Sudirman
Hasan
http://pwnujatim.or.id
KH
Abdul Aziz Masyhuri adalah Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aziziyah, yang
berlokasi di Denanyar Jombang. Saya termasuk beruntung pernah menjadi santri
beliau saat sekolah di bangku aliyah. Beliau adalah pemrakarsa sekaligus
pengasuh Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus yang dulu dikenal sebagai MANPK.
Murid-murid MANPK adalah anak-anak lulusan Madrasah Tsanawiyah yang memiliki
prestasi akademik tinggi dan lulus seleksi.
Waktu
saya dulu, MANPK di Jawa Timur hanya ada dua, yakni MANPK Denanyar dan MANPK
Jember. Alhamdulillah, saya termasuk beruntung bisa bergabung dengan anak-anak
hebat di MANPK Denanyar. Berkaitan dengan Kiai Aziz, demikian
sapaan beliau, saya telah belajar banyak ilmu. Di antaranya adalah ilmu ushul
fiqh, ilmu fiqh, hingga ilmu tarikh. Beliau banyak melahirkan buku, mulai dari
buku karya sendiri, hingga buku khulashah (ringkasan) dan buku terjemahan.
Puluhan buku sudah beliau terbitkan. Dalam rangka Muktamar ke-33 NU 2015,
beliau menyiapkan dua buku baru yang dilaunching.
Selama
lebaran 2015 ini, saya menyempatkan berkunjung ke rumah beliau. Kiai Aziz
begitu senang ketika saya datang. Apalagi saya, kangen dan kagum saya kepada
beliau terpenuhi sudah. Saya memang termasuk pengagum beliau karena sejak dulu
hingga sekarang, beliau tidak segan-segan mengembangkan ilmu dan menuangkannya
dalam berbagai media. Meskipun saat ini usia beliau sudah cukup banyak, namun
semangat berburu informasi dan berbagi ilmu masih kuat. Seperti usaha beliau
untuk mencari informasi terbaru tentang sosok tokoh yang beliau tulis, beliau
harus datang ke kediaman sang tokoh, atau menemui ahwa warisnya jika tokoh itu
sudah tiada. Atau, seperti saat ini beliau sedang gencar mengumpulkan berbagai
buku tentang Syiah sebagai bahan awal penulisan Syiah modern yang akan beliau
tulis. Luar biasa bukan?
Usaha
beliau layaknya seorang doktor atau profesor yang akan menulis karya ilmiahnya.
Saya sempat bertanya motivasi di balik kegigihan beliau berkarya. Jawabannya
ternyata singkat: hanya ingin punya “peninggalan”. Apa maksudnya? Beliau
kemudian mengulas beberapa kiai besar yang sangat tersohor dalam pidatonya.
Sang kiai berdakwah di mana-mana dan sangat disukai jamaah. Namun, tatkala sang
kiai wafat, hilang pula reputasi dan ketenarannya. Ia bahkan tidak dikenal oleh
generasi-generasi berikutnya. Oleh sebab itu, agar bisa lebih lama bermanfaat,
menulis adalah salah satu cara termanjur yang sudah terbukti kebenarannya untuk
membuat seseorang tetap dikenang meskipun jasadnya sudah dimakamkan. Buku akan
tetap bisa dinikmati siapa saja meskipun sang penulis tidak dapat ditemui lagi.
Jadi, ayo menulis.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar