Fuad Hasan Nasihin*
Jawa Pos, 12 Okto 2008
Judul Buku: Legiun Muslim di Kancah Eropa
Penulis: Agus AHA
Penerbit : B-First Jogjakarta
Cetakan : I, September 2008
Tebal : xviii + 260 halaman
Dalam beberapa hari ini umat muslim di seantero jagad sedang merayakan gempita kemenangan setelah sebulan menunaikan ibadah puasa Ramadan. Islam yang indah dan penuh kekompakan menjadi spirit kesemarakan di mana-mana. Melalui perayaan Idul Fitri, Islam kemudian tampil bukan hanya sebatas ritual seremonial, namun lebih sebagai semangat persaudaraan, toleransi, dan gairah hidup yang tak pernah redup.
Spirit spartan semacam ini pulalah yang menjadikan para pesepakbola muslim terus berkreasi di lapangan hijau. Bagi mereka, Islam tidak semata identitas ideologis, akan tetapi telah menubuh menjadi sikap dan semangat hidup. Frederic Kanoute, salah satu contohnya. Striker produktif Sevilla itu tak mau mengorbankan kewajiban agamanya hanya demi latihan dan pertandingan yang dilakoni timnya. Di bulan Ramadan, pemain asal Mali itu tetap tekun menjalankan ibadah puasa. Bagi Kanoute, Islam menjelma menjadi ruh spiritual dalam berbagi kebahagiaan dengan banyak orang.
Pemain Terbaik Afrika 2007 ini bahkan berani menolak mengenakan kaos tim Sevilla yang mencantumkan logo sebuah situs judi online yang menjadi sponsor utama kesebelasan papan atas Liga Spanyol tersebut. Bukan hanya piawai mencetak gol di lapangan, Kanoute juga dikenal pribadi yang santun, dermawan, dan sederhana di luar lapangan. Ketika komunitas muslim di Sevilla kesulitan mendapatkan masjid untuk salat Jumat, penyerang berjuluk The Giant of Mali ini rela menghibahkan dana pribadinya sebesar Rp 5,6 miliar untuk membeli sebuah bangunan yang kemudian dijadikan sebagai masjid bersama. Dana sebesar itu setara dengan gajinya selama setahun.
Buku karya Agus AHA ini merangkum potret 17 pemain beragama Islam yang merumput di liga reguler Eropa. Kebanyakan dari mereka adalah bintang dan maskot tim masing-masing. Di antaranya, Zlatan Ibrahimovic (Inter Milan/Swedia), Frank Ribery (Bayern Munchen/Prancis), Karim Benzema (Lyon/Prancis), dan Robin Van Persie (Arsenal/Belanda). Selain itu, juga ada nama kondang lain seperti Nicolas Anelka, Lilian Thuram, Mohamed Sissoko, Hasan Salihamidzic, El-Hadji Diouf, Yaya Toure, Mohammadou Diarra, Eric Abidal, Kolo Toure, Khalid Boulahrouz, Lassana Diarra, Samir Nasri, serta Hatem Ben Arfa.
Tentu ke-17 pemain itu hanyalah sebagian kecil dari daftar panjang pemain liga Eropa yang muslim. Kita bisa menyebut hampir seluruh pemain Turki beragama Islam. Belum lagi serbuan pemain asing dari benua Afrika serta Asia (terutama Iran), ataupun pemain keturunan seperti Hakan Yakin dan Gokhan Inler (Swiss) hingga Umit Korkmaz (Austria). Di luar nama pemain masyhur itu, juga masih banyak pemain bertalenta yang menghuni timnas masing-masing, semacam Rami Shaaban (Swedia), Darijo Srna (Kroasia), Valon Behrami (Swiss), Ibrahim Affelay (Belanda), hingga Renat Yanbayev (Rusia).
Yang sebenarnya lebih penting diurai adalah apa latar belakang dan siapa tokoh kunci di balik ketertarikan mereka masuk Islam. Nyaris semua mengaku baru mengenal dan masuk Islam (muallaf). Simak penuturan Frank Ribery, pemain terbaik Bundesliga 2007 yang dijuluki titisan Zidane, ''Islam adalah sumber kekuatan saya di dalam dan luar lapangan. Saya mengalami kehidupan cukup keras dan harus menemukan kekuatan yang membawa menuju keselamatan. Hingga kemudian saya menemukan Islam.''
Sejumlah pemain masuk Islam disebabkan pengaruh hidup dari sang istri. Selain Ribery yang dituntun sang pujaan hati, Wahiba Belhami, untuk mantap dalam pelukan Islam, ada Van Persie yang masuk Islam karena Bouchra, gadis keturunan Maroko yang kemudian menjadi istri tercintanya. Di samping itu, hal yang diteladani dari kiprah keislaman aktor-aktor lapangan hijau ini adalah komitmen dan keberanian mereka. Di tengah pelabelan buruk yang selalu dilekatkan pada kaum muslim, mereka tetap kukuh menganut agama yang dibawa Muhammad SAW ini walau beragam cobaan hidup kerap menerpa. Anelka bahkan harus menyembunyikan status keislamannya selama empat tahun untuk menghindari endusan media.
Dalam khidupan keseharian, Islam juga terbukti mampu meredam nafsu bengal dan ugal-ugalan yang biasa lekat dengan pribadi pemain bintang. Anelka, Robin van Persie, dan El-Hadji Diouf adalah contoh nyata dari perubahan positif tersebut. Dulu, mereka adalah sosok temperamental yang sering membuat ulah di dalam maupun luar lapangan. Tapi, setelah berislam, mereka perlahan berubah menjadi sosok yang santun, penurut, dan toleran.
Ajaran Islam mampu memantik sikap simpatik dalam diri mereka. Ia bukan hanya simbol seremonial ataupun atribut identitas sosial yang tak bermakna. Tak sedikit di antara para pesepakbola tenar itu dikenal saleh dan tekun beribadah. Tengoklah, misalnya, sejumlah kebiasaan yang sehari-hari mereka praktikkan. Eric Abidal bukan tanpa alasan jika ke mana-mana selalu menenteng tas kecil. Di dalamnya ada mushaf Alquran yang kerap ia baca. Momo Sissoko senantiasa ramah tiap bertemu orang dan selalu mengucap salam khas muslim, assalamu'alaikum, kepada siapa pun yang dijumpainya. Kolo Toure selalu menyempatkan salat wajib saat memasuki waktu salat, kendati ia sedang menjalani jeda latihan atau pertandingan.
Sepeninggal Zinedine Zidane yang memutuskan gantung sepatu dua tahun silam, semakin banyak saja pesepakbola muslim, terutama di kancah liga Eropa, yang tak sungkan lagi memamerkan keislamannya. Mereka hendak membuktikan bahwa stigma negatif yang dialamatkan pada kaum muslim tak selamanya benar. Sebaliknya, Islam bisa menjelma ''tarian'' indah yang dapat dipertontonkan bagi semua kalangan. Termasuk di atas lapangan hijau. (*)
*) penggila bola, alumnus Pascasarjana UGM Jogjakarta
Jawa Pos, 12 Okto 2008
Judul Buku: Legiun Muslim di Kancah Eropa
Penulis: Agus AHA
Penerbit : B-First Jogjakarta
Cetakan : I, September 2008
Tebal : xviii + 260 halaman
Dalam beberapa hari ini umat muslim di seantero jagad sedang merayakan gempita kemenangan setelah sebulan menunaikan ibadah puasa Ramadan. Islam yang indah dan penuh kekompakan menjadi spirit kesemarakan di mana-mana. Melalui perayaan Idul Fitri, Islam kemudian tampil bukan hanya sebatas ritual seremonial, namun lebih sebagai semangat persaudaraan, toleransi, dan gairah hidup yang tak pernah redup.
Spirit spartan semacam ini pulalah yang menjadikan para pesepakbola muslim terus berkreasi di lapangan hijau. Bagi mereka, Islam tidak semata identitas ideologis, akan tetapi telah menubuh menjadi sikap dan semangat hidup. Frederic Kanoute, salah satu contohnya. Striker produktif Sevilla itu tak mau mengorbankan kewajiban agamanya hanya demi latihan dan pertandingan yang dilakoni timnya. Di bulan Ramadan, pemain asal Mali itu tetap tekun menjalankan ibadah puasa. Bagi Kanoute, Islam menjelma menjadi ruh spiritual dalam berbagi kebahagiaan dengan banyak orang.
Pemain Terbaik Afrika 2007 ini bahkan berani menolak mengenakan kaos tim Sevilla yang mencantumkan logo sebuah situs judi online yang menjadi sponsor utama kesebelasan papan atas Liga Spanyol tersebut. Bukan hanya piawai mencetak gol di lapangan, Kanoute juga dikenal pribadi yang santun, dermawan, dan sederhana di luar lapangan. Ketika komunitas muslim di Sevilla kesulitan mendapatkan masjid untuk salat Jumat, penyerang berjuluk The Giant of Mali ini rela menghibahkan dana pribadinya sebesar Rp 5,6 miliar untuk membeli sebuah bangunan yang kemudian dijadikan sebagai masjid bersama. Dana sebesar itu setara dengan gajinya selama setahun.
Buku karya Agus AHA ini merangkum potret 17 pemain beragama Islam yang merumput di liga reguler Eropa. Kebanyakan dari mereka adalah bintang dan maskot tim masing-masing. Di antaranya, Zlatan Ibrahimovic (Inter Milan/Swedia), Frank Ribery (Bayern Munchen/Prancis), Karim Benzema (Lyon/Prancis), dan Robin Van Persie (Arsenal/Belanda). Selain itu, juga ada nama kondang lain seperti Nicolas Anelka, Lilian Thuram, Mohamed Sissoko, Hasan Salihamidzic, El-Hadji Diouf, Yaya Toure, Mohammadou Diarra, Eric Abidal, Kolo Toure, Khalid Boulahrouz, Lassana Diarra, Samir Nasri, serta Hatem Ben Arfa.
Tentu ke-17 pemain itu hanyalah sebagian kecil dari daftar panjang pemain liga Eropa yang muslim. Kita bisa menyebut hampir seluruh pemain Turki beragama Islam. Belum lagi serbuan pemain asing dari benua Afrika serta Asia (terutama Iran), ataupun pemain keturunan seperti Hakan Yakin dan Gokhan Inler (Swiss) hingga Umit Korkmaz (Austria). Di luar nama pemain masyhur itu, juga masih banyak pemain bertalenta yang menghuni timnas masing-masing, semacam Rami Shaaban (Swedia), Darijo Srna (Kroasia), Valon Behrami (Swiss), Ibrahim Affelay (Belanda), hingga Renat Yanbayev (Rusia).
Yang sebenarnya lebih penting diurai adalah apa latar belakang dan siapa tokoh kunci di balik ketertarikan mereka masuk Islam. Nyaris semua mengaku baru mengenal dan masuk Islam (muallaf). Simak penuturan Frank Ribery, pemain terbaik Bundesliga 2007 yang dijuluki titisan Zidane, ''Islam adalah sumber kekuatan saya di dalam dan luar lapangan. Saya mengalami kehidupan cukup keras dan harus menemukan kekuatan yang membawa menuju keselamatan. Hingga kemudian saya menemukan Islam.''
Sejumlah pemain masuk Islam disebabkan pengaruh hidup dari sang istri. Selain Ribery yang dituntun sang pujaan hati, Wahiba Belhami, untuk mantap dalam pelukan Islam, ada Van Persie yang masuk Islam karena Bouchra, gadis keturunan Maroko yang kemudian menjadi istri tercintanya. Di samping itu, hal yang diteladani dari kiprah keislaman aktor-aktor lapangan hijau ini adalah komitmen dan keberanian mereka. Di tengah pelabelan buruk yang selalu dilekatkan pada kaum muslim, mereka tetap kukuh menganut agama yang dibawa Muhammad SAW ini walau beragam cobaan hidup kerap menerpa. Anelka bahkan harus menyembunyikan status keislamannya selama empat tahun untuk menghindari endusan media.
Dalam khidupan keseharian, Islam juga terbukti mampu meredam nafsu bengal dan ugal-ugalan yang biasa lekat dengan pribadi pemain bintang. Anelka, Robin van Persie, dan El-Hadji Diouf adalah contoh nyata dari perubahan positif tersebut. Dulu, mereka adalah sosok temperamental yang sering membuat ulah di dalam maupun luar lapangan. Tapi, setelah berislam, mereka perlahan berubah menjadi sosok yang santun, penurut, dan toleran.
Ajaran Islam mampu memantik sikap simpatik dalam diri mereka. Ia bukan hanya simbol seremonial ataupun atribut identitas sosial yang tak bermakna. Tak sedikit di antara para pesepakbola tenar itu dikenal saleh dan tekun beribadah. Tengoklah, misalnya, sejumlah kebiasaan yang sehari-hari mereka praktikkan. Eric Abidal bukan tanpa alasan jika ke mana-mana selalu menenteng tas kecil. Di dalamnya ada mushaf Alquran yang kerap ia baca. Momo Sissoko senantiasa ramah tiap bertemu orang dan selalu mengucap salam khas muslim, assalamu'alaikum, kepada siapa pun yang dijumpainya. Kolo Toure selalu menyempatkan salat wajib saat memasuki waktu salat, kendati ia sedang menjalani jeda latihan atau pertandingan.
Sepeninggal Zinedine Zidane yang memutuskan gantung sepatu dua tahun silam, semakin banyak saja pesepakbola muslim, terutama di kancah liga Eropa, yang tak sungkan lagi memamerkan keislamannya. Mereka hendak membuktikan bahwa stigma negatif yang dialamatkan pada kaum muslim tak selamanya benar. Sebaliknya, Islam bisa menjelma ''tarian'' indah yang dapat dipertontonkan bagi semua kalangan. Termasuk di atas lapangan hijau. (*)
*) penggila bola, alumnus Pascasarjana UGM Jogjakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar