Judul:
Soekarno Hatta Syahrir
Penulis: M.
Romandhon MK
Cetakan: Mei 2015
Penerbit: Araska
Tebal: CXXVI+248 halaman
ISBN: 978-602-300-143-9
Peresensi:
Nurul Anam *
Koran Sindo 27-09-2015
Di dalam sebuah negeri yang maju dan berkembang pasti ada
seorang tokoh yang berdiri tegak di belakangnya. Hal ini sudah menjadi rahasia
umum kalau sebuah negeri itu pasti di bangun oleh seorang tokoh yang militan,
mempunyai ideologi perubahan dan bercita-cita membawa negeri itu menjadi negeri
yang lebih baik dari sebelumnya serta bebas dari kungkungan negeri lain.
Namun tidak semua tokoh revolusioner bisa membuat dunia
terpana dengan sepak terjangnya. Hanya sedikit saja dan hanya orang-orang
pilihanlah yang bisa membuat mata dunia terpana. Mereka berdiri atas nama
rakyat dan membangun sebuah negara dengan hati nurani rakyatnya. Ideologi dari
tokoh tersebut adalah mengatasnamakan rakyatnya sehingga apapun yang terjadi dengan
negara yang mereka bangun, mereka akan selalu di kenenang oleh bangsanya bahkan
oleh dunia, bahwa tokoh itulah yang membawa perubahan.
Memang tidak bisa kita pungkiri kalau di dalam sebuah
negara, peran seoarang tokoh sangat fundamental. Maka dari itu M. Romandhon MK
lewat bukunya yang berjudul “Soekarno Hatta Syahrir” mencoba mengkaji ulang
sang founding fathers yang berkontribusi besar terhadap
lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Meskipun corak dan gaya berpikir dari ketiga tokoh
tersebut berbeda namun mereka bahu membahu membangun NKRI. Soekarno dengan
karisma kepemimpinannya yang tegas dan juga orasinya yang membuat nyali musuh
menciut. Hatta merupakan sosok negarawan yang flamboyan dan juga seorang
pemikir genius sekaligus seorang pemimpin yang rela mati demi kebenaran.
Syahrir adalah satu-satunya diplomat ulung yang pernah dimiliki bangsa ini. Ia
juga seorang edukator sejati dan pemimpin muda yang selalu menyuarakan revolusi
Soekarno, Hatta dan Syahrir merupakan representasi dari
“tiga macan Asia” yang selalu disegani oleh pemimpin-pemimpin dunia. Ketiganya
dipertemukan dalam satu panggung perjuangan melawan klonialisme dan
imperialisme. Mereka bersahabat, berkongsi, berbeda pendapat, dan bahkan
menjadi rival abadi. Mereka merajut asa dalam satu tujuan yakni kemerdekaan
Indonesia (hal: 4).
Perbedaan yang melekat dalam diri ketiga tokoh ini
menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi, namun juga menjadi bumerang.
Lahir di tengah gempuran kolonialisme dan imperialisme, telah banyak memberikan
kisah inspiratif bagi perjalanan hidup tiga tokoh ini.
Sepak Terjang Sang Faounding Fathers
“Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan
menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen
sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa
yang rela menderita demi pembelian cita-cita (hal: 32).
Cuplikan pidato Soekarno di atas merupakan sebuah
refleksi di mana perjuangan dan semangat yang di kobarkan sang bapak
proklamator ini dalam merebut kemerdekaan sangat luar biasa. Bahkan tidak
sedikit massa yang terpropokasi oleh pidato beliau. Hingga kemuadian Soekarno
dikenal sebagai bapak proklamator RI, itu tak lepas karena kepandaiannya dalam
berorasi sehingga bangsa ini memberinya gelar sang proklamator bangsa.
Amarah Soekarno terhadap kolonialisme sudah tidak bisa
dibendung lagi untuk menuntaskan cita-cita para Faounding Fathers yang
telah lebih dulu gugur di medan perang. Hal itu terbukti dari cuplikan pidato
di atas bahwa tidak ada yang sia-sia sebuah perjuangan suatu bangsa sekalipun
mereka telah gugur. Untuk itulah Soekarno bersama-sama dengan para pejuang
bangsa lainnya, kemudian mengumpulkan kekuatan untuk melepaskan diri dari kolonialisme
Belanda dan Jepang.
Jika Soekarno terkenal dengan orasinya yang bisa membuat
massa terbakar atau terpropokasi maka beda halnya dengan Hatta yang lebih kalem
dan jarang berbicara di atas panggung seperti Soekarno. Namun meskipun begitu
Hatta adalah salah satu pejuang yang rela mati untuk kemerdekaan Indonesia.
Hatta adalah seorang pemikir yang pandai dan terkenal Genius. Dalam suatu
kesempata Hatta mengatakan:
“Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia
merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat.
Indonesia merdeka tidak ada gunanya bagi kita, apabila kita tidak sanggup untuk
mempergunakannya memenuhi cita-cita rakyat kita. Hidup bahagia dan makmur dalam
pengertian jasmani maupun rohani. Maka dengan tercapainya penyerahan
kedaulatan, perjuangan belum selesai. Malahan kita berada pada permulaan
perjuangan yang jauh lebih berat dan lebih muli, yaitu perjuangan untuk
mencapai kemerdekaan dari pada segala macam penindasan (hal: 88).
Inilah Hatta, meskipun tidak bisa berorasi yang
berapi-api seperti Soekarno namun dengan pemikirannya, orang juga rela mati
demi memperjuangkan kemerdekaan. Lalu bagaimana dengan Syahrir, apakah dia juga
genius seperti Hatta atau frontal seperti Soekarno? Syahrir adalah satu-satunya
diplomat ulung yang pernah dimiliki bangsa ini dan pemimpin kaum muda yang
selalu menyuarakan api revolusi. “Hidup yang tak dipertaruhkan adalah
hidup yang tak dimenangkan”. Inilah kata-kata Syahrir yang sampai saat ini
membuat bulu kudu merinding. Syahrirlah juga yang menekan Soekarno-Hatta
memproklamasikan kemerdekaan dan dengan jelas menyatakan perang kepada Jepang
demi kemerdekaan bangsa ini.
Hadirnya buku ini sebagai kritik dari ambruknya
pemerintahan era sekarang. Di mana pemerintah pada kali ini hanya mementingkan
kepentingan pribadinya ketimbang kepentingan rakyat. Maka dengan itu buku ini
sangat cocok di baca oleh berbagai kalangan. Mahasiswa, Dosen, Politisi dan
lain sebagainya. Pembaca dapat mengambil hikmah, bagaimana sang Faounding
Fathers memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Semua semata-mata hanya demi
rakyat dan masa depan bangsa.
*) Nurul Anam, Pembina Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta
(LKKY).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar