ANGIN DAN PARA PENGIKUTNYA
daun-daun melambai
seolah
memberi lantunan penyemangat
tat kala itu
rintik-rintik air dari langit
ikut pula membasahi bumi
angin sepoi kesana kemari
memberi kabar pada
rumput-rumput liar
juga pada penghuni-penghuni daratan
“berjuanglah, selamatkanlah”
begitulah kata-kata sang angin
juga para pengikutnya
“terimakasih…”
ucapan itu serentak dilafalkan.
Lamongan, 2007
BARA API
entahlah…
aku takkan snggup
melihat bara api
di ceruk matamu
padamkan
jangan kau nyalakan
atau buanglah
kumohon jangan kau simpan
“tenanglah
aku akan menyiramnya
sederas air hujan di batinmu” teriakku sendiri
dalam mimpi menjelang pagi.
Lamongan, 2007
SEHELAI SENYUM
hari ini
hati ini
bagai tertembus cahaya bulan
menembus hingga kedasar-dasar
tak beraturan
senang-duka
menyatu dalam segenap rasa
memberikan warna
pada setiap karya
terimakasih
hanya secuil kata itu
yang mampu ku persembahkan kepadamu
wahai kekasih
setiap kata yang engkau dendangkan
bagai nada-nada indah
mengalun
menelusurui lorong hati terdalam
sehelai senyum di bibirmu
mampu meremukkan ego-ego tertinggi
menjadikan ia rendah
dengan serendah-rendahnya.
Lamongan, 2007
KILAU CAHAYA
kulihat ketika ia turun
ada cahaya di balik kilaunya
dan begitu megahnya ia
hinggaku menyebutnya
“kristal cahaya dari surga”
ku tau
sinar itu dari kasih dan sayangmu
tapi, meski engkau sekarang tiada
ia tetap indah
karena malam selalu terang
bila kasih putih keabadian memeluknya
dengan segenap cinta.
Lamongan, 2008
GERIMIS WAKTU
benar
kau boleh lupa
“tentang air yang tenggelam dalam gerimis waktu”
tapi ingatlah suatu saat
yang lalu hingga kini sampai masa yang akan datang
air itu tetap hening
tetap yakin dengan muara-muara cintanya.
Lamongan, 2008
KEHENDAK HATI
kata orang
bila perasaan berkata
maka perasaan pula yang menerima
apa jika perasaan berkehendak
yang lain pun berkehendak pula
katakanlah
ketika senyuman telah mendarat ditempat itu
tak lama kemudian
dia mengkristal dan aku tak bisa memecahnya
meretakkannya pun aku tak sanggup
dia telah membeku
bahkan untuk setetes pun
aku tak mampu mencairkannya
Lamongan, 2008
KILAS PANORAMA HATI
aku tau
pagimu
bintang paling terang di ufuk timur
menyuluhku dalam kilas panorama hati
seperti ribuan cahaya kunang
kau dulang aku dalam pesona
maha cahaya di langit fajar
yang menggetarkan sekujur jiwa.
“maaf aku hanya berbisik ”
Lamongan, 2007
DI UJUNG MUSIM
taukah kau
matahari yang menyeret pergantian musim
tiap pergantian itu aku selalu mati
tapi disetiap pergantian itulah aku hidup kembali
“aku utuh dalam wujudku kembai”
Lamongan, 2008
JIWA CINTA
cinta
orang bilang cinta itu kehidupan
dimana ada kehidupan
disitu ada cinta
tapi cinta juga melambangkan kematian
dimana ada kematian
disitu karena ulah cita
aku tau
entah pada bait mana kuhentaikan langkahku
aku ingn pergi meninggalkan riuh sengketa
yang hanya akan membawa
“kesiaan”
Lamongan, 2008
SENANDUNG KALBU
Mata telanjang menatap bumi kencana. Ada tawa berbaur duka. Ada duka berselimutkan canda, sejenak aku terdiam “kemanakah bintang dan rembulan yang selalu beri keindahan pada ambang daratan kahyangan”. Diperbatasan waktu ajak aku terbang mengendarai angin. Di sela-sela cakrawala di sela-sela hamparan dunia. Ajak aku terbang di sepasang kepak sayapmu.
Lamongan, 2008
daun-daun melambai
seolah
memberi lantunan penyemangat
tat kala itu
rintik-rintik air dari langit
ikut pula membasahi bumi
angin sepoi kesana kemari
memberi kabar pada
rumput-rumput liar
juga pada penghuni-penghuni daratan
“berjuanglah, selamatkanlah”
begitulah kata-kata sang angin
juga para pengikutnya
“terimakasih…”
ucapan itu serentak dilafalkan.
Lamongan, 2007
BARA API
entahlah…
aku takkan snggup
melihat bara api
di ceruk matamu
padamkan
jangan kau nyalakan
atau buanglah
kumohon jangan kau simpan
“tenanglah
aku akan menyiramnya
sederas air hujan di batinmu” teriakku sendiri
dalam mimpi menjelang pagi.
Lamongan, 2007
SEHELAI SENYUM
hari ini
hati ini
bagai tertembus cahaya bulan
menembus hingga kedasar-dasar
tak beraturan
senang-duka
menyatu dalam segenap rasa
memberikan warna
pada setiap karya
terimakasih
hanya secuil kata itu
yang mampu ku persembahkan kepadamu
wahai kekasih
setiap kata yang engkau dendangkan
bagai nada-nada indah
mengalun
menelusurui lorong hati terdalam
sehelai senyum di bibirmu
mampu meremukkan ego-ego tertinggi
menjadikan ia rendah
dengan serendah-rendahnya.
Lamongan, 2007
KILAU CAHAYA
kulihat ketika ia turun
ada cahaya di balik kilaunya
dan begitu megahnya ia
hinggaku menyebutnya
“kristal cahaya dari surga”
ku tau
sinar itu dari kasih dan sayangmu
tapi, meski engkau sekarang tiada
ia tetap indah
karena malam selalu terang
bila kasih putih keabadian memeluknya
dengan segenap cinta.
Lamongan, 2008
GERIMIS WAKTU
benar
kau boleh lupa
“tentang air yang tenggelam dalam gerimis waktu”
tapi ingatlah suatu saat
yang lalu hingga kini sampai masa yang akan datang
air itu tetap hening
tetap yakin dengan muara-muara cintanya.
Lamongan, 2008
KEHENDAK HATI
kata orang
bila perasaan berkata
maka perasaan pula yang menerima
apa jika perasaan berkehendak
yang lain pun berkehendak pula
katakanlah
ketika senyuman telah mendarat ditempat itu
tak lama kemudian
dia mengkristal dan aku tak bisa memecahnya
meretakkannya pun aku tak sanggup
dia telah membeku
bahkan untuk setetes pun
aku tak mampu mencairkannya
Lamongan, 2008
KILAS PANORAMA HATI
aku tau
pagimu
bintang paling terang di ufuk timur
menyuluhku dalam kilas panorama hati
seperti ribuan cahaya kunang
kau dulang aku dalam pesona
maha cahaya di langit fajar
yang menggetarkan sekujur jiwa.
“maaf aku hanya berbisik ”
Lamongan, 2007
DI UJUNG MUSIM
taukah kau
matahari yang menyeret pergantian musim
tiap pergantian itu aku selalu mati
tapi disetiap pergantian itulah aku hidup kembali
“aku utuh dalam wujudku kembai”
Lamongan, 2008
JIWA CINTA
cinta
orang bilang cinta itu kehidupan
dimana ada kehidupan
disitu ada cinta
tapi cinta juga melambangkan kematian
dimana ada kematian
disitu karena ulah cita
aku tau
entah pada bait mana kuhentaikan langkahku
aku ingn pergi meninggalkan riuh sengketa
yang hanya akan membawa
“kesiaan”
Lamongan, 2008
SENANDUNG KALBU
Mata telanjang menatap bumi kencana. Ada tawa berbaur duka. Ada duka berselimutkan canda, sejenak aku terdiam “kemanakah bintang dan rembulan yang selalu beri keindahan pada ambang daratan kahyangan”. Diperbatasan waktu ajak aku terbang mengendarai angin. Di sela-sela cakrawala di sela-sela hamparan dunia. Ajak aku terbang di sepasang kepak sayapmu.
Lamongan, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar