Selasa, Oktober 21, 2014

Catatan Sementara untuk Selamanya: Sebuah Hakikat Hidup yang Fana

Imammuddin SA

“Seperti gerimis membasah kering tanah setelah bersetubuh dengan kemarau laga”. Itulah yang pas kiranya untuk menyambut hadirnya kumpulan puisi “Persinggahan Bayang-Bayang” karya Bambang Kempling. Setelah sekian lama kancah persajakan di belantara kesusastraan Lamongan sempat mengering, kini semua itu telah terhapus sudah dengan kehadiran “Persinggahan Bayang-Bayang”. Keberadaannya sebagai pengobat rindu yang mengendap-mengeram di dada para pecinta sastra khususnya puisi.

Bambang Kempling tergolong sebagai salah satu dari sekian banyak sastrawan senior Lamongan yang sangat produktif, di samping ada Herry Lamongan, Pringgo HR, Nurel Javissyarqi, Javed Paul Syata, A. Syauqi Sumbawi, dll. Keproduktifannya terlihat setelah sempat menerbitkan antologi puisi tunggalnya yang pertama “Kata Sebuah Sajak”, kini ia berhasil menerbitkan antologi tunggal yang kedua. Meski di usia yang terbilang tidak muda lagi, ia masih getol dan intens dalam menggurat sajak. Semangat bersastra yang membara seperti inilah yang seharusnya diteladani oleh sastrawan muda Indonesia saat ini, termasuk saya pribadi. Jujur saja, saya iri dan kagum dengannya.

Saya tidak banyak cuap-cuap. Langsung saja pada “Persinggahan Bayang-Bayang”. Berangkat dari covernya, saya teringat dengan mitos “Dewi Sri dan Dewa Sadana”. Sebenarnya cerita ini cukup banyak versi. Mereka berdua pada dasarnya adalah bersaudara. Karena suatu hal, oleh ayahnya, Raja Medang Kamulan, mereka berdua dikutuk. Dewi Sri dikutuk menjadi ular sawah sedangkan Sadana dikutuk menjadi burung sriti.

Karena kesabaran dan budi baiknya saat dalam masa kutukan, dewa yang ada di kahyangan memiliki rasa simpati yang lebih sehingga mereka berdua akhirnya diangkat menjadi seorang dewa dan dewi. Mereka berhak mendiyami kahyangan dan kedudukannya sederajat dengan dewa-dewa yang lain. Begitu juga dengan wujudnya, mereka berdua terbebas dari kutukan dan berwujud seperti semula, yaitu manusia.

Melihat sikap mereka berdua yang sangat baik terhadap sesama, sang penghulu dewa memberikan tugas yang sangat berat dan mulia. Dewi Sri dan Dewa Sadana ditugaskan untuk memberikan kesejahteraan bagi manusia di bumi melalui pangan. Mereka diturunkan di bumi secara terpisah. Dewi Sri diturunkan di darat sebagai Dewi Kesuburan tanah (di jawa simbolnya padi). Dewa Sadana diturunkan di laut dalam bentuk ikan. Dewa berkata bahwa mereka berdua yang bersaudara itu akan bisa bertemu dan bersatu di “sepanjang” (sebuah tempat makan yang panjang dan agung).

Berangkat dari mitos itulah saya mungupas kulit luar “Persinggahan Bayang-Bayang”. Buku kumpulan puisi ini merupakan buku yang sarat dengan nilai-nilai kemuliaan hidup yang tidak akan ada habisnya sebagaimana keberadaan ikan-ikan. Meskipun setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun diambil oleh manusia, ikan-ikan itu tidak akan ada habisnya. Ia akan selalu ada untuk memenuhi kebutuhan dan kemuliaan manusia.

Tengok saja sajak yang berjudul “Persinggahan Bayang-Bayang”. Puisi mencakup etape yang pertama yaitu mencari hakikat dan eksistensi diri sendiri. Kata “bayang-bayang” pada judul tersebut bermuara pada jati diri manusia. Keberadaan manusia di bumi ini ibarat sebuah bayang-bayang. Keberadaannya hanyalah bersifat semu.

Saya juga teringat dengan falsafah Jawa yang berbunyi “urip iku bebasan mampir ngombe”. Hidup di dunia itu diibaratkan hanya sebatas singgah untuk minum. Orang yang “singgah” itu pastilah tidak akan lama bahkan tidak mungkin akan menetap untuk selama-lamanya. Ia pasti akan pergi lagi untuk melanjutkan perjalanan.

Tujuan persinggahan di dunia tidak laian hanya untuk sekedar mencicipi kenikmatan dunia yang sedikit dan sementara. Kenikmatan itu hendaknya dirasakan secukupnya saja biar tidak membawa dampak negatif bagi diri sendiri. Kenikmatan yang sementara itu tidak perlu kita genggam erat karena itu hanya sebatas lewatan belaka.

Bagi Bambang Kempling, dunia ini tampak seperti koridor. Yaitu sebuah lorong kecil memanjang yang menghubungkan daerah terkurung. Kata “lorong kecil” merupakan suatu yang bersifat terbatas. Hal ini diperkuat kembali dengan kata “terkurung” yang berkonotasi pada ketidaksanggupan dalam melakukan sesuatu yang lebih bebas.

Kata ganti yang digunakan penyair dalam sajak ini adalah “mu”. Ini bisa merujuk pada pembaca yang diajak ngomong atau bahkan justru dia yang berdialog dengan diri sendiri. Ketika menyadari hal demikian, maka penyair berharap pada “mu” agar ada satu perenungan tentang persinggahannya yang sejenak ini. Yaitu tentang tujuan akhir perjalanan hidup dan kehidupannya sendiri.

“sebuah koridor // memanjang di lubuk malam // membawamu terdiam // berhitung dalam detik hentinya // :sendiri” (Persinggahan Bayang-Bayang, bait 1, hal: 29)

Patut dijadikan catatan bahwa setiap manusia adalah pemimpin yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban untuk diri sendiri. Dalam persinggahan hidup yang sejenak ini, apakah ia mampu memimpin diri sendiri atau justru malah menjerumuskannya dalam kehidupan yang kelam?

Dalam perjalanan tersebut, penyair menjelaskan bahwa kehidup sehari-hari yang “mu” lalui membuatnya enggan menunggu untuk sampai di muara waktu. “Mu” tidak mau menunggu akhir hayatnya dalam keadaan yang kelam sebab pengaruh perhiasan keduniawian serta hubungan horisontal sesama manusia. Di batas muara perjalanan, dua hal itu akan memberikan kesaksian yang sesungguhnya atas keragu-raguan yang selama ini mengendap dalam diri “mu”. Kesaksian itu berupa hakikat segala sesuatu yang ada dalam persinggahan sementara ini adalah semu, ada batasnya, dan pasti berakhir.

“hari-hari yang tergambar // menyajikan keengganan untuk menunggu // malam di persinggahan // antara pilar-pilar // cengkrama bayang-bayang // memberi kesaksian abadi atas sangsi” (Persinggahan Bayang-Bayang, bait 2, hal: 29)

Hal itupun terjawab sudah bahwa persinggahan ini pun telah berakhir. Segala sesuatu yang ada dalam kefanaan ini pasti pergi, berpisah, dan lepas seperti angin. Yang ada hanya berkas jejak yang ditinggalkannya, namun wujudnya hampa. Dan saat itu, dalam koridor fana ini, para penghuninya riuh, tak mampu menciptakan keheningan jiwa. Padahal, yang telah tiada dan berakhir telah berada dalam hening waktu.

“kini, pesta telah usai // lepas bagaikan seketsa angin // dan sebuah koridor itu // tak mampu mengisahkan keheningan” (Persinggahan Bayang-Bayang, bait 3, hal: 29).

Menyoal masalah jiwa yang hening, terdapat dua hal yang berbanding terbalik dalam realitas kehidupan. Ini terlukis dalam fenomena kelahiran dan kematian. Dalam kelahiran, semua orang menyambutnya dengan suka cita, sedangkan bayi yang lahir menangis dengan kencangnya. Sebaliknya, ketika seseorang meninggal dunia, orang-orang yang ada di sekeliling pasti menitikkan air mata, sedangkan yang meninggal khusyuk dalam keheningan.

Dalam tasawuf, bayi menangis saat terlahir ke dunia itu merupakan suatu isyarat atas adanya permasalahan yang berhubungan dengan tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi. Tangisan itu merupakan wujud dari ketakutan-ketakutan. Ketakutan yang dialami berorientasi pada dua hal. Pertama, jiwa/roh merasa jauh dengan Tuhan karena terpisah oleh dinding-dinding kemanusiaan. Kedua, takut apabila tidak sanggup mengemban amanat dari Tuhan sebagai khalifah yang membawa rahmatan lil’alamin.

Sedangkan seseorang yang meninggal itu terlihat tenang sebab roh telah keluar dari belenggu dinding-dinding kemanusiaan dan keduniawian. Roh merasa tenang sebab merasa dekat kembali dengan Tuhan. Namun masalah roh bisa kembali dekat dengan Tuhan itu tergantung amaliah selama berada di persinggahan jasadi dan duniawi. Apabila semasa dalam alam kebendaan ini roh bisa mengendalikan sifat kemanusiaan dengan ketenangan dan keheningan, maka ia akan dengan mudah kembali di sisi Tuhan. “Wahai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kamu di sisi Tuhanmu dengan ridlo yang saling meridloi”.

Inilah kekuatan sajak Bambang Kempling, semakin digali lebih dalam, nilai kemuliaan akan semakin bermekaran. Inilah yang harus dimakan dan ditelan sebagai nutrisi hidup dan kehidupan agar kita tak salah melangkah. Intip saja lagi dari sajak yang berjudul “Kelopak Kembang Pilar Dekat Rumah”. Sajak ini tampaknya berbicara masalah keyakinan dan keimanan. Meskipun pada dasarnya judul sajak ini bisa jadi diambil saat penyair melihat sebuah tanaman hias (bunga) yang dijadikan pilar pagar sebuah rumah, tetap saja memiliki kandungan yang dahsyat jika digali isi sajaknya.

Kelopak merupakan suatu bagian tipis yang berfungsi sebagai tabir. Bunga dapat diartikan sebagai kebahagiaan atau cinta. Pilar adalah penyanggah, penyokong, atau penguat. Teras merupakan bagian depan dari sebuah rumah. Rumah dapat dimetaforkan sebagai hati. Jika dilebur jadi satu maka maksud judul itu yaitu keimanan yang ada di dalam hati itu memiliki tabir penyangga yang disebut cinta.

Tabir cinta itu telah mekar dalam kehidupan yang kotor ini. Tabir cinta itu menangkap sebuah petunjuk dari sebuah kabar tentang hakikat nama yang diagungkan. Dalam tradisi Jawa diistilahkan dengan “jenenge urip”, yaitu nama bagi hidup. Setiap hidup atau yang hidup pasti memiliki nama bahkan Tuhan juga punya nama yang termaktub dalam 99 asma’ul husnah. Nabi Muhammad juga memiliki 99 nama yang termaktub dalam kitab “Dala’ilul Khoiror”. Nabi Adam juga diajarkan oleh Allah nama-nama yang agung yang dirahasiakan sebagai bekal misi kemanusiaan dan untuk mematahkan kesombongan bangsa jin serta keragu-raguan malaikat. Nama-nama itulah sebagai bentuk penguat keimanan manusia agar menjadi makhluk yang unggul, kuat, dan mulia dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lain.

merekah di antara // daun-daun berdebu // ia menangkap bulir-bulir cahaya // dari secarik kabar // tentang rahasia untuk nama-nama // yang telah diagungkan (Kelopak Kembang Pilar Teras Rumah, bait 1, hal 49).

Dalam hal ini penyair juga mengajak dialog pembaca. Ia menanyakan langsung kepada pembaca, apakah pembaca mendengar kabar tersebut dari Tuhan? Saat mengetahui kabar rahasia nama-nama itu, dengan seketika hati penyair tersentuh hingga menembus sukma.

“kau dengar siulan itu?” katanya // Angin lembut kemudian menjentik-jentik sukma (Kelopak Kembang Pilar Teras Rumah, bait 2 dan 3, hal 49).

Penyair kembali bertanya kepada pembaca, tetapi tentang mimpi, harapan, dan cita-cita. apakah pembaca merasakan mimpi-mimpi itu? Mimpi itu berupa fenomena jalan kembali kepada Tuhan yang sangat bercabang-cabang. Mimpi tentang sarana atau kendaraan yang digunakan untuk sampai di sisi Tuhan. Mimpi tentang berbagai bentuk fenomena kehidupan yang harus ditinggalkan dengan keheningan dan ketenangan demi bersatu kembali dengan Tuhan sebagai kekasihnya. Semua itu terus bermekaran dalam keimanan seorang manusia yang tercerahkan hingga berakhir pada batu nisan.

adakah kau telah menikmati // mimpi yang telah kau curi darinya // :mimpinya tentang jalan berayun // buat kereta pada taburnya // mimpinya tentang helai-helai warna // yang terbang saat hening (Kelopak Kembang Pilar Teras Rumah, bait 4 , hal 49). ia merambat sampai setapak jalan berbatu (Kelopak Kembang Pilar Teras Rumah, bait 5, hal 49).

Mimpi tidak hanya berorientasi pada harapan dan cita-cita. mimpi juga dapat berkonotasi pada suatu bentuk pengetahuan dan kesadaran. Sebab pada dasarnya Tuhan kerap memberikan petunjuk atau pengetahuan kepada manusia melalui mimpi-mimpi. Mimpi yang berupa petunjuk atau pengetahuan itu merupakan suatu hidayah yang luar biasa. Dapat dikatakan mimpi tersebut merupakan suatu pengetahuan yang diambil sebelum suatu peristiwa terjadi dalam realitas. Mimpi ini diberikan tanpa sepengatahuan orang lain. Hanya Tuhan dan orang yang diberi hidayah, petunjuk, dan pengetahuan melalui mimpi itu sendiri.

Sebuah isyarat juga disampaikan Bambang Kempling dalam sajak “Setangkai Daun Buat Kawan”. Kali ini ia mengambil hujjah pada kehidupan anak-anak. Dalam sajak ini, anak-anak digambarkan sedang menunggu penyair dan kawannya, bisa jadi pembaca juga. Ada satu hal yang dilakukan oleh para anak itu, yaitu merencanakan masa tuanya yang mulia dengan kepolosan dan kesucian. Dengan polos ia ia merencanakan masa depannya dengan sederhana dan tidak neko-neko. Sementara itu, sang penyair dilukiskan sebagai sosok manusia yang tak pasti dan selalu diliputi dengan kesalahan dan kekhilafan. Manusia adalah tempat salah dan lupa.

anak-anak menunggu kita di jalanan // sembari melukis senja di ujung kubah // sedang kita hanya sebatas bayang // yang luput di persinggahan (Setangkai Daun Buat Kawan, bait 1, hal 30).

Bagi penyair, kehidupannya yang telah terlewati terasa sepi dan sangat sepi. Ia merindukan satu kehidupan yang sama persis dengan kehidupan yang dirindukan kawannya. Kehidupan yang dicita-citakan penyair beserta kawannya yaitu mampu menikmati keindahan hidup di usia tua. Saat usia itu tiba, mereka tidak ingin lagi disibukkan dengan hal-hal keduniawian yang menjerat-mengikat pada keresahan. Mereka hanya ingin menikmati kedamaian dan ketenangan jiwa dalam menyongsong datangnya ajalnya.

gerimis kemarin malam // terasa sepi // amatlah sepi (Setangkai Daun Buat Kawan, bait 2, hal 30). setangkai daun yang kau rindui // kurindui juga // tapi // bagaimana kita bisa menikmati // segores senja itu? (Setangkai Daun Buat Kawan, bait 3, hal 30).

Dari fenomena anak kecil yang telah ditangkap penyair, ada satu hal besar dan luar biasa yang memberkas di relung hatinya. Ia menangkap bahwa dalam jiwa anak-anak selalu bermekaran bunga kebahagiaan meskipun dirinya tergulung dalam keterpurukan dan luka. Kehidupan yang semacam inilah yang ingin dipersembahkan penyair untuk diri sendiri dan sahabatnya. Kehidupan tanpa kesedihan. Kehidupan tanpa keluhan.

sapuan yang tersisa // :ada pada senyum yang mengembang // dari luka anak-anak kita (Setangkai Daun Buat Kawan, bait 4, hal 30).

Fenomena yang terlukis di atas adalah sebagian kecil dari kandunga sajak-sajak Bambang Kempling. Orientasi utama isinya adalah untuk mengangkat derajat manusian dalam kemuliaan hidup sebagai khalifah fil ardli. Ini adalah catata kesementaraan untuk kehidupan yang abadi dan selamanya, ketika manusia menjalankan tanggung jawabnya dalam kurungan kefanaan.

7 Juli 2014, Lamongan, Jawa Timur.
http://sastra-indonesia.com/2014/09/catatan-sementara-untuk-selamanya-sebuah-hakikat-hidup-yang-fana/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzieb A. Aziz Masyhuri A. Hana N.S A. Iwan Kapit A. Khoirul Anam A. Kurnia A. Purwantara A. Qorib Hidayatullah A. Rego S. Ilalang A. Syauqi Sumbawi A.C. Andre Tanama Aa Sudirman Abd. Basid Abdul Aziz Rasjid Abdul Ghofar Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Lathif Abdul Malik Abdul Muid Badrun Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdullah Ubaid Matraji Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abonk El ka’bah Acep Zamzam Noor Ach. Nurcholis Majid Achmad Farid Tuasikal Achmad Maulani Adi Faridh Adi Marsiela Adi Sucipto Adian Husaini Aditya Ardi N Adreas Anggit W. Adrian Ramdani AF. Tuasikal Afnan Malay Afrizal Malna AG Hadzarmawit Netti AG. Alif Agama Para Bajingan Agnes Majestika Aguk Irawan M.N. Agung Prihantoro Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R Sarjono Agus S Warman Agus Sri Danardana Agus Sulton Aguslia Hidayah AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Rafiq Ahmad Rifa’i Rif’an Ahmad Syafii Maarif Ahmad Taufik Ahmad Thohari Ahmad Tohari Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sekhu Akhmad Taufiq Akmal Nasery Basral Al-Fairish Alang Khoiruddin Alex R Nainggolan Ali Irwanto Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Alvi Puspita Amang Mawardi Ambarukminingsih Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Hamzah Amirullah Ana Mustamin Anam Rahus Andari Karina Anom Andhi Setyo Wibowo Andik Nurcahyo AndongBuku #3 Andry Deblenk Anindita S. Thayf Aning Ayu Kusuma Anis Faridatur Rofiah Anjrah Lelono Broto Antologi Sastra Lamongan Anwari WMK Aprillia Ika Arie MP Tamba Arie Yani Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Arif Firmansyah Arifun Najib Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arys Hilman Asarpin Asep Sambodja Asrama Mahasiswa Aceh Sabena Asri Bariqah Awalludin GD Mualif Azumardi Azra Azyumardi Azra Baca Puisi Badaruddin Amir Balada Bambang kempling Bambang Satriya Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Beni Setia Benni Indo Benny Benke Benny D Koestanto Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Koran Bernada Rurit Bernarda Rurit Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Palopo Budi Purnomo Buldanul Khuri Bunda Zakyzahra Tuga Bungaran Antonius Simanjuntak Candrakirana Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Che Guevara Coronavirus Cover Buku Kritik Sastra Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi II Cover Depan Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi IV Cover Majalah Progresif SMA Wahid Hasyim Model edisi V D. Zawawi Imron Dadan Maula Darmawan Dadang Ari Murtono Dahlan Kong Damanhuri Zuhri Damar Juniarto Damhuri Muhammad Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman Dedy Tri Riyadi Dedykalee Deni Ali Setiono Deni Jazuli Denny Ardiansyah Denny JA Denny Mizhar Desa Glogok Karanggeneng Lamongan Desi Sommalia Gustina Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan Dewi Indah Sari Dhanu Priyo Prabowo di Bluri di Karangasem Dian Sukarno Diana AV Sasa Diana Ifrina Ernawati Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dini Tri Dinoroy M. Aritonang Dion Maulana Prasetya Diskusi buku Djaka Susila Djenar Maesa Ayu Djesna Winada Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Kristianto Dody Yan Masfa Dr. Hilma Rosyida Ahmad Drs H Budiono Herusatoto Drs H Choirul Anam Drum Band MI Miftahul Ulum (Kuluran) Dudi Rustandi Dunia Penerbitan Indonesia Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Nikmatika Roma Dwi Pranoto Dwidjo Maksum Dyah Ayu Fitriana Eddy D. Iskandar Edeng Syamsul Ma’arif Edi Faisol Edy Firmansyah Edy Sartimin Eka Budianta Eka Fendri Putra Eko Hendri Saiful El Sahra Mahendra Elly Burhaini Faizal Elly Trisnawati Ellyn Novellin Emerson Yuntho Emha Ainun Nadjib Emil WE Endang Supriyadi Endi Haryono Endri Y Erdogan Esai Esha Tegar Putra Esme Fadliha Etik Widya Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fadjriah Nurdiarsih Fahmi Fahrudin Nasrulloh Fakhrunnas MA Jabbar Fanani Rahman Faris Al Faisal Fariz al-Nizar Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Felix K. Nesi Festival Mocosik Festival Seni Internasional 2010 Yogyakarta Festival Seni Internasional 2014 Yogyakarta Festival Teater Religi Festival Teater Religi Pelajar SLTA Se-kabupaten Lamongan festivalsenisurabaya.com Fikri. MS Firdawsi Fortus Pake Forum Lingkar Pena Forum Lingkar Pena Lamongan Forum Penulis dan Penggiat Literasi Lamongan (FP2L) Forum Santri Nasional Foto Franditya Utomo Fransiskus Nesten Marbun ST Franz Magnis-Suseno Friski Riana Fuad Hasan Nasihin Fuji Pratiwi Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawa Gede Mugi Raharja Gedung Sabudga UNISDA Lamongan Gedung Sangbala Gerakan Literasi Nasional Gerakan Surah Buku (GSB) Gito Waluyo Goenawan Mohamad Golput Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma’ruf Amin Gus Dur H Ikhsan Effendi H. Usep Romli H.M H.B. Jassin H.O.S Cokroaminoto Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf Hadi Napster Hadziq Jauhary Halim H.D. Halimatussa’diyah Hamberan Syahbana Hamluddin Hana Pertiwi Hanif Nashrullah Hardono Haris del Hakim Haris Firdaus Haris Priyatna Haris Saputra Hartono Harimurti Hary B Kori’un Hasan Aspahani Hasan Basri Hasan Junus Hasanuddin WS Hasnan Bachtiar Helmi Y Haska Helmy Tasaufy Hera Khaerani Herdiyan Heri C Santoso Heri Latief Herman Herman Hasyim Herman RN Herry Lamongan Herry Mardianto Hikmat Gumelar HL Renjis Magalah Homaedi I Made Asdhiana I Nyoman Suaka I Wayan Seriyoga Parta IBM. Dharma Palguna Ibnu PS Megananda Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Fitri Ignas Kleden Ilham Safutra Ilham Wancoko Imam Mustofa Imam Nawawi Imam Qodim Al-Haromain Imam Zanatul Huaeri Imamuddin SA Imelda Imron Arlado Imron Rosidi Imron Rosyid Imron Tohari Indrian Koto Ingki Rinaldi Ipik Tanoyo Ire Irvan Sihombing Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Zulkarnain Ismet NM Haris Ismi Wahid Isnanur Janah Iswadi Pratama Isyana Artharini Iwan Nurdaya-Djafar Iwank Jadid Al Farisy Jafar M Sidik Janual Aidi Javed Paul Syatha Jazzi Jejak Laskar Hisbullah Jombang Jembatan Kuno Yang Misterius Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Jodhi Yudono Jogjanews.com John Joseph Sinjal Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Paket Hemat Juara Ke 3 Lomba Lompat Jauh DISPORA LAMONGAN Jumartono Jurnalisme Sastra Jusuf A.N K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma’ruf Amin K.Y. Karnanta Kadjie Mudzakir Kaheesa Kirania Putri Ayu Kang Daniel Kapal Nabi Nuh Karanggeneng Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kautsar Muhammad Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Kemah Budaya Panturan (KBP) KH Abdul Ghofur KH Bisri Syansuri KH. Abdul Aziz Masyhuri KH. M. Najib Muhammad KH. Ma'ruf Amin Khairul Mufid Jr Khoirul Abidin Khoirul Inayah Ki Ompong Sudarsono Ki Supriyoko Kiagus Wahyudi Kika Dhersy Putri Kitab Arbain Nawawi KITLV Koh Young Hun Koko Sudarsono Kompas TV Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Perupa Lamongan (KOSPELA) Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) Komunitas Sastra Teater Lamongan (KOSTELA) Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kopi Bubuk Mbok Djum Kopi Sunan Drajat Kopuisi Koskow Kostela KPRI IKMAL Lamongan Krisman Kaban Kritik Sastra Kukuh Yudha Karnanta Kulonprogo Kurnia Effendi Kurnia Sari Aziza Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kurniawan Muhammad Kuswinarto L Ridwan Muljosudarmo Laboratorium Sinematografi dan Pertunjukan UNISDA Lamongan Lagu Lailiyatis Sa'adah Laksmi Sitoresmi Lamongan Lan Fang Langgeng Widodo Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Sarmili Literasi Liza Wahyuninto Lugiena De Lukas Adi Prasetyo Lukisan Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Alm Lukman Santoso Az Luqman Almishr Lusia Kus Anna Lutfi S. Mendut Lynglieastrid Isabellita M Zainuddin M. Afif Hasbullah M. Faizi M. Lutfi M. Mushthafa M. Romandhon M. Sunyoto M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M’Shoe Made Geria Mahendra Cipta Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahmud Syaltut Usfa Mahrus eL-Mawa Majelis Ulama Indonesia Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Maqhia Nisima Marcus Suprihadi Mardi Luhung Mardiansyah Triraharjo Marhalim Zaini Maria D. Andriana Maria Magdalena Bhoernomo Maroeli Simbolon S. Sn Martin Aleida Maruli Tobing Mashuri Masuki M. Astro Matroni El-Moezany Mawar Kusuma Wulan Medco Media Lamongan Mega Vristian Mei Anjar Wintolo Meka Nitrit Kawasari Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Memoar Memoar Purnama di Kampung Halaman Mentari Meida Mh Zaelani Tammaka MI Thoriqotul Hidayah Pilang 1 Mia Arista Michael Gunadi Widjaja Mien Uno (Ibunda Sandiaga Uno) Miftahul A’la Misbahus Surur Moch. Faisol Mochammad A. Tomtom Moh. Ghufron Cholid Moh. Jauhar al-Hakimi Moh. Samsul Arifin Mohamad Ali Hisyam Mohammad Afifi Mohammad Ali Athwa Mohammad Eri Irawan Mohammad Rafi Azzamy MTs Putra-Putri Simo Sungelebak Muh Kholid A.S Muhammad Al-Mubassyir Muhammad Alfatih Suryadilaga Muhammad Amin Muhammad Arif Muhammad Aris Muhammad Eko Nugroho Muhammad Hidayat Muhammad Muhibbuddin Muhammad Musa Muhammad N. Hassan Muhammad Rasyid Ridho Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun Muhammadun AS Muhidin M. Dahlan Mukafi Niam Mukhsin Amar Mulyani Hasan Mulyo Sunyoto Mulyosari Banyuurip Ujung Pangkah Gresik Jawa Timur Munawir Aziz Muntamah Cendani Musfarayani Musfi Efrizal N. Syamsuddin CH. Haesy Nadine Tri Duhita Naim Nanang Suryadi Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Nara Nazaruddin Azhar Neli Triana Ngatini Rasdi Nh. Anfalah Ni Luh Made Pertiwi F Ni Made Frischa Aswarini Ninuk Mardiana Pambudy Nono Anwar Makarim Noor H. Dee Noval Jubbek Noval Maliki Novel Novel Pekik Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Hayati Nur Kholiq Nur Kholis Huda Nurani Soliha Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Ochi Oil on Canvas Oky Sanjaya Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Paciran Pameran Seni Rupa Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik Panji Satrio Patung Sphinx PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pekan Literasi Lamongan 2020 Pelukis Dahlan Kong Pelukis Harjiman Pelukis Jumartono Pelukis Saron Pelukis Senior Tarmuzie Pendidikan Penerbit Progresif Penerbit PUstaka puJAngga Penerbit SastraSewu Pengajian Pengetahuan Peringatan Hari Santri TPQ Al-Hidayah 22 Oktober 2017 Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Pesantren Sunan Drajat Peserta TEMU SASTRA JAWA TIMUR 2011 Pilang Tejoasri Lamongan Jawa Timur Pilang Tejoasri Laren Lamongan Jawa Timur Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Ali Bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pondok Pesantren Pendopo Watu Bodo Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prof Dr Achmad Zahro Prof Dr Aminuddin Kasdi Prosa Proses Kreatif Puisi Puji Santosa Puput Amiranti N Purnawan Andra Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Puspita Rose Pustaka GU Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. N. Bayu Aji R. Timur Budi Raja Radhar Panca Dahana Rafita Dewi Rahmah Maulidia Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rameli Agam Rana Akbari Raras Cahyafitri Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Revdi Iwan Syahputra Riadi Ngasiran Rian Sindu Ribut Wijoto Ridlwan Ridwan Munawwar Riki Utomi Rinny Srihartiny Rinto Andriono Risang Anom Pujayanto Robert Adhi Kusumaputra Robin Al Kautsar Roby Karokaro Rodli TL Rof Maulana Rofiqi Hasan Rojiful Mamduh Rokhim Sarkadek Rosdiansyah Rosi Rosidi Rudi S. Kalianda Rukardi Rumah Budaya Pantura Rumah Budaya Pantura (RBP) Rumah Budaya Pantura Lamongan Rx King Motor S Jai S Yoga S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabrank Suparno Sabrina Asril Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Salim Alatas Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Pasir Art and Culture Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saratri Wilonoyudho Sari Oktafiana Sasti Gotama Sastra Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sejarah SelaSastra SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang Selvie Monica S Sendang Duwur Tahun 1920 Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Shiny.ane el’poesya Shohebul Umam JR Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sifa Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Simon Saragih Sirikit Syah Siti Muti’ah Setiawati Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Slamet Rahardjo Rais Slavoj Zizek Soelistijono Soetanto Soepiadhy Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Sohirin Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sreismitha Wungkul Sri Mulyani Sri Wintala Achmad ST Indrajaya Stanley Adi Prasetyo Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudarmoko Sudirman Hasan Sugeng Ariyadi Sugeng Wiyadi Sugiarto Sugito Wira Yuda Suhartono Sujatmiko Sukardi Rinakit Sukitman Sumenep Sunarno Wibowo Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Supriyadi Suripto SH Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susie Evidia Y Sutamat Arybowo Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyadi San Suyatmin Widodo Svet Zakharov Syaf Anton Wr Syaiful Bahri Syaiful Irba Tanpaka Syaiful Mustaqim Syaikh Prof. Dr. dr. Yusri Abdul Jabbar al-Hasani Asyadzili Syaikh Yusri al-Hasani Al Azhari Syamsul Arifin Syi'ir Tamrin Bey TanahmeraH ArtSpace Tanjung Kodok Tahun 1947 Tasman Banto Taufik Rachman Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater Teater Air Teater Bias Teater Biru Teater Cepak Teater Dua Teater Ganast MAN Lamongan Teater Kanjeng Teater Lingkar Merah Putih Teater Mikro Teater nDrinDinG Teater Nusa Teater Padi Teater Sakalintang Teater Sangbala Teater Sundra Teater Tali Mama Teater Taman Teater Tewol Teater Tewol Lamongan Teguh LR Teguh Winarsho AS Temu Karya Teater Jawa Timur XXI Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thamrin Dahlan Tharie Rietha The Ibrahim Hosen Institute (IHI) Thohir Thompson Hs Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto To Take Delight Toni Munajat Tosa Poetra Tri Andhi S Tri Wahono Trisno S. Sutanto Triyanto triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus S Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Unieq Awien Universitas Airlangga Surabaya Universitas Jember Untung Basuki Ustadz Charis Bangun Samudra Utami Diah Kusumawati Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Veven Sp. Wardhana Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wachid Nuraziz Musthafa Wahyu Aji Wahyudi Zuhro Wan Anwar Warjati Suharyono Wawan Eko Yulianto Wawan Hudiyanto Wawancara Wayan Sunarta Welly Suryandoko Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wong Wing King Wuri Kartiasih Y. Wibowo Yanuar Jatnika Yanuar Yachya Yaumu Roikha Yayasan Thoriqotul Hidayah 1 Yerusalem Ibu Kota Palestina Yesi Devisa YF La Kahija Yogyo Susaptoyono Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yonathan Rahardjo Yudi Latief Yuli Yuni Ikawati Yurnaldi Yushifull Ilmy Yusri Fajar Yusuf Suharto Zahrotun Nafila Zaim Uchrowi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zelfeni Wimras Zen Hae Zuhdi Swt