Selamat Pagi Lamongan
I
aku yang letih itu
menggores ladang kota;
saat aku saat laut
langit
jiwa
dan lamongan, meledak
(untuk kesekian kali dalam hayalku)
II
"selamat pagi lamongan"
kita nikmati sepiring tahu campur
ataukah soto
bersanding secangkir kopi
dan surat kabar hari ini
di meja sarapan:
saban bertemu kita
mengenang selalu nyanyian sajak
dan tiupan seruling
melambai sampai muara sungai,
o, adakah sukma kan damai
di tubuh takdir?
ah, ini adalah sapaan anggrek di pagi buta
di taman depan rumah.
adalah pengembaraan yang teduh
seusai mengikis rindu bulan nan ungu.
Lamongan, 2004
Lamongan
lewat celah cakrawala
aku telah membuka
matahari
terlelap diantara rumahrumah sunyi
dengan burung gagak di atasnya.
ohoi,
namai kesaksian ini atas waktu
hampir mati
genggam menuju entah;
pada seluruh ruang sublim bagi jiwa
bagi kemungkinan terburuk sekalipun.
ada yang mengintai di halaman rencana
mengurai isyaratisyarat kelicikan
namun esok, kita musti merebut sekali lagi
kenyataan lamongan ini
yang lunglai menangisi tahuntahun
kecemasan.
Lamongan, 2005
Kali Lamong
ini sungai mengalir membilas tepian sejarah
meraba celah bebatuan yang dahaga.
dari mana sungai mengalir
dan akan mengalir?
selain bermuara keheningan.
“mari bersemadi seperti matahari,
disini gairah segerah dipadamkan”
ketika air
ketika palung sungai yang hampa
memanggil semburat wajahmu.
duh, seruas wajah menggeliat
terpilin pusara waktu
membawanya tengadah ke wajah langit,
dan di sebrang sungai itu
tibatiba wajahmu menjulur
menjadi saksi keberzamanan
sehelai rumput ataukah padi
bergetar hebat menantang angin yang riuh
di sehampar padang rindu yang sangsi
di peradaban semakin purba.
sementara bocaboca telanjang mengarungi
jeram riciknya
dengan sorai nyanyian
dengan rumbaian dan tambang
ingin membangun jembatan.
Lamongan, 2006
Brumbun
pusara yang purba:
(angin memporandakan daundaun jati
kemudian tersesat di balik bukit barisan)
duhai, bermandi nyanyi batu kapur
di lembah
nan ngarai.
sehangat panorama sahaja
membasuh wajah di bening telaga
pada setiap sukma yang merindu
sungguh,
telah ku simak segenap cinta
telah ku jumpa semburat kekasih
(pada percik pertapaan sebuah mitos
yang terus mengaliri zaman)
“tapi, hening dan terasing
pada setangkub brumbun jiwaku”
Lamongan, 2004
I
aku yang letih itu
menggores ladang kota;
saat aku saat laut
langit
jiwa
dan lamongan, meledak
(untuk kesekian kali dalam hayalku)
II
"selamat pagi lamongan"
kita nikmati sepiring tahu campur
ataukah soto
bersanding secangkir kopi
dan surat kabar hari ini
di meja sarapan:
saban bertemu kita
mengenang selalu nyanyian sajak
dan tiupan seruling
melambai sampai muara sungai,
o, adakah sukma kan damai
di tubuh takdir?
ah, ini adalah sapaan anggrek di pagi buta
di taman depan rumah.
adalah pengembaraan yang teduh
seusai mengikis rindu bulan nan ungu.
Lamongan, 2004
Lamongan
lewat celah cakrawala
aku telah membuka
matahari
terlelap diantara rumahrumah sunyi
dengan burung gagak di atasnya.
ohoi,
namai kesaksian ini atas waktu
hampir mati
genggam menuju entah;
pada seluruh ruang sublim bagi jiwa
bagi kemungkinan terburuk sekalipun.
ada yang mengintai di halaman rencana
mengurai isyaratisyarat kelicikan
namun esok, kita musti merebut sekali lagi
kenyataan lamongan ini
yang lunglai menangisi tahuntahun
kecemasan.
Lamongan, 2005
Kali Lamong
ini sungai mengalir membilas tepian sejarah
meraba celah bebatuan yang dahaga.
dari mana sungai mengalir
dan akan mengalir?
selain bermuara keheningan.
“mari bersemadi seperti matahari,
disini gairah segerah dipadamkan”
ketika air
ketika palung sungai yang hampa
memanggil semburat wajahmu.
duh, seruas wajah menggeliat
terpilin pusara waktu
membawanya tengadah ke wajah langit,
dan di sebrang sungai itu
tibatiba wajahmu menjulur
menjadi saksi keberzamanan
sehelai rumput ataukah padi
bergetar hebat menantang angin yang riuh
di sehampar padang rindu yang sangsi
di peradaban semakin purba.
sementara bocaboca telanjang mengarungi
jeram riciknya
dengan sorai nyanyian
dengan rumbaian dan tambang
ingin membangun jembatan.
Lamongan, 2006
Brumbun
pusara yang purba:
(angin memporandakan daundaun jati
kemudian tersesat di balik bukit barisan)
duhai, bermandi nyanyi batu kapur
di lembah
nan ngarai.
sehangat panorama sahaja
membasuh wajah di bening telaga
pada setiap sukma yang merindu
sungguh,
telah ku simak segenap cinta
telah ku jumpa semburat kekasih
(pada percik pertapaan sebuah mitos
yang terus mengaliri zaman)
“tapi, hening dan terasing
pada setangkub brumbun jiwaku”
Lamongan, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar