejo) upacara bersih desa dilaksanakan pada bulan-bulan tertentu yang dianggap baik namun tidak meninggalkan hari pasaran Wage (hari pasaran dalam kalender Jawa) serta menampilkan pagelaran wayang kulit di punden. Namun sayang saat ini upacara seperti itu sepertinya sudah tidak bisa disaksikan di desa sebelah. 

Perbedaan tata laksana upacara bersih desa menurut kepercayaan masyarakat dikarenakan kelangenan (kesenangan, kesukaan) danyange desa (zat gaib yang dianggap sebagai penunggu, pengayom desa). Menurut James (1980;132) perbedaan aktivitas budaya semacam ini justru menarik dari sisi antropologi. Lebih jauh Turner dan Schehner (Murgiyanto;18998;11) menjelaskan agar ditekankan antropologi pertunjukan pada “proses” atau “bagaimana” pertunjukan mewujud dalam ruang, waktu, konteks sosial dan budaya masyarakat pendukungnya. 

Pendapat ini menekankan agar kajian buadaya , seni, dan ritual mampu mengaitkan dengan pemilik budaya itu. Perbedaan dan kesamaan proses merupakan aspek penting bagi pemahaman makna dan fungsi seni spiritual. Hal ini dapat dipahami bahwa satu-satunya kesamaan dalam bersih desa adalah waktu pelaksanaanya yaitu satu tahun sekali, biasanya sesudah musim panen padi. (Suwardi;2006;39).
Waktu dan tempat penyelenggaraan bersih desa akan menjadi sebuah pertimbangan tersendiri. Aspek kesakralan baik hari maupun tempat menjadi pertimbangan yang penting, karena hari dan tempat akan menentukan keberhasilan selamatan. Apalagi dalam konteks bersih desa itu masyarakat hendak memanjatkan doa dalam suasana keheningan, sehingga hari dan waktu selalu diarahkan untuk menemukan kesucian. 

Hal senada dengan pemikiran Eliade (Baal, 1988;196) bahwa religi seseorang (primitif) selalu menuju ke arah hierophanie, dari kata heiros (suci) dan phanein (menunjukan). Jadi hierophanie merupakan sasaran penting dalam masyarakat Jawa dalam menjalankan bersih desa agar mendapatkan kesucian. Kesucian berarti keabadian yang merupakan tanda-tanda akan datangnya keselamatan hidup. 
Tujuan utama dari proses heirophanie bersih desa tidak sekedar formalitas ritual tahunan. Tradisi ini memiliki bobot spiritual yang luar biasa. Paling tidak , melalui ritual tersebut bersih desa menjadi sebuah wahana antara lain (1) menyatakan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas ketentraman penduduk dan desa, hasil panennya yang memuaskan, (2) memberi penghormatan kepada para leluhur dan cikal bakal desa yang telah berjasa merintis pembukaan desa setempat, (3) mengharapkan pengayoman (nyuwun wilujeng) dari Tuhan Yang Maha Esa dan Rasulallah, agar panen mendatang lebih meningkat dan hidup masyarakat lebih sejahtera. (Endraswara, 2006;41).
Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran terdahulu dari nenek moyang mereka. Ajaran-ajaran ini akan terus diamalkan dan dipelihara secara turun temurun, sekalipun masyarakat jawa kini sudah menganut suatu agama atau kepercayaaan, terhadap roh,wali keramat maupun benda-benda masih tetap mengakar dalam kebudayaan Jawa. 

Pada masyarakat Jawa sering dijumpai  adanya ritual atau pemujaan kepada roh leluhur atau tokoh-tokoh mistis. Pemujaan mereka lakukan kepada Dewi Sri dalam acara methil (panen padi) atau bersih desa (meluhurkan para leluhur, yang mbaureksa atau pedanyangan), kepada Kanjeng Ratu Kidul (hal ini masih dilakukan oleh Karaton Yogjakarta tiap tahun) juga kepada Kyai Semar yang dianggap Dahyangnya orang Jawa. Dalam bukunya (Suwardi;2012;57) dikatakan bahwa harus ada pembedaan dari kepercayaan dan praktek berkenaan dengan leluhur, yang oleh beberapa orang sering dicampuradukkan. Pemuliaan leluhur dapat dirumuskan sebagai suatu kumpulan sikap, kepercayaan dalam suatu komunitas. 

Bentuk pemujaan tersebut mengandaikan bahwa leluhur yang telah meninggal sebenarnya masih hidup dalam wujud yang efektif dan bisa campur tangan dalam kehidupan manusia, oleh karenanya harus ditenangkan, atau bahwa kegiatan manusia sendiri dapat mengembangkan kesejahteraan leluhur yang telah meninggal dalam kehidupan berikutnya. Dengan membedakan penghormatan kepada leluhur dari pemujaan kepada leluhur, dengan anggapan seolah mereka adalah dewa-dewa, kita membatasi pemakaian istilah pemujaan terhadap leluhur hanya dalam arti kedua. 

Dijelaskan lebih lanjut bahwa pemuliaan leluhur adalah penamaan leluhur baik secara langsung maupun tidak langsung. Suatu fenomena seperti pemujaan leluhur ini menurut definisi berkenaan dengan sikap masyarakat individual dan menurut pertimbangan sikap dan harapan budaya masyarakat yang khusus ini. Leluhur di Jawa dianggap memiliki karomah, kekuatan luar biasa. Leluhur seperti Semar, Syeh Siti Jenar, Prabu Brawijaya, para wali, para Raja-Raja Jawa dan lain-lain mereka perlakukan dengan khusus. Selain makam-makam atau petilasan mereka diabadikan sebagai tempat ziarah , tirakat atau ngalap berkah.

Ngalap berkah adalah pemujaan leluhur, agar menemukan kebahagiaan atau tujuan tertentu. Pemujaan leluhur menunjukkan sebuah laku bekti atau rasa hormat karena para leluhur dianggap sebagai orang yang telah berjasa dan mempunyai wibawa atau karomah tertentu. Leluhur adalah orang yang harus dihormati secara batin. Masyarakat Jawa amat  menghargai para leluhur, apalagi seorang cikal bakal suatu desa, penemu ajaran tertentu, sesepuh kharismatik. Dengan meyakini pada leluhur, terutama yang telah sumare (meninggal) menandai orang Jawa selalu bersikap mikul dhuwur mendhem jero. 
***
______________
*) Tulus S atau Tulus Setiyadi, S.T.P. adalah alumni Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Kegemarannya mempelajari budaya dan sastra ditekuni sudah sejak lama. Banyak bergabung dibeberapa sanggar kebudayaan, kesenian dan kesusastraan. Sering mengisi acara sastra ataupun budaya, baik di televisi, radio, paguyuban/sanggar, perguruan Budaya Jawa di Hotel Lorin Solo, kongres Bahasa Jawa di Hotel Marriot Surabaya dan Hotel Garuda Jogjakarta, serta seminar ataupun sarasehan. Pernah menjadi pembicara dalam Kongres Bahasa. Karya-karyanya dalam bentuk buku sudah puluhan judul dan beredar di masyarakat, baik di Indonesia maupun luar negeri. Juga belasan karya antologi bersama. Paguyuban/sanggar yang diikutinya antara lain; Pesaudaraan Masyarakat Budaya Nasional Indonesia (Permadani), Paguyuban Retna Dumilah (bidang kebudayaan), Paguyuban Pamarsudi Kasusastran Jawi Sedyatama, Sanggar Sastra Triwidha, Sembilan Mutiara (buku dan kesusastraan), Majelis Sastra Madiun, dll. Adapun buku-buku karyanya sebagai berikut; Bangsa Pemuja Iblis (antologi puisi), Surat Kerinduan, (antologi puisi), Sangkrah (antologi geguritan lan cerkak), Sang Guru (antologi cerkak), Kidung sukma Asmara (antologi geguritan), Daya Katresnan (antologi geguritan), Kawruh Urip Luhur Ngabekti (antologi geguritan), Serat Cipta Rasa (antologi geguritan mawa aksara Jawa). Narakisma mbedhah jagade kasusastran (antologi geguritan). Dongeng Kancil Kanggo Bocah (dongeng), Puspa Tunjung Taruna (esai), Pendekatan Nilai-Nilai Filosofi Dalam Karya Sastra Jawa (esai), Kembar Mayang (esai), Nilai-Nilai Luhur Budaya Jawa- Sumber Kearifan Lokal (esai), Ki ageng Sela Dan Ajarannya; Pendidikan Nilai Moral Dan Pembentukan Karakter (esai); Semar; Sebuah simbolisasi, Filosofi Dan Mistik Kejawen (esai). Makna Simbol Selamatan Kematian pada masyarakat Jawa (esai). Menelusuri Jejak Tradisi Membangun Jatidiri (esai). Uran-uran katresnan (novel). Keladuk Manis ing Salumahe Sambilata (novel). Juminem…dodolan tempe? (novel). Udan ing wanci ketiga (novel). Ledhek saka Ereng-erenge Gunung Wilis (novel), Gogroke Reroncen Kembang Garing (novel), Rumpile Jurang Katresnan (novel). Klelep ing Samodra Rasa (novel). Langit Mendhung Sajroning Pangangen (novel). Bersama Pak Tulus Ayo Belajar (motivasi). Aris (kumpulan cerkak). Sedangkan antologi bersama lainnya, seperti dibawah ini’; Antologi bersama; antologi Mangkubumen Sembilan Enam, Bulan Tuhan, Pelacur, Epifani Serpihan Duka Bangsa, Kemilau Mutiara Januari, Merangkai Damai, Pengembaraan Burung, Bunga Putra Bangsa, Indonesia di Titik 13 dll. Juga antologi cerkak mengeti HUT ke-35 Sanggar Triwida “Ngrembuyung”. Antologi cerpen “Negeri Kertas”. Antologi Geguritan Dinas kebudayaan Prov,DIY, Antologi geguritan “Sakwise Ismet lan Suparta Brata” Balai Bahasa Jatim, Antologi geguritan “Gebyar Kasusastran” Balai Bahasa Jatim. Antologi geguritan “Sor bumi sor kukusan.”

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt